37
berdasarkan sanksi hukum, adat istiadat, dan konvensi. Label kejahatan bisa dikenakan pada aktor tergantung pada hubungan aktor sebagai lawan atau bentuk
lainnya. Bisa dikatakan akses illegal mengarah pada kesenangan keuntungan dari sesuatu dengan cara tidak mendapatkan sanksi sosial oleh negara atau masyarakat.
Akses illegal beroperasi melalui koersif dan secara diam-diam, Pembentukan hubungan antara mereka berusaha untuk mendapatkan penambahan, pengendalian,
dan mempertahankan akses Peluso dan Ribot, 2003. Blaikie menjelaskan bahwa modal dan identitas sosial mempengaruhi
kepemilikan prioritas akses sumber daya. Akses teknologi merupakan suatu cara dalam memediasikan akses sumber daya dengan sejumlah cara. Penggunaan
teknologi atau peralatan digunakan untuk mendapatkan sumber daya dengan cara mengeskstrak-nya. Akses modal merupakan suatu faktor yang bisa digunakan untuk
mendapatkan keuntungan dari sumber daya dengan pengendalian dan mempertahankan akses mereka. Modal digunakan untuk mengakses pengendalian
sumber daya melalui pembelian kepemilikan. Itu juga bisa digunakan untuk mempertahankan dengan cara membayar sewa, biaya formal akses, atau membeli
pengaruh orang yamg mengendalikan sumber daya. Akses pasar merupakan kemampuan untuk mengkomersilkan keuntungan dari sumber daya. Akses pasar
adalah pengendalian melalui proses dan sejumlah besar struktur. Hal ini berarti akses modal, struktur monopsoni, praktik tertutup, dan bentuk persekongkolan antara aktor
pasar atau pedukung kebijakan negara. Akses buruh dan kesempatan buruh juga mengambil peranan penting dalam keuntungan dari dumber daya. Selain itu, bagi
yang mengendalikan kesempatan buruh bisa mengalokasikan mereka ke dalam bagian hubungan patron-klien. Begitu juga dengan akses pengetahuan yang berguna dalam
pengendalian ideologi dan kepercayaan.
2.2 Negara dan Penguasaan Sumberdaya Hutan
Negara dapat dilihat dari banyak sisi dan aspek, tergantung dari apa yang menjadi latar belakang kepentingan untuk memposisikan negara tersebut dan karena
itu topik pembicaraan tentang negara sangat lebar dan luas. Mahasiswa Afrika,
38
Amerika LATIN dan Asia memiliki penilaian bahwa negara berperan dalam melembagakan perubahan politik secara komprehensif, membantu mempertajam
pembangunan ekonomi nasional dan melakukan tawar-menawar dengan perusahaan- perusahaan multinasional. Ahli sejarah ekonomi dan ekonomi politik telah berteori
tentang negara sebagai pembuat lembaga hak-hak kepemilikan dan sebagai pengatur dan pengubah pasar. Dari sisi antropologi budaya, telah mengeksplorasi arti khusus
dan kegiatan negara dalam pandangan non-western. Negara sebagai aktor penting dan memahami bagaimana negara mempengaruhi politik dan proses sosial melalui
kebijakan negara dan pola hubungan negara dengan kelompok-kelompok sosial Skocpol, 1989; Awang, 2004
Menurut Max Weber negara merupakan gabungan kewajiban pengawasan hak teritorial dan penduduk didalamnya, jika diperlukan menerapkan kebijakan yang
dibuat oleh negara dengan kekuatan paksaan Skocpol, 1989:47. Administrasi, hukum, organisasi-organisasi ekstraktif dan yang bersifat memaksa adalah inti dari
negara. Organisasi-organisasi pelaksana negara tersebut bervariasi strukturnya antar negara-negara, dan mereka mungkin melekat dalam beberapa macam peraturan
perundangan dan konstitusi. Alfred Stepan memformulasikan perspektif Weberian tentang negara sebagai berikut:
―Negara harus dipertimbangkan sebagai lebih dari pemerintah. Hal ini merupakan kelanjutan dari sistem-sistem administrasi, peraturan,
birokrasi dan pemaksaan yang mencoba tidak hanya menata struktur hubungan antara masyarakat civil dan kewenangan publik di dalam
satu kemasan politik tetapi juga menata struktur banyak hubungan k
rusial dalam masyarakat civil‖ Alfred Stepan dalam Skocpol 1989:7. Menurut Skocpol, membahas peran-peran negara di dalam pengertian bring the
state back in tidak harus membacanya dari sistem grand system theories struktural-
fungsional atau neo-marxian. Negara hendaknya dilihat dalam kontek penjelasan perubahan sosial dan politik. Penekanan diberikan kepada penghormatan pada
kesejarahan struktur sosial politik dan tidak dapat dihindarkan bahwa selalu ada keterhubungan dengan pembangunan tingkat nasional dengan kontek sejarah
39
perubahan dunia. Kedepan diperlukan secara solid pemahaman mendasar dan ketajaman analisis tentang sebab musabab yang beraturan yang mendasari sejarah
negara, struktur sosial dan hubungan transnasional dalam dunia modern Skocpol, 1989:28. Perbedaan konstruksi daerah di luar pusat-pusat pertumbuhan negara dan
komponen manusianya dan alamnya menghasilkan perbedaan versi sejarah juga. Penjelasan tentang alam dan lingkungan tidak bebas terhadap ideologi, idealisme atau
