158
7.3.2 Sumber Pencaharian dari Wisata Alam : Studi Kasus Desa Pajambon
Sejak berubahnya status kawasan hutan Gunung Ciremai dari hutan produksi Perhutani menjadi hutan konservasi Taman Nasional, secara formal pencaharian
petani tidak dapat lagi mengandalkan dari sektor pertanian yang diusahakan di lahan eks PHBM. Namun konsep pengembangan masyarakat versi Taman Nasional
diarahkan melalui pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam serta jasa lingkungan lainnya. Jasa wisata alam merupakan lansekap keindahan alam yang memiliki nilai
ekonomi karena dapat mendatangkan pengunjung wisatawan yang ingin menikmati fenomena keindahan alam. Dari aspek regulasi, Taman Nasional memiliki prinsip
pemanfaatan secara lestari dengan tidak merubah lansekap kawasan. Pendekatan mereka adalah pengembangan ekonomi berbasiskan wisata alam atau memanfaatkan
keaslian dan keindahan alam di Taman Nasional untuk komersialisasi jasa wisata. Namun sebaran potensi alam yang memiliki nilai ekonomi wisata di kawasan Taman
Nasional Gunung Ciremai tidak melingkupi seluruh desa. Tidak semua desa diberi potensi keindahan alam yang sama sehingga mata pencaharian alternatif ini hanya
dapat membantu dea-desa yang memiliki potensi wisata alam. Air terjun curug, keindahan tumbuhan, lansekap pemandangan dan aksesibilitas merupakan poin
penting yang harus dimiliki tiap desa agar memiliki daya tarik wisata alam. Meskipun Balai Taman Nasional akan mendorong pengelolaan wisata berbasis masyarakat
namun ini tidak dapat menjadi mata pencaharian alternatif yang dapat diandalkan mengingat komersialisasi jasa wisata alam harus memiliki nilai jual kawasan dan
tidak semua lokasi kawasan yang memiliki potensi atau nilai jual untuk dijadikan komersialisasi jasa wisata alam
166
. Di lokasi studi, keempat desa yang memiliki potensi wisata yang telah mapan
hanya ada dua desa meliputi wisata bumi perkemahan Palutungan di Desa Cisantana dan Wisata Alam Lembah Cilengkrang di Desa Pajambon. Sedangkan Desa Seda dan
Desa Puncak lansekap alamnya tidak memiliki potensi untuk dijadikan wisata alam. dari kedua desa yang memiliki potensi wisata alam Cisantana dan Pajambon,
166
Lihat juga Deni. 2011. Menyimak Perambahan Hutan Taman Nasional Bukit barisan Selatan. Edukati Press
159
peneliti hanya mendalami aspek sosial ekonomi di Desa Pajambon saja. Pemilihan Desa Pajambon sebagai desa yang diamati karena memiliki kekhasan yang dapat
memberikan informasi aspek sosial ekonomi jasa wisata alam yang lebih lengkap dibandingkan dengan Desa Cisantana. Wisata Alam Lembah Cilengkrang Desa
Pajambon merupakan kawasan wisata yang dibangun sejak masa Perum Perhutani yang dikelola langsung oleh masyarakat setempat Poktapepar
167
. Indepedensi pengelolaan kawasan Cilengkrang oleh masyarakat Kompepar Pajambon sudah
dimulai sejak potensi wisata ini dibangun.
Gambar 7.2 Peta Kawasan Wisata di Desa Pajambon dan Cisantana
Kemandirian pengelolaan wisata Lembah Cilengkrang oleh masyarakat Poktapepar Pajambon ditunjukan melalui kemandirian pengelolaan tiket
168
,
167
Kelompok Petani Penggerak Pariwisata. Anggota dari Koptapepar Pajambon semuanya adalah petani yang memiliki lahan garapan eks PHBM di kawasan Gunung Ciremai.
