Kontribusi energi isi lambung terhadap Hepato Somatik Indeks
Jumlah energi detritus dalam isi lambung tertinggi di Muara Landipo yaitu 1.03 kcalg, sedang di Tanjung Tiram sebesar 0.99 kcalg. Kandungan energi non
detritus di Muara Landipo 2.70 kcalg dan Tanjung Tiram sebesar 2.51 kcalg. Tingginya total energi pada isi lambung ikan belanak Muara Landipo,
sangat erat hubungannyan kontribusi detritus hutan mangrove di kawasan Muara Landipo yang terkait dengan kerapatannya yang tinggi. Dari aspek proses
dekomposisi serasah, di Muara Landipo jauh lebih cepat prosesnya dari Tanjung Tiram, hal ini karena nilai salinitas yang lebi rendah 30 ppt dan Tanjung
Tiram 30 ppt. Nga et al. 2006 mengemukakan bahwa tingkat dekomposisi dan pelepasan bahan organik lebih tinggi pada salinitas rendah 15-30 ppt
dibandingkan dengan air tawar 0 ppt atau pada salinitas tinggi 30- 35 ppt. Rendahnya salinitas ini mendukung populasi decomposer dalam proses
penguraian serasah mangrove, sehingga detritus pada Muara Landipo mengandung lebih banyak mikroorganisme yang tentunya akan meningkatkan
nilai gizi dari detritus tersebut yang menjadi makanan ikan belanak . Hasil pengukuran Hepato Somatik Indeks HSI ikan belanak muara sungai
Landipo yaitu sebesar 0.88 persen, di Tanjung Tiram sebesar 0.81 persen. Kontribusi detritus yang dimakan oleh ikan sebagai sumber energi akan
berpengaruh terhadap kualitas HSI ikan belanak. Ini memberikan indikasi status cadangan energi ikan belanak di muara
Landipo lebih memadai dibandingkan ikan belanak di tanjung Tiram yang HSI lebih kecil. Hal ini berkaitan dengan lingkungan perairan yang miskin atau
kurang hara makanan, ikan biasanya memiliki hati yang lebih kecil dengan energi yang lebih sedikit dicadangkan dalam hati.
6 KESIMPULAN
Ekosistem mangrove di pesisir utara Konawe Selatan berkontribusi dalam produksi detritus sebesar 10.5
– 15.9 tontahun, dengan estimasi nilai energi setara dengan 5.040
– 11.788 kilokalori. Isi lambung ikan belanak, Liza subviridis memperlihatkan komponen detritus sebagi sumbangan hutan
mangrove sebesar 55.51 – 62.17, dengan estimasi nilai energi setara dengan
0.99-1.03 kilokalori. Hal ini mengindikasikan bahwa hutan mangrove memberikan sumbangan detritus yang sangat potensial sebagai sumber makanan
dan energi untuk ikan belanak baik langsung maupun tidak langsung melalui rantai pangan detritus.
Kontribusi hutan mangrove sebagai pemasok detritus ditentukan oleh jenis mangrove dan kondisi lingkungan perairan. Kontribusi jenis Rhizophora
apiculata sebagai pemasok detritus lebih tinggi dari pada Sonneratia alba sebagai sumber makanan potensial untuk ikan belanak Liza subviridis di
pesisir utara Konawe Selatan. Detritus yang dihasilkan oleh jenis Rhizophora apiculata memiliki kandungan gizi dan energi lebih tinggi dari pada detritus
jenis Sonneratia alba di perairan pesisir Utara Konawe Selatan. Kontribusi detritus jenis Rhizophora apiculata dalam Faktor Kondisi, Gonado
Somatik Indeks dan Hepato Somatik Indeks ikan belanak Liza subviridis lebih baik dibanding detritus jenis Sonneratia alba di pesisir utara Konawe Selatan.
DAFTAR PUSTAKA
Abowei JFN, Davies OA, Eli AA. 2009. Study of the length –weight
relationship and condition factor of five fish species from Nkoro River, Niger Delta, Nigeria. Current Research. Journal of Biological Sciences 13:
94-98.