penilaian moral dan semuanya itu mempunyai konsekuensi politik. Penyisihan manusia dari sejarah alam merubah cara-cara sumberdaya alam dirasakan, diartikan,
dinilai, dialokasikan dan digunakan dan pada akhirnya dapat merusak konservasi. Aktor manusia, khususnya berkaitan dengan investasi tenaga kerja, didalam
penciptaan alam sering kali memberikan hak-hak kepemilikan atau akses. Ratusan tahun sudah penduduk asli indigenous people melakukan pemanfaatan dan
pengawasan terhadap sumber daya alam yang mereka kuasai sebelum ada claim dari negara terhadap sumberdaya alam tersebut. Kurangnya penghargaan atas peran
manusia dalam menciptakan lingkungan alam merupakan satu pernyataan politik, --- termasuk keputusan untuk mengakui hak-hak dan tanggung jawab rakyat dan akses
serta kontrol mereka masyarakat terhadap sumberdaya alam Peluso, 1996:136. Dalam kaitannya dengan konservasi, maka pertanyaan kritis perlu diajukan
seperti bagaimana kelompok-kelompok pejuang konservasi internasional perspektif barat dapat dengan sengaja mempromosikan strategi konservasi dalam pembangunan
hingga merugikan atau berlawanan dengan pengguna-pengguna sumberdaya lokal. Kelompok konservasi Internasional mungkin menyumbang pada kekerasan negara
atas nama konservasi dan konservasi dapat menjadi bagian dari strategi negara untuk mengontrol masyarakat dan teritorial.
Pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat untuk kegiatan penggembalaan dan usahatani disebut pengrusakan dan penghancuran ketika mereka lakukan hal
tersebut pada lahan-lahan marginal atau daerah yang tekanan penduduknya tinggi. Kesalahan yang sama untuk deforestasi hutan tropis sering diselaraskan dengan
kegiatan petani dan penebang kayu , walaupun tingkat kerusakan dan dampak serta manfaat yang disebabkan keduanya berbeda. Negara, dengan monopolinya pada
40
penggunaan legitimasi kekerasan, mungkin menggunakan kekerasan melawan penggunaan sumberdaya atas nama konservasi, baik kepentingan lingkungan maupun
ekonomi dan hal tersebut sebagai satu cara perlindungan kedaulatan politiknya Peluso, 1992. Masyarakat lokal sangat memiliki kepentingan pada sumberdaya
mereka, oleh karena itu jika ada intervensi dari negara sangat dimungkinkan membawa masyarakat kembali ke suasana pertentangan dengan kekerasan Peluso,
1996:138. Kepentingan negara dalam pengawasan penggunaan sumberdaya terutama
sekali ada 2 hal yaitu terkait dengan : 1 Power kekuasaan--- yang mencakup pengawasan dan kemampuan untuk mengatur; 2 ekonomi. Perjuangan kekuasaan
dilakukan secara terus menerus di dalam hal alokasi , kontrol dan akses sumberdaya. Kontrol terhadap sumberdaya meningkatkan kontrol sosial oleh negara Barber, 1989;
Peluso, 1996:138; Poffenberger, 1990. Sementara itu kekuasaan ekonomi memberi negara legitimasi lebih besar dimata komunitas internasional, sekarang kontrol
ekonomi seperti inilah yang berlaku, walaupun sering terjadi kompetisi atau persaingan dengan para pemilih sendiri. Kompetisi pada arena legitimasi dilakukan
dalam banyak dimensi dengan skala yang berbeda: dalam negara sendiri antara lembaga, antar menteri dan antar faksi politik; dalam berbagai arena internasional
antar kelompok yang berbeda kepentingan dalam sumberdaya alam, komoditi perdagangan, produksi dan konservasi; dan pada daerah luar kota non perkotaan,
dimana ada lokasi sumberdaya dan dimana pengguna lokal mungkin berkompetisi dengan orang luar dan antar masyarakat sendiri dalam rangka akses pada sumberdaya
lokal Peluso, 1996:139-140. Pengelola sumberdaya alam milik negara mungkin menggunakan paksaan
kekerasan untuk memantapkan pengawasan kepada masyarakat dan sering dengan alasan konservasi dan ekonomi, dengan maksud argumen tersebut digunakan untuk
menjauhi masyarakat dari sumberdaya yang bernilai tinggi. Ketika aktor-aktor negara menggunakan kekerasan untuk mendapatkan kontrol pada sumberdaya alam, maka
pengawasan mereka terhadap sumberdaya tersebut dipertanyakan oleh pengguna sumberdaya lainnya. Militer sering digunakan sebagai alat untuk melaksanakan
41
kekerasan negara tersebut ditingkat lapangan. Padahal militer tidak pernah memainkan posisi ―netral‖ dan umumnya peran mereka digerakkan oleh sasaran,
metoda dan ideologi yang berasal dari kekuasaan pemerintah pusat. Hal tersebut
bertolak belakang dengan kebutuhan kelompok masyarakat marginal seperti penggembala ternak dan peladang berpindah, serta kelompok masyarakat pengguna
sumberdaya hutan. Kelompok masyarakat marginal ini memang sangat sulit di kontrol keberadaannya oleh pemerintah.. Oleh karena itu pemerintah seringkali
menggunakan kekuatan militer untuk memantapkan pengawasan daerah hutan yang di klaim oleh masyarakat, untuk tujuan politik dan perlindungan lingkungan.