168
Tiket dikeluarkan oleh Perhutani Balai TNGC namun dikelola oleh Masyarakat Poktapepar Pajambon
160
perencanaan, pengadministrasian serta pengelolaan teknis harian. Kemandirian pengelolaan ini sudah dimulai sejak era Perhutani sampai dengan saat ini era Taman
Nasional. Balai Taman Nasional Gunung Ciremai mendorong masyarakat Pajambon untuk membangun dan mengelola kawasan wisata Lembah Cilengkrang ini. Namun
meski memiliki kemandirian, masyarakat Poktapepar Pajambon wajib menyerahkan setoran iuran sharing hasil kepada beberapa pihak termasuk kepada Perhutani pada
saat Gunung Ciremai masih dikuasai Perhutani maupun kepada Balai Taman Nasional Gunung Ciremai. Pada tahun 2002-2005, tiket masuk pada kawasan wisata
Lembah Cilengkrang ini berasal dari Perum Perhutani KPH Kuningan dengan harga tiket Rp 2000,- per lembar. Pendataan pengunjung yang masuk obyek wisata alam
Cilengkrang dicatat dan dihitung berdasarkan tiket yang terjual. Tiket masuk dikeluarkan oleh Perum Perhutani KPH Kuningan dan dijual ke pengunjung oleh
Poktapepar selaku mitra kerja Perum Perhutani KPH Kuningan dalam mengelola obyek wisata alam Cilengkrang melalui penerapan sistem PHBM.
Sejak tanggal 19 September 2004, fungsi Gunung Ciremai berubah dari hutan lindung dan produksi terbatas menjadi Taman Nasional. Namun demikian kemitraan
pengelolaan obyek wisata alam Cilengkrang masih tetap dengan pihak Perum Perhutani KPH Kuningan. Tiket masuk per Oktober 2004 masih menggunakan tiket
yang dikeluarkan oleh Perum Perhutani dan bagi hasil sampai dengan Juni 2005 tetap diberikan ke Perum Perhutani KPH Kuningan. Pada bulan Juli 2005 dilakukan review
dan revisi NKB Nota Kesepahaman Bersama dan NPK Nota Perjanjian Bersama pengelolaan obyek wisata alam Cilengkrang yang prosesnya difasilitasi oleh
Lembaga Pelayanan Implementasi LPI PHBM Kuningan. NKB-NPK yang baru ditandatangani oleh BKSDA Jabar II selaku pengelola sementara TNGC dengan
Pemdes Pajambon untuk NKB dan Kompepar Lembah Cilengkrang untuk NPK. Kompepar Lembah Cilengkrang merupakan nama baru Poktapepar. Pihak BKSDA
Jabar II saat itu belum siap mengeluarkan tiket masuk yang dikeluarkan Perum Perhutani KPH Kuningan.