Adrim M, Hutagalung HP, Effendi L. 1988. Ikan tambak dan habitatnya. Pusat penelitian dan pengembangan oseanologi
– LIPI. Jakarta.
Affandi M. 1996. Produksi dan laju penghancuran serasah mangrove di hutan
alami dan binaan Cilacap, Jawa Tengah [tesis]. Bandung. Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.
Affandi R, Sjafei DS, Rahardjo MF, Sulistiono. 2009. Fisiologi Ikan. Pencernaan dan penyerapan makanan. IPB Press.
Ahmad DS, Indrowuryatno, Wiryanto, Kusumo W. 2005. potensi eutrofikasi kandungan nutrien pada sedimen tanah mangrove di Propinsi Jawa Tengah.
Enviro 5 1: 12-17. Aksornkoae S. 1993. Ecology and Management of Mangrove. IUCN, Bangkok,
Thailand. Alongi DM, Christoffersen P, Tirendi F. 1993. The influence of forest type on
microbial-nutrient relationships in tropical mangrove sediments. J Exp Mar Biol Ecol 171:201
–223. Alongi DM. 1996. The dynamics of benthic nutrient pools and fluxes in tropical
mangrove forests. J Mar Res 54:123 –148.
Alrasjid H. 1988. Jalur hijau untuk pengelolaan hutan mangrove pamanukan, Jawa Barat. Buletin Penelitian Hutan No.475.
American Public Health Association APHA. 1980. Standard methods for the examination of water and wastewater. 15. Aufl. Washington.
Ananda K, Sridhar KR, Raviraja NS, Baerlocher F. 2007. Breakdown of fresh and dried Rhizophora mucronata leaves in a mangrove of Southwest India.
Original Paper: Wetlands Ecol Manage. 112: 73-81 Anderson JM, Ingram JSI. 1993. Tropical soil biology and fertility. A Handbook
Method. CAB International, Wallingford, UK. Badrudin B, Samiono, Murtoyo TS. 2001. Species composition and diversity of
tidal trap net catches in the waters of Indragiri Hilir, Riau, Indonesia. Indon. Fish. Res. J. 7: 47
–52. Bano N, Nisa MU, Khan N, Saleem M, Harrison PJ, Ahmed SI, Azam F. 1997.
Significance of bacteria in the flux of organic matter in the tidal creeks of the mangrove ecosystem of the Indus river delta, Pakistan. Mar Ecol Prog
Ser 157:1 –12
Bengen DG, R Dahuri, Y Wardiatno. 1994. Pengaruh Buangan Lumpur Kolam Pelabuhan Tanjung Priok terhadap Perairan Pantai Muara Gembong,
Bekasi. PPLH, Lembaga Penelitian IPB, Bogor.
Bengen DG. 2000. Sinopsis Teknik pengambilan contoh dan analisis data biofisik sumberdaya pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Fakultas
Perikanandan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bengen DG. 2001. Sinopsis Teknik pengambilan contoh dan analisis data biofisik
sumberdaya pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Fakultas Perikanandan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Bengen DG. 2002. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian
Bogor. Bengen DG, Dutton LM. 2004. Interaction : mangrove, fisheries and forestry
management in Indonesia. Fishes and forestry.worldwide watershed interaction and management. Edit by T.G. Northcote and G.F. Hartman.
Blackwell Publishing company.
Berg B, McClaugherty C. 2008. Plant Litter; decomposition, humus formation, carbon sequestration. Springer, Berlin.
Blaber SJM. 1997. Fish and fisheries of tropical estuary. Chapman and Hall. London.
Boto KG, Wellington JT. 1984. Soil characteristics and nutrient status in NorthrnAuatralian mangrove forest. Estuaries. 7:61-69.
Boonruang P. 1984. The rate of degradation of mangrove leaves, Rhizophora apiculata BL and