Tiram, seperti salinitas yang relatif tinggi lebih besar 30 ppt kurang mendukung aktivitas mikroba dalam proses dekomposisi daun mangrove.
Dekomposisi akan berlangsung dengan baik bila salinitas tidak terlalu tinggi kurang dari 30 ppt, seperti di Muara Landipo sehingga p opulasi
mikroorganisme akan lebih banyak. Besarnya populasi mikroorganisme akan meningkatkan nilai gizi detritus sebagai makanan ikan. Hal tersebut
dibuktikan dengan besarnya nilai FK, indeks gonado somatik dan indeks hepatosomatik ikan belanak di Muara Landipo.
Faktor kondisi akan mengalami penurunan sejalan dengan pertambahan panjang Tanti dan Djamali 2005. Abowei 2009 mengemukakan bahwa nilai-
nilai dari faktor kondisi bervariasi menurut musim dan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Adanya variasi faktor kondisi rata rata setiap bulan pengamatan di
Muara Landipo 4.15 ± 1.08 dan Tanjung Tiram 1.69 ± 0.35. Nilai diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa ikan belanak pada kedua lokasi penelitian
tersebut dalam kondisi baik. Effendi 2002 mengemukakan bahwa nilai faktor kondisi berfluktuasi dengan ukuran ikan. Ikan berukuran kecil mempunyai
kondisi relatif yang tinggi dan menurun ketika ikan bertambah besar hal ini berhubungan dengan perubahan makanan ikan tersebut.
Perbedaan nilai GSI di kedua lokasi diduga kuat berhubungan dengan ketersediaan makanan yang cukup memadai sehingga kualitas gonad ikan pada
daerah muara sungai Landipo lebih baik dibanding gonad ikan belanak Tanjung Tiram. Perkembangan gonad mempengaruhi nilai indeks gonado somatik.
5.8.5 Kontribusi energi isi lambung terhadap Hepato Somatik Indeks
Hasil analisis proksimat kandungan makronutrien protein, lemak dan karbohidrat detritus dalam isi lambung ikan belanak yang tertangkap di perairan
Muara Landipo memiliki persentase dan total energi yang lebih besar dibandingkan daerah Tanjung Tiram. Boonruang 1984 mengemukakan bahwa
detritus melalui beberapa tahapan dekomposisi dapat menghasilkan energi potensial bagi kehidupan konsumer.
Jumlah energi detritus dalam isi lambung tertinggi di Muara Landipo yaitu 1.03 kcalg, sedang di Tanjung Tiram sebesar 0.99 kcalg. Kandungan energi non
detritus di Muara Landipo 2.70 kcalg dan Tanjung Tiram sebesar 2.51 kcalg. Tingginya total energi pada isi lambung ikan belanak Muara Landipo,
sangat erat hubungannyan kontribusi detritus hutan mangrove di kawasan Muara Landipo yang terkait dengan kerapatannya yang tinggi. Dari aspek proses
dekomposisi serasah, di Muara Landipo jauh lebih cepat prosesnya dari Tanjung Tiram, hal ini karena nilai salinitas yang lebi rendah 30 ppt dan Tanjung
Tiram 30 ppt. Nga et al. 2006 mengemukakan bahwa tingkat dekomposisi dan pelepasan bahan organik lebih tinggi pada salinitas rendah 15-30 ppt
dibandingkan dengan air tawar 0 ppt atau pada salinitas tinggi 30- 35 ppt. Rendahnya salinitas ini mendukung populasi decomposer dalam proses
penguraian serasah mangrove, sehingga detritus pada Muara Landipo mengandung lebih banyak mikroorganisme yang tentunya akan meningkatkan
nilai gizi dari detritus tersebut yang menjadi makanan ikan belanak . Hasil pengukuran Hepato Somatik Indeks HSI ikan belanak muara sungai
Landipo yaitu sebesar 0.88 persen, di Tanjung Tiram sebesar 0.81 persen. Kontribusi detritus yang dimakan oleh ikan sebagai sumber energi akan
berpengaruh terhadap kualitas HSI ikan belanak. Ini memberikan indikasi status cadangan energi ikan belanak di muara
Landipo lebih memadai dibandingkan ikan belanak di tanjung Tiram yang HSI lebih kecil. Hal ini berkaitan dengan lingkungan perairan yang miskin atau
kurang hara makanan, ikan biasanya memiliki hati yang lebih kecil dengan energi yang lebih sedikit dicadangkan dalam hati.