Seringkali kelompok konservasi di negara dunia ketiga memperbesar dana dan kapasitas fisik untuk melindungi sumberdaya dengan nilai-nilai yang bersifat global.
Beberapa organisasi lingkungan internasional melakukan tindakan perlindungan secara paksa sesuai dengan outcome mereka sendiri yaitu pengawetan kekayaan
warisan biologi tanpa ada kejelasan penggunaannya untuk mencapai sasaran apa Duedney, 1990:461-476. Perdebatan paling sering muncul terkait dengan kelompok
konservasionis adalah terkait dengan perlindungan atas spesies langka, bahaya lingkungan dan ekosistem secara keseluruhan. Para konservasionis paling sering
menggambarkan agenda-agenda mereka sebagai hal yang seolah-olah menjadi persoalan
masyarakat dan
kepentingan setiap
orang secara
merata, mengkonstruksikan citra pada tingkatan komunitas global. Pernyataan Peluso tentang
pengawasan negara atas sumberdaya alam dapat disimak pada uraian di bawah ini.
However, violence in the name of resource control also helps states to control people, especially recalcitrant regional groups, marginal groups,
or minority groups who contest state resource claims or otherwise challenge the state‘s authority Peluso. 1996:139
Intervensi atau dukungan internasional tidak menjamin realisasi dari tujuan konservasi. Penilaian dan peningkatan kemampuan negara untuk mengontrol
sumberdaya mungkin meningkatkan penolakan masyarakat tingkat lokal atau melakukan pemberontakan melawan kontrol negara atau pihak internasional terhadap
sumberdaya lokal yang ada di sekitar masyarakat. Namun demikian, negara seringkali
42
tidak perduli dengan perlawanan dan pemberontakan masyarakat lokal tersebut. Bahkan dengan menggunakan retorika konservasi untuk memperoleh legitimasi dari
kelompok-kelompok lingkungan yang berasal dari luar negeri, negara mungkin berhasil dalam penguatan kapasitasnya untuk mengatur sasaran konservasi melalui
penggunaan kekuatan Migdal, 1988. Sumberdaya hutan SDH menurut pengaturan hukum masuk ke dalam domein
publik. Diskursus tentang domein publik sudah berlangsung lama, dimulai oleh seorang ahli hukum dari Prancis yang bernama Proudhon yang membicarakan hak-
hak negara atas benda-benda milik publik. Seperti diketahui dalam melaksanakan tugasnya pemerintah yang menjadi personifikasi negara memiliki fasilitas-fasilitas
seperti gedung-gedung, benda-benda inventaris serta mempunyai hak mengelola benda-benda milik publik seperti terminal, sungai, laut, Gunung dan hutan. Karena
itu wajar jika muncul pertanyaan bagaimana sesungguhnya hubungan hukum antara negara dan benda-benda publik tersebut.
