tingkat pertumbuhannya atau kelompok ukuran, dan 4 ketersediaan makanan di dalam perairan, ditentukan oleh kehadiran dan kelimpahan relatif dari tipe
makanan tertentu. Blaber 1997 mengemukakan bahwa juvenil ikan belanak mengalami
perubahan ontogenetik antara ukuran 10 dan 50 mm dan setelah dewasa makanannya tidak lagi mengalami perubahan. Di estuari makanannya
mengalami perubahan; ukuran 10-15 mm dari pemakan zooplankton menjadi pemakan bentik zooplankton, ukuran 10-20 mm pemakan meiobentos, ukuran
15-25 mm pemakan meiobentos pada partikel pasir dan mikrobentik. Setelah berukuran 40 mm, makanannya tidak lagi mengalami perubahan yaitu hanya
mengkonsumsi mikrobentik namun pada saat matang gonad pada ukuran 23 cm makanannya didominasi oleh detritus.
Ikan belanak sebagai pemakan detritus dari tanaman, cara mengambil makanannya sangat khas. Ikan belanak yang berukuran sampai 30 mm sebagai
pemakan larva nyamuk, copepoda dan zooplankton. Effendie 1997 mengemukakan bahwa ikan belanak pada ukuran dewasa mengambil makanannya
atau memilih makanannya dengan tiga cara yaitu: 1. Menghisap lapisan atas permukaan air dengan menonjolkan mulutnya untuk
memakan mikro alga, 2. Sambil berenang melakukan penghisapan bagian atas permukaan lumpur, dan
3. Untuk makan butiran pasir, ikan menukikan tubuh dan kepalanya membentuk sudut 15
–20 derajat sambil menonjolkan premaxilla. Spesialisasi kebiasaan makanan ikan tidak terlepas dari kualitas dan
kuantitas makanan yang akan dimakan serta bagaimana cara pengambilan makanan tersebut di dalam perairan. Hal tersebut disebabkan kebiasaan atau
kesukaan ikan terhadap macam-macam makanan yang ada di perairan berhubungan dengan morfologi fungsional dari tengkorak, rahang dan alat
pencernaan makanan suatu jenis ikan yang merupakan faktor pembatas dari kebiasaan makan yang timbul selama masa pertumbuhan ikan.
Proses pencernaan di lambung dilakukan pada ikan ada yang kimiawi dan ada pula pencernaan secara mekanik juga dilakukan di lambung. Pada ikan
hebivora contohnya ikan ini menggerus makanan pada lambung, lambung tersebut
sering disebut gizzard atau lambung khusus Fujaya 2004. Ikan belanak sebagai pemakan detritus yang banyak berasal dari serasah mangrove yang memiliki
kandungan selulosa yang tinggi dan sulit dicerna. Pada
ikan belanak
bagian pylorus
dan lambung
membesar menggelembung dan menebal akibat terjadi penebalan otot melingkarnya dan
pada bagian epitelumnya sering terdapat lapisan yang mengeras seperti zat tanduk. Untuk memudahkan pencernaan, lambung ikan belanak bermodifikasi
menjadi alat penggiling, yang disebut gizzard. G izzard yang
dindingnya tebal dan berotot
berfungsi untuk menggerus makanan. Dalam proses penggiligan makanan dalam gizz
ard menggunakan pasir. Pasir dalam lambung bertindak sebagai “gigi”
untuk memotong dan menggiling makanan dengan demikian sangat membantu pencernaan.
Affandi et al. 2009 mengemukakan bahwa pada bagian gizzard tidak terdapat kelenjar macam apapun, sehingga gizzard benar benar berfungsi untuk
menggerus makanan pencernaan secara fisik. Gizzard merupakan kompensasi ketidaksempurnaan atau ketidak beradaan gigi pada rongga mulut. Gizzard ini
dianggap sebagai lambung khusus pada golongan ikan mikrofagus makanannya berukuran kecil.
2.2 Ekosistem Mangrove
Kata “mangrove” berkaitan sebagai tumbuhan tropis yang komunitas tumbuhnya didaerah pasang surut dan sepanjang garis pantai seperti : tepi pantai,
muara laguna dan tepi sungai yang dipengaruhi oleh kondisi pasang surut air laut.
Mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut di daerah pasang surut.
Snedaker 1978 mengemukakan bahwa hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub tropis
yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah an-aerob. Aksornkoe 1993
mengemukakan bahwa hutan mangrove adalah tumbuhan halofit tumbuhan yang hidup pada tempat-tempat dengan kadar garam tinggi yang hidup disepanjang
areal pantai yang dipengaruhi oleh pasang tertinggi sampai daerah mendekati ketinggian rata-rata air laut yang tumbuh di daerah tropis dan sub-tropis.