Periode Januari-Oktober 2006, kemitraan dengan pihak BKSDA Jabar II mulai dilakukan, tapi dari Januari-Maret 2006 pengunjung tidak tercatat karena tiket dari
161
Perhutani sudah habis dan BKSDA Jabar II belum mengeluarkan tiket baru. Saat itu rata-rata pengunjung 100 orang. PNBP dan dana konservasi disetorkan ke BKSDA
Jabar II. Pasca berubah status menjadi kawasan konservasi Taman Nasional mulai tahun 2006, tiket masuk berasal dari BKSDA Jabar II
169
dengan harga tiket Rp 3500,- per lembar karena ada kewajiban membayar PNBP Pendapatan Negara Bukan Pajak
sebesar Rp 1000,- per lembar. Tanggal 1 November 2006, Balai TNGC definitif menjadi pengelola TNGC
sehingga sejak saat itu kemitraan pengelolaan obyek wisata alam Lembah Cilengkrang antara Kompepar dan BKSDA Jabar II diambil alih oleh Balai TNGC
menggantikan BKSDA Jabar II. Namun dasar hukum yang dipegang Kompepar masih NKB-NPK yang ditandatangani dengan pihak BKSDA Jabar II karena sampai
saat ini, NKB-NPK dengan Balai TNGC belum direvisi dan ditandatangani. PNBP dan dana konservasi disetorkan ke Balai TNGC. Kemudian pada tahun 2007, tiket
masuk berasal dari Balai Taman Nasional Gunung Ciremai dengan harga tiket Rp 3500,- per lembar dari PNBP Rp 1000,- per lembar. Dana perolehan dari hasil
penjualan tiket didistribusikan melalui skema sharing hasil setelah dipotong dana PNBP yang harus disetorkan kepada Balai TNGC. Bagi hasil tersebut meliputi bagi
hasil untuk Pemdes, forum PHBM, dana konservasi, maupun Kompepar dihitung setelah tiket dikurangi untuk PNBP Rp 1000. PNBP dan dana konservasi disetor ke
Balai TNGC. Bagi hasil Pemdes disetor ke bendahara Desa. Bagi hasil forum PHBM desa digunakan untuk operasional kegiatan-kegiatan PHBM di Desa Pajambon. Mulai
tahun 2008, harga tiket naik menjadi Rp 4000,- per lembar karena tarif PNBP naik menjadi Rp 1500 per lembar. Sebelum maupun sesudah kenaikan tarif PNBP, nilai
uang yang dibagihasilkan dari harga tiket tidak pernah mengalami perubahan yaitu sebesar Rp 2500,- per lembar. Kemudian hasil bersih setelah dipotong PNBP dan
sharing hasil antar pihak maka uang bersih tersebut dibagikan kepada jumlah
kelompok Kompepar. Sebelum dibagikan kepada anggota 20 orang, bagi hasil Kompepar disisihkan dulu 10 untuk operasional kegiatan di Lembah Cilengkarang,
169
Balai Taman Nasional Gunung Ciremai belum terbentuk. Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai sementara dikelola oleh BKSDA Jabar II
162
5 untuk ATK Kompepar dan 5 untuk dana taktis seperti biaya pertemuan, transportasi menghadiri undangan di luar desa, dll.
Tabel 7.7 Data Pengunjung Obyek Wisata Lembah Cilengkrang Periode 2002-2009
No Bulan
Tahun 2002
2003 3004
2005 2006
2007 2008
2009 1
Januari 153
42 452
437 -
628 922
1489 2
Febuari 140
- 89
193 -
315 368
877 3
Maret 186
- 71
137 -
278 409
718 4
April 197
- 109
128 93
573 299
1019 5
Mei 144
- 189
282 385
505 500
1000 6
Juni 226
186 242
53 355
581 603
864 7
Juli 199
301 370
236 526
683 940
1807 8
Agustus 111
522 210
360 526
969 766
1000 9
September 58
201 331
281 353
211 292
1700 10
Oktober 126
117 120
65 619
1159 1312
1700 11
November 42
310 688
716 305
500 842
900 12
Desember 234
137 164
535 389
49 734
1200 Total
1816 1816
3035 3423
3551 6451
7987 14274
Sumber : Kompepar Desa Pajambon
Selama kurun waktu tahun 2002 s.d saat ini, jumlah pengunjung yang menikmati Lembah Cilengkrang terus naik seiring dengan mulai dikenalnya lokasi
wisata alam ini. Berdasarkan data Kompepar, jumlah pengunjung terus naik dari 1816 pengunjung tahun 2002 menjadi 14.274 pengunjung pada tahun 2009. Naiknya
jumlah pengunjung ini menunjukan bahwa kawasan wisata alam Lembah Cilengkrang merupakan salah satu obyek wisata yang berpotensi di wilayah Taman
Nasional Gunung Ciremai. Pada tahun 2003 dan 2006 kurun waktu bulan Febuari –
Mei tahun 2003 dan bulan Januari – Maret tahun 2006 data kosong tidak
menunjukan tidak adanya pengunjung ke Lembah Cilengkrang. Namun hal ini disebabkan terjadinya proses peralihan penguasaan wewenang penerbitan tiket dari
Perhutani ke BKSDA Jabar dan Balai TNGC. Proses peralihan ini menyebabkan penerbitan tiket terkendala.