Menurut Proudhon Mahfud, 2001:108 publik domein itu harus dibedakan atas dasar kepunyaan publik dan kepunyaan individu private. Kepunyaan publik adalah
benda-benda milik publik yang pemanfaatannya dapat dinikmati oleh masyarakat seperti jalan, laut, terminal, stadion, bandara, hutan dan sebagainya. Kepunyaan
individu adalah publik domein yang pemanfaatannya secara langsung menjadi monopoli pejabat atau pegawai pemerintah tersebut seperti kantor, benda inventaris,
asrama dan sebagainya. Dalam pengertian seperti ini, pengertian domein publik tidak menimbulkan masalah dari para ahli hukum. Domein publik kemudian menimbulkan
perdebatan antara setuju dan tidak setuju dikalangan ahli hukum ketika memasuki wilayah hukum administrasi negara. Perdebatan ini dimunculkan oleh Verting,
Marecel Waline, Barkhausen, Thorbecke dan von Reeken Mahfud, 2001:108-109. Dengan membaca silang pendapat dari para ahli tentang domein publik tersebut, lalu
bagaimana pilihan hukum administrasi negara tentang publik domein di Indonesia? Berdasarkan pada pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 hubungan antara negara
dengan publik domein itu adalah hubungan kepemilikan, selama belum ada hukum baru yang dibuat sendiri oleh bangsa Indonesia yang ada merupakan warisan
43
penjajah kolonial belanda. Para penyusun UUD 1945 di BPUPKI dan PPKI sama sependapat bahwa negara bukanlah pemilik atas publik domein melainkan merupakan
pihak yang menguasai Mahfud, 2001:110. Hubungan ini jelas sekali dicantumkan dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menggariskan bahwa ―bumi, air, dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat‖. Kemudian ―hak menguasai‖
diformulasikan lagi ke dalam UU No.5 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.. Menurut pasal 2 ayat 2 UU ini yang dimaksud dengan ―hak menguasai‖
oleh negara adalah kewenangan negara untuk: Pertama, mengatur dan
menyelenggarakan peruntukan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang
angkasa; Kedua, menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum, air dan ruang angkasa; Ketiga, menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Logika yang dipakai adalah bahwa sumberdaya hutan SDH merupakan
domein publik yang dikuasai oleh negara dan SDH merupakan bagian dari agraria yang dikuasai oleh negara.
Teori konstruksi sosial untuk alam dan lingkungan oleh Barry didekati dari perspektif marxian dan ekonomi neo klasik yang menitik beratkan pada mekanisme
pasar sebagai tempat transaksi. Negarapemerintah tidak ikut menentukan mekanisme pasar tersebut karena pasar telah memiliki mekanisme alamiahnya sendiri.
Negarapemerintah yang memiliki hak kuasa atas sumberdaya hutan, pada praktiknya memunculkan sikap nyaris sekehendak mereka saja dalam mendominasi peruntukan
dan pemanfaatan hutan di Indonesia. Implikasi dari hak menguasai negara atas sumberdaya hutan tersebut secara
empirik dapat dilihat dari penerapan ekonomi politik kehutanan sejak tahun 1960-an. Secara politik, hutan diusahakan dan dikelola atas dasar pemberian hak oleh
pemerintah Indonesia kepada lembaga pemerintah dan lembaga swasta dan penetapan ini dilakukan tanpa mempertimbangkan prinsip-prinsip good governance partisipatif,
transparan dan demokratis. Model penetapan peruntukan dan pemanfaatan seperti ini disebut dengan istilah corporatism negara. Interpretasi korporatis tersebut hanya
44
dilakukan oleh pemerintah tanpa menerapkan prinsip-prinsip good governance tata pemerintahan yang baik. Oleh karena itu tidak dapat dihindari pada masa Orde Baru
telah terjadi bahwa birokrasi negara berkolusi dengan berbagai konglomerat untuk menghasilkan pendapatan dalam sektor kehutanan dengan mengorbankan masyarakat
lokal Atje dkk, 2001:130. Munculnya pemikiran ekonomi politik seperti di atas dimulai sejak
dikeluarkannya UU penanaman Modal Asing PMA tahun 1967. UU ini memang dirancang sedemikian rupa sampai tidak banyak publik mengetahui bahwa kelak
kemudian hari UU ini merupakan pintu masuk kapitalisme internasional, sistemik dan terstruktur rapih. UU PMA inilah yang menjadi titik awal masuknya modal asing
dan investor dalam pengusahaan hutan alam tropis di Indonesia. Konsepsi pengusahaan hutan alam tropis oleh HPH hak pengusahaan hutan merupakan
pendekatan ekonomi politik yang dipilih oleh Pemerintah Orde Baru Awang, 2003:5. Sasaran utama eksploitasi hutan adalah menciptakan sumber fiskal dan
devisa, pengembangan industri kehutanan, penciptaan lapangan kerja dan untuk pembangunan regional. Dalam praktiknya, sasaran-sasaran tersebut berubah menjadi
peningkatan produksi dan ekspor kayu gelondongan Ramli dan Ahmad, 1993:4. Alam hutan dikonstruksi oleh manusia sebagai lingkungan yang selayaknya
dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat, hal ini sejalan dengan paham modernitas yang bertumpu pada eksploitasi sumberdaya alam guna pengembangan
industri. Pada kasus HPH dan kasus-kasus pemanfaatan kawasan hutan lindung dan konservasi di Indonesia lebih dapat dijelaskan melalui teori konstruksi sosial.
2.3 Petani, Transisi Agraria dan Kuasa Eksklusi