mangrove di Muara Landipo memberikan kontribusi besar terhadap detritus organik yang sangat penting sebagai sumber energi bagi ikan belanak.
5.8.4 Kontribusi Detritus terhadap FK dan GSI
Kontribusi detritus yang dihasilkan di hutan mangrove Muara Landipo dan Tanjung Tiram yang dijadikan sumber makanan untuk ikan belanak dapat di
ketahui dengan menghitung persentase detritus pada isi lambung ikan. Kondisi lingkungan perairan, termasuk ketersediaan makanan akan
memperlihatkan hubungan terhadap faktor kondisi ikan dan perkembangan gonad ikan. Secara umum, faktor kondisi ikan belanak rata rata tertinggi
dijumpai di daerah Muara Landipo, yaitu sebesar 4.15 ± 1.08 dan nilai GSI sebesar 5.05 ± 0.97. Pada daerah Tanjung Tiram nilai faktor kondisi sebesar
1.69 ± 0.35 dan nilai GSI sebesar 4.37 ± 1.72. Tingginya nilai faktor kondisi dan gonad somatic indeks di Muara Landipo, mengindikasikan bahwa detritus di
Muara Landipo berkontribusi secara kuantitatif maupun kualitatif terhadap factor kondisi dan GSI ikan belanak.
Besarnya nilai Faktor kondisi dan GSI pada Muara Landipo berhubungan erat dengan ketesediaan makanan yang lebih banyak. Analisis
proksimat, menunjukan tingginya kandungan protein, lemak dan karbohidrat detritus yang dimakan ikan belanak maupun pada daun bakau yang telah
mengalami dekomposisi di Muara Landipo Lampiran 12. Kemungkinan lain disebabkan karena
ikan
belanak sedang mengalami pertumbuhan atau mengalami perkembangan gonad, sedang mengisi gonad dengan kantong
telur sampai menjelang berpijah. Realitas ini menunjukkan bahwa ketersediaan makanan di perairan muara
sungai Landipo lebih baik. Abowei et al. 2009 mengemukakan bahwa Faktor kondisi merupakan indeks pertumbuhan dan intensitas makan dan faktor kondisi
akan menurun dengan peningkatan panjang dan juga mempengaruhi siklus reproduksi pada ikan. Dari sudut pandang gizi makanan, ada akumulasi
pembangunan lemak dan gonad. Faktor kondisi pada daerah Tanjung Tiram
lebih kecil disebabkan antara lain karena ketersediaan kualitas makanan detritus yang tidak mendukung. Kondisi lingkungan perairan di Tanjung
Tiram, seperti salinitas yang relatif tinggi lebih besar 30 ppt kurang mendukung aktivitas mikroba dalam proses dekomposisi daun mangrove.
Dekomposisi akan berlangsung dengan baik bila salinitas tidak terlalu tinggi kurang dari 30 ppt, seperti di Muara Landipo sehingga p opulasi
mikroorganisme akan lebih banyak. Besarnya populasi mikroorganisme akan meningkatkan nilai gizi detritus sebagai makanan ikan. Hal tersebut
dibuktikan dengan besarnya nilai FK, indeks gonado somatik dan indeks hepatosomatik ikan belanak di Muara Landipo.
Faktor kondisi akan mengalami penurunan sejalan dengan pertambahan panjang Tanti dan Djamali 2005. Abowei 2009 mengemukakan bahwa nilai-
nilai dari faktor kondisi bervariasi menurut musim dan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Adanya variasi faktor kondisi rata rata setiap bulan pengamatan di
Muara Landipo 4.15 ± 1.08 dan Tanjung Tiram 1.69 ± 0.35. Nilai diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa ikan belanak pada kedua lokasi penelitian
tersebut dalam kondisi baik. Effendi 2002 mengemukakan bahwa nilai faktor kondisi berfluktuasi dengan ukuran ikan. Ikan berukuran kecil mempunyai
kondisi relatif yang tinggi dan menurun ketika ikan bertambah besar hal ini berhubungan dengan perubahan makanan ikan tersebut.
Perbedaan nilai GSI di kedua lokasi diduga kuat berhubungan dengan ketersediaan makanan yang cukup memadai sehingga kualitas gonad ikan pada
daerah muara sungai Landipo lebih baik dibanding gonad ikan belanak Tanjung Tiram. Perkembangan gonad mempengaruhi nilai indeks gonado somatik.
5.8.5 Kontribusi energi isi lambung terhadap Hepato Somatik Indeks
Hasil analisis proksimat kandungan makronutrien protein, lemak dan karbohidrat detritus dalam isi lambung ikan belanak yang tertangkap di perairan
Muara Landipo memiliki persentase dan total energi yang lebih besar dibandingkan daerah Tanjung Tiram. Boonruang 1984 mengemukakan bahwa
detritus melalui beberapa tahapan dekomposisi dapat menghasilkan energi potensial bagi kehidupan konsumer.