Kawasan Wisata Lembah Cilengkarang mendapatkan pengembangan dan pemeliharaan kawasan yang kerjakan sendiri oleh anggota Kompepar. Beberapa
bantuan pembangunan pernah didapatkan baik dari Perhutani, Pemerintah Daerah maupun Balai TNGC namun bantuan tersebut belum memadai karena merupakan
163
bantuan-bantuan unit sebagian kecil saja seperti bantuan infrastruktur sarana kebersihan, MCK, pos jaga namun jumlahya relatif kecil. Anggota Kompepar harus
mengusahakan sendiri pemeliharaan dan pekerjaan-pekerjaan yang dapat menunjang perbaikan kawasan wisata. Pemeliharaan rutin berupa gotong royong dilaksanakan
oleh anggota secara rutin seminggu sekali. Dana dan tenaga yang dikeluarkan selama proses pemeliharaan dan pengembangan merupakan dana dan tenaga swadaya tanpa
upah. Berdasarkan pencatatan yang dilakukan oleh ketua Kompepar Mulyadi, nilai swadaya yang anggota Kompepar keluarkan jumlahnya cukup besar baik nilai
swadaya berupa tenaga hari orang kerja maupun jumlah swadaya berupa uang.
Tabel 7.8 Rincian Swadaya Berupa Tenaga dan Uang Anggota Kompepar
No Tahun
Nilai Swadaya Anggota Kompepar Swadaya berupa Tenaga
HOK
170
Swadaya berupa Uang 1
2001 1.351 HOK
Rp. 3.034.000,- 2
2002 932 HOK
Rp. 4.027.000,- 3
2003 863 HOK
Rp. 2.000.100,- 4
2004 900 HOK
Rp. 2.096.850,- 5
2005 854 HOK
Rp. 2.555.000,- 6
2006 973 HOK
Rp. 2.405.000,- 7
2007 940 HOK
Rp. 656.300,- 8
2008 850 HOK
Rp. 1.580.500,- 9
2009 1.077 HOK
Rp. 2.824.500,- Total Swadaya
8.740 HOK Rp. 18.354.750,-
Sumber : Kompepar Desa Pajambon
Berdasarkan data pencatatan tersebut, nilai swadaya yang telah diinvestasikan oleh anggota Kompepar selama kurun waktu tahun 2001 s.d 2009 memiliki jumlah
swadaya berupa tenaga sebesar 8.740 HOK dan nilai swadaya berupa uang yang dikeluarkan oleh anggota Kompepar pada kurun waktu tersebut sejumlah Rp.
18.354.750,-. Berdasarkan data pencatatan tersebut investasi yang dikeluarkan oleh anggota Kompepar cukup besar baik investasi berupa waktu kerja maupun investasi
berupa uang. Ketika data swadaya tersebut disandingkan dengandata pendapatan kotor penjualan tiket nilai tiket terhadap jumlah pengunjung tahunan, maka nilai
170
HOK singkatan dari Hari Orang Kerja. Nilai HOK umumnya berkisar Rp. 40.000,- s.d Rp 50.000,- per hari
164
penjualan tiket sebelum dipotong dengan ditribusi PNBP, sharing para pihak, nilainya jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan total antara nilai swadaya tenaga dengan
swadaya berupa uang yang dikeluarkan oleh anggota Kompepar. Dalam perhitungan ini, pencatatan jumlah swadaya tenaga berupa HOK dikonversi menjadi upah harian
dengan nilai upah yang berlaku saat ini Rp 40.000,- maka nilai swadaya tenaga jumlahnya rata-rata jauh lebih besar dibanding pendapatan kotor penjualan tiket
pengunjung kecuali tahun 2009 lihat grafik batang warna merah pada tabel 7.3. Pada data yang ditampilkan tabel 7.3 menunjukan bahwa kawasan wisata Lembah
Cilengkrang sejatinya tidak menghasilkan apa-apa yang berdampak pada masyarakat. Potensi Lembah Cilengkrang ini terus mendapatkan investasi dari anggota petani
Kompepar sedangkan hasil penjualan tiket tersebut telah menguntungkan penghasilan Negara berupa Pendapatan Negara Bukan Pajak PNBP juga menguntungkan para
pihak yang mendapatkan sharing hasil dari penjualan tiket lihat tabel 7.9.