Nybakken 1992 mengemukakan bahwa hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai
tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin.
Hutan mangrove dapat dijumpai di daerah tropik dan sub tropik yang hidupnya berkembang baik pada temperatur dari 19
o
C sampai 40
o
C, dengan toleransi fluktuasi suhu tidak lebih dari 10
o
C. Berbagai jenis tanaman bakau yang tumbuh di bibir pantai dan merambah tumbuh menjorok ke zona berair laut,
merupakan suatu ekosistem yang khas, karena bertahan hidup di dua zona transisi antara daratan dan lautan, sementara tanaman lain tidak mampu bertahan.
Kumpulan berbagai jenis pohon yang seolah menjadi garda depan garis pantai yang secara kolektif disebut hutan mangrove, memberikan perlindungan kepada
berbagai organisme lain baik hewan darat maupun hewan air untuk bermukim dan berkembang biak.
Hutan mangrove selain melindungi pantai dari gelombang dan angin juga merupakan tempat yang dipenuhi pula oleh kehidupan lain seperti mamalia,
amfibi, reptil, burung, kepiting, ikan, primata, serangga dan sebagainya. Selain menyediakan keanekaragaman hayati, ekosistem bakau juga sebagai plasma
nutfah dan menunjang keseluruhan sistem kehidupan di sekitarnya. Melalui kelenjar garamnya, beberapa spesies mangrove menghasilkan
sistem yang memungkinkan mereka untuk tumbuh pada kondisi berkadar garam tinggi. Avicennia, Aegiceras, Acanthus dan Aegalitis dapat mengontrol
keseimbangan garam dengan mengeluarkan garam dari kelenjar tersebut Tomlinson 1986. Sebagian kelenjar garam terdapat dipermukaan daun yang
tampak berkristal dan mudah diamati. Spesies lain seperti Rhizopora spp., Bruguiera spp., Ceriops spp., Sonneratia spp. dan Lumnitzera spp. dapat
mengontrol keseimbangan garam dengan menggugurkan daun tua yang mengandung garam yang terakumulasi, atau dengan melakukan tekanan osmotic
akar. Struktur, fungsi ekosistem, komposisi dan distribusi spesies dan pola pertumbuhan mangrove sangat tergantung pada faktor-faktor lingkungan
diantaranya; Fisiografi pantai, iklim, pasang surut, gelombangarus, salinitas, oksigen terlarut, tanah, nutrient dan proteksi.
2.2.1 Jenis dan Penyebaran Mangrove
Chapman 1975 mengemukakan bahwa ada 90 jenis tumbuhan mangrove utama di dunia. Hutan mangrove di daerah Indo-Pasifik mempunyai keanekaragaman
jenis yang lebih tinggi 63 jenis dibanding dengan hutan mangrove di Amerika dan Afrika bagian Barat 43 jenis. Sedangkan daerah-daerah dari bagian ekuator dari
Asia Timur jauh mempunyai hutan mangrove dengan keanekaragaman jenis yang lebih tinggi dibandingkan dengan hutan mangrove di daerah manapun juga.
Hutan mangrove yang tumbuh di daerah pasang diurnal memiliki struktur dan kesuburan yang berbeda dari hutan mangrove yang tumbuh di daerah semi-
diurnal, dan berbeda juga dengan hutan mangrove yang tumbuh di daerah pasang campuran. Di daerah dengan rentang pasang yang lebar, akar tunjang dari
Rhizophora spp. tumbuh lebih tinggi, sedangkan di daerah yang rentangnya sempit memiliki akar yang lebih rendah. Aegialites rotundifolia dan Sonneratia
spp. menunjukkan perilaku perakaran yang pneumatoforanya besar, kuat dan panjang di atas permukaan tanah di zona peralihan pasang.
Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga : Avicennia, Sonneratia,
Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus Bengen 2000.
Di Indonesia diperkirakan terdapat 202 jenis tumbuhan mangrove, meliputi 89 jneis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44 jenis
epifit dan 1 jenis paku yang terbagi meknadi 2 kelompok yaitu mangrove sejati true mangrove dan mangrove ikutan asociate Khazali et al. 1999. Tomlinson
1984 membagi flora mangrove menjadi 3 kelompok, yaitu : a Kelompok mayor
Komponen ini memperlihatkan karakteristik morfologi, seperti : sistem perakaran udara dan mekanisme fisiologis khusus untuk mengeluarkan garam
agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan mangrove. Komponennya adalah pemisahan taksonomi dari hubungan daratan dan hanya terjadi dihutan
mangrove serta membentuk tegakan murni, tetapi tidak pernah meluas kedalam komunitas daratan. Contohnya adalah Avicennia, Rhizophora, Bruguiera,
Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera, Laguncularia dan Nypa.