Laju Dekomposisi Serasah dan produksi detritus
tinggi pada salinitas rendah 15-30 ppt dibandingkan dengan air tawar 0 ppt atau pada salinitas tinggi 30- 35 ppt.
Keefektifan bakteri, fungi dan hewan tanah lainnya dalam proses dekomposisi ditentukan dari cepat atau lambatnya penyusutan bobot serasah yang
telah terdekomposisi. Proses dekomposisi serasah di pesisir Utara Konawe Selatan tidak berbeda jauh dengan basil penelitian dari Sediadi dan Pamudji 1986 di
Teluk Ambon mengalami penghancuran serasah sempuma 100 selama 182 hari tetapi dengan jumlah berat kering serasah yang berbeda 20 gramkantong.
Proses dekomposisi dimulai dari proses penghancuran yang dilakukan oleh makrobentos menjadi ukuran yang lebih kecil. Kemudian dilanjutkan dengan proses
biologi yang dilakukan oleh bakeri dan fungi untuk menguraikan partkel-partikel organik. Proses dekomposisi oleh bakteri dan fungi sebagai dekomposer
mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan bahan organik menjadi protein dan karbohidrat.
Affandi 1996 mengemukakan bahwa 50 karbon hilang dari serasah daun Rhizophora dalam waktu 6 - 15 minggu di lapangan dan
sebanding dengan studi mikrokosmos di laboratorium. Kehadiran fungi pada tahap awal proses mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehilangan
bahan-bahan organik dan anorganik secara leaching. Serasah yang j atuh akan mengal ami proses dekomposisi oleh
mikroorganisme menjadi detritus. Hasil pengamatan mikroskopis pada daun mangrove yang terdekomposisi, mengungkapkan sebuah komunitas
kompleks yang terdiri dari jamur, bakteri, protozoa, dan mikroalga Odum and Heald 1975. Semakin banyak serasah yang dihasilkan dalam suatu
kawasan mangrove maka semakin banyak pula detritus yang dihasilkan. Detritus inilah yang menjadi sumber makanan bernutrisi tinggi untuk berbagai
jenis organisme perairan khususnya detritifor yang selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh organisme tingkat tinggi dalam jaring jaring makanan.
Lugo Snedaker 1974 dan Ridd et al. 1990 mengemukakan bahwa perairan di sekitar hutan mangrove memiliki peranan dan memegang kunci dalam
perputaran nutrien, sehingga eksistensinya dapat berperan sebagi habitat biota laut, apabila lingkungannya relatif stabil, kondusif dan tidak terlalu berfluktuatif.
5.4 Produksi Detritus, kandungan Nutrien dan kelimpahan Fitoplankton.
Berdasarkan hasil pengukuran laju dekomposisi yang dilakukan selama kurang lebih 75 hari proses perendaman maka didapatkan rendemen dari serasah
sebesar 9.50 dari total serasah yang didekomposisi. Rahana 2005 mengemukakan bahwa laju dekomposisi serasah sebesar 0.013 ghari
menghasilkan rendemen sebanyak 9.52 dari total serasah yang didekomposisi. Muara Landipo dengan produksi serasah bahan kering sebanyak 53 gram
m
2
bulan atau 0.56 tonhabulan atau sebanyak 6.70 tonhatahun. Dari hasil dekomposisi diperoleh rendemen serasah sebesar 9.50 , sehingga menghasilkan
detritus sebanyak 5.30 gramm
2
bulan atau sama dengan 636 kghatahun. Kontribusi detritus di Muara Landipo berasal dari hutan mangrove dengan
kerapatan 2.804 tegakanha, 63.84 didominasi oleh jenis R. apiculata. Dari produksi yang diperoleh, dapat dikatakan bahwa di Muara Landipo peranan
mangrove jenis R. apiculata sebagai penghasil detritus untuk makanan potensial ikan belanak sangat nyata.
Hutan mangrove Tanjung Tiram menghasilkan serasah bahan kering sebanyak 35 gramm
2
bulan atau 0.36 tonhabulan. Dari hasil dekomposisi serasah didapatkan rendemen sebesar 9.50 , sehingga dihasilkan detritus
sebanyak 3.50 gramm
2
bulan atau 420 kghatahun. Kontribusi detritus di kawasan Tanjung Tiram didapatkan dari hutan mangrove dengan kerapatan 2.300
tegakanha yang didominasi oleh mangrove jenis sonneratia. Detritus yang dihasilkan merupakan sumber makanan dan energi oleh beberapa organisme di
ekosistem mangrove termasuk ikan belanak, Liza subviridis. Produksi detritus dari kedua lokasi tersebut bila dikaitkan dengan
kandungan nutrien berupa nitrogen dan fosfat, yang merupakan sumber kebutuhan bagi mikro-organisme laut dan salah satu indikator kesuburan perairan.
Kandungan fosfat di Perairam Muara Landipo berkisar antara 0.037 mgl dan nitrat 0.0046 mgl . Di perairan Tanjung Tiram kandungan fosfat sebesar 0.031
mgl dan nitrat sebesar 0.0034 mgl. Nitrat yang merupakan unsur nutrien diperairan sering kali menjadi faktor pembatas produktivitas primer. Nitrogen
dan fosfor merupakan dua unsur yang paling sering membatasi pertumbuhan produsen primer Ahmad et al. 2005.
Tingginya kandungan nutrien di Muara Landipo, sangat menunjang kelimpahn fitoplankton yaitu 25 962,6 individuliter, sedang pada perairan
Tanjung Tiram sebesar 19 481,2 individuliter. Zat hara fosfat dan nitrat merupakan salah satu mata rantai makanan yang dibutuhkan dan berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di laut. Fitoplankton merupakan salah satu parameter biologi yang erat hubungannya dengan
kandungan zat hara. Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton tergantung kepada kandungan zat hara di perairan tersebut Nybakken 1992.
Kontribusi produksi detritus jenis R. apiculata di Muara Landipo dan Sonneratia alba di Tanjung Tiram memperlihatkan hubungan yang signifikan
terhadap kandungan nutrien nitrat dan fosfat dan kelimpahan fitoplankton. Konsentrasi kandungan nitrat dan fosfat yang tinggi sangat menunjang
pertumbuhan fitoplankton.
Fitoplankton dapat menghasilkan energi dan molekul yang kompleks jika tersedia bahan nutrisi yang paling penting adalah nitrat dan fosfat
Nybakken 1992.
Mohammad et al. 2008 mengemukakan bahwa pada dasarnya, serasah yang dihasilkan hutan mangrove antara lain mengandung N, P dan karbon C
yang tinggi dan akan terlarut dalam air sehingga dapat menunjang proses pertumbuhan fitoplankton. Selanjutnya dikemukakan bahwa di hutan mangrove
jenis Rhizophora mucronata dengan luas 57.1 ha, menghasilkan prodiksi serasah daun 1 119,16 kgha dapat menyumbangkan nutrien ke perairan sebesar 507.35
kg N per tahun, 21.90 kg P per tahun dan 25 121 kg C per tahun. Oleh karenanya, diduga terdapat hubungan yang erat antara N dan P
serasah dengan N dan P yang terdapat dalam air, produktivitas perairan dan jumlah individu fitoplankton. Kelimpahan fitoplankton dipengaruhi oleh kualitas
fisik maupun kimia perairan berupa sedimentasi, fluktuasi ketinggian air, unsur hara, logam berat, temperatur, pH, dan kandungan oksigen James 1979.
Ketersediaan fitoplankton dalam suatu perairan memegang peranan penting dalam rantai makanan.