Gambar 7.3 Perbandingan Nilai Pendapatan Kotor Penjualan Tiket dengan Nilai Swadaya Tenaga dan Swadaya Uang Anggota Kompepar
165
Tabel 7.9 Kontribusi Kompepar Lembah Cilengkrang dari Tiket Masuk kepada Para Pihak Periode Tahun 2002-2009
No Tahun
Jumlah Pengunjung
orang Harga
Tiket Jumlah
Pemasukan Pembagian Hasil
Perum Perhutani
KPH Kuningan
20 Pemerintah
Kabupaten 10
PWC 35 PNBP
171
Dana Konservasi
7,5 Pemerintah
Desa
172
Forum PHBM Desa 5
1 2002
1.816 Rp 2000,-
Rp 3.632.000 Rp 726.400
Rp 363.200 Rp 1.271.200
- -
Rp 363.200 Rp 181.600
2 2003
1.816 Rp 2000,-
Rp 3.632.000 Rp 726.400
Rp 363.200 Rp 1.271.200
- -
Rp 363.200 Rp 181.600
3 2004
3.035 Rp 2000,-
Rp 6.070.000 Rp 1.214.000
Rp 607.000 Rp 2.124.500
- -
Rp 607.000 Rp 303.500
4 2005
3.423 Rp 2000,-
Rp 6.846.000 Rp 1.369.000
Rp 684.600 Rp 2.396.100
- -
Rp 684.600 Rp 342.300
5 2006
3.551 Rp 3500,-
Rp 12.428.500 -
- -
Rp 3.551.000 Rp 665.813
Rp 1.109.688 Rp 443.875
6 2007
6.451 Rp 3500,-
Rp 22.578.500 -
- -
Rp 6.451.000 Rp 1.209.563
Rp 2.015.938 Rp 806.375
7 2008
7.987 Rp 4000,-
Rp 31.948.000 -
- -
Rp 11.980.500 Rp 1.497.563
Rp 2.495.938 Rp 998.375
8 2009
14.274 Rp 4000,-
Rp 57.096.000 -
- -
Rp 21.411.000 Rp 2.676.375
Rp 4.460.625 Rp 1.784.250
Jumlah 42.353
Rp 144.231.000 Rp 4.036.000
Rp 2.018.000 Rp 7.063.000
Rp 43.393.500 Rp 6.049.313
Rp 12.100.188 Rp 5.041.875
Catatan : 1. Kontribusi POKTAPEPAR Lembah Cilengkrang ke Perum Perhutani KPH Kuningan sejak tahun 2002-2005
Rp 4.036.000 disetorkan ke KPH Kuningan
2. Kontribusi POKTAPEPAR Lembah Cilengkrang ke Pemerintah Kabupaten Kuningan sejak tahun 2002-2005 Rp 2.018.000
disetorkan melalui Perum Perhutani 3. Kontribusi POKTAPEPAR Lembah Cilengkrang ke kawasan Gunung Ciremai PWC sejak tahun 2002-2005
Rp 7.063.000 dikelola POKTATEPAR
4. Kontribusi KOMPEPAR Lembah Cilengkrang ke Kas Negara PNBP sejak tahun 2006-2009 Rp 43.393.500 disetor ke BKSDA Jabar II BTNGC
5. Kontribusi KOMPEPAR Lembah Cilengkrang ke kawasan TNGC Dana Konservasi sejak tahun 2006-2009 Rp 6.049.313
disetor ke BKSDA Jabar II BTNGC 6. Kontribusi POKTAPEPARKOMPEPAR Lembah Cilengkrang ke Pemerintah Desa sejak tahun 2002-2009
Rp 12.100.188 disetor ke Bendahara Desa 7. Kontribusi POKTAPEPARKOMPEPAR Lembah Cilengkrang ke kegiatan PHBM di Pajambon sejak tahun 2002-2009
Rp 5.041.875 disetor ke Bendahara Forum PHBM
Total kontribusi KOMPEPAR Lembah Cilengkrang ke para pihak dari tiket masuk Obyek Wisata Alam Lembah Cilengkrang Rp 79.701.875
171
Nilai PNBP Pendapatan Negara Bukan Pajak berubah pada kurun waktu 2002-2009 dimana pada tahun 2006-2007 nilai PNBP yang dibayarkan sebesar Rp 1000,- sedangkan tahun 2008-2009 nilai PNBP yang dibayarkan sebesar Rp 1500,-
172
Nilai setoran untuk kas desa pada tahun 2002-2005 sebesar 10 dan tahun 2006-2009 sebesar 12,5
166
Pengelolaan Wisata Lembah Cilengkrang oleh Kompepar petani Pajambon dapat berjalan sejak tahun 2002 sampai dengan sekarang tidak lepas dari
kepemimpinan Mulyadi yang merupakan ketua Kompepar Pajambon. Mulyadi berhasil mengkoordinir kelompok Kompepar ini sehingga memiliki ikatan kuat untuk
mengelola kawasan wisata ini hingga diminati pengunjung. Meskipun faktanya, para anggota kelompok masih menginvestasikan sebagian tenaga dan uang secara
swadaya namun anggota kelompok belum menunjukan rasa bosan dan malas dalam mengelola kawasan wisata Lembah Cilengkrang. Besarnya potongan penjualan tiket
baik dari iuran PNBP maupun sharing hasil antar pihak sejatinya berdampak pada sedikitnya hasil bersih yang dapat diperoleh per anggota rumah tangga petani. Jika
dibandingkan dengan nilai kawasan wisata Cilengkrang dari pendapatan penjualan tiket harga tiket dikali dengan jumlah pengunjung terhadap perolehan pendapatan
per rumah tangga anggota Kompepar maka perbedaan nya sangat signifikan lihat gambar 7.4.
Gambar 7.4 Perbandingan Nilai Kawasan Wisata Cilengkrang dengan Pendapatan Bersih Rumah Tangga Pengelola Wisata Petani Pajambon
Sumber : Pengolahan data penjualan tiket tahunan dan pembagian sharing penjualan
167
Pada tahun 2011 perolehan pendapatan dari penjualan tiket memiliki nilai sebesar Rp 72.092.000,- , namun pada tahun yang sama nilai penjualan tiket tersebut
hanya mampu menambah pendapatan rumah tangga anggota sebesar Rp 1.351.000,- per anggota atau sebesar Rp 112.600,- per anggota per bulan. Berdasarkan data
pengolahan ini, kehadiran potensi wisata di sekitar Taman Nasional Gunung Ciremai belum tentu dapat mengganti posisi pendapatan petani dari sektor pertanian yang
dapat meningkatkan jam kerja dan kesempatan kerja buruh tani serta meningkatkan pendapatan dari penjualan hasil komoditas pertanian.
7.3.3 Penggarapan Lahan Eks PHBM : Studi Kasus Desa Pajambon dengan Desa Seda