5 PEMBAHASAN
5.1 Struktur Vegetasi Mangrove
Tingkat kerapatan mangrove Muara Landipo sebesar 2 804 individuha, dimana jenis Rhizophora apiculata memiliki Indeks Nilai Penting INP tertinggi
yaitu 241 dari 3 jenis mangrove yang ditemukan di lokasi tersebut. Tanjung Tiram memiliki kerapatan 2 300 individuha, dengan Indeks
Nilai Penting tertinggi jenis Sonneratia alba yaitu 172.09, dibanding 2 jenis lainnya yang ditemukan di lokasi tersebut.
Tingginya kerapatan vegetasi di Muara Landipo, erat kaitannya dengan letaknya yang berada pada muara yang relatif terlindung, ada suplai air tawar
secara periodik dengan tipe dasar perairannya berlumpur sehingga sangat mendukung pertumbuhan bakau. Bengen 2000 mengemukakan bahwa hutan
mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang tumbuh dan berkembang pada daerah
pasang surut pantai berlumpur, seperti pada Muara Landipo. Kehadiran Rhizophora apiculata dengan INP 241 dari semua jenis
mangrove di Muara Landipo, menjadi alasan yang kuat bahwa jenis Rhizophora apiculata memegang peran penting secara ekologis, seperti produksi detritus
sebagai sumber makanan dan energi untuk ikan belanak peningkatan kesuburan perairan di ekosistem mangrove Muara Landipo. Sonneratia alba dengan indeks
nilai penting sebesar 172.09, kontribusinya secara ekologis lebih dominan di perairan Tanjung Tiram.
5.2 Produksi dan Kontribusi Serasah
Produksi serasah di Muara Landipo yaitu sebesar 55.76 gramm
2
bulan atau setara 6.70 tonhatahun. Kontribusi terbesar adalah jenis Rhizophora
apiculata, dengan indeks nilai penting sebesar 240.45. Hutan mangrove perairan Tanjung Tiram menghasilkan serasah sebesar 36.68 gramm
2
bulan atau setara dengan 4.40 tonhatahun, dengan penyumbang serasah terbesar
adalah jenis Sonneratia alba, dengan indeks nilai penting sebesar 172.09.
Dibandingkan dengan beberapa penelitian yang sama, pada beberapa lokasi yang berbeda, produksi serasah di pesisir Utara Konawe Selatan masih
relatif lebih tinggi. Penelitian di ekosistem mangrove pantai Utara Kabupaten Subang sebesar 4 tonhatahun dengan kerapatan 200-300 individuha
Kawaroe et al. 2001. Di hutan mangrove Teluk Sepi, Lombok didapatkan sebesar 9,9 tonhatahun dengan kerapatan vegetasi 480 pohonhektar.
Komposisi jenis terdiri dari Rhizophora apiculata, R. mucronata, R. stylosa, Ceriops tagal, C. decandra, Bruguiera sp., Sonneratia alba dan Aegiceras
corniculatum Zamroni dan Rohyani 2008. Produksi serasah sangat tinggi dijumpai di kawasan sungai dan tambak di hutan payau Tritih Cilacap sebesar
16.44 tonhatahun dan 13.37 tonhatahun Affandi 1996. Perbedaan produksi serasah pada setiap lokasi berbeda, dapat
disebabkan adanya beberapa faktor yang mempengaruhinya, antara lain lingkungan iklim dan derajat lintang, kesuburan tanah, kelembaban tanah,
kerapatan vegetasi Soerojo 1986. Selain faktor tersebut di atas ketipisan tajuk dan Morfologi daun juga ikut menentukan besar kecilnya jumlah
serasah yang dihasilkan. Serasah daun sangat penting dalam menjaga rantai makanan yang berbasis
detritus. Produksi serasah yang telah mengalami proses dekomposisi dapat dihubungkan dengan keberadaan ikan yang memanfaatkan kawasan mangrove.
Serasah daun yang gugur dan berjatuhan ke dalam air merupakan sumbangan terpenting hutan mangrove terhadap ekosistem pesisir. Serasah daun mangrove
merupakan sumber bahan organik yang penting dalam rantai makanan di kawasan pesisir yang dapat mencapai 7 sampai 8 tonha Nontji 1993.
Bagian terbesar dari serasah merupakan bahan pokok tempat berkumpulnya bakteri dan fungi. Bagian partikel daun yang mengalami
dekomposisi berlanjut sampai menjadi partikel-partikel yang berukuran sangat kecil detritus yang kaya akan protein dan akhirnya dimakan oleh hewan-hewan
pemakan detritus, seperti moluska dan krustasea kecil. Selama perombakan ini substansi organik terlarut yang berasal dari serasah sebagian dilepas sebagai
materi yang berguna bagi fitoplankton dan sebagian lagi diabsorbsi oleh partikel sedimen yang menyokong rantai makanan Soeroyo 1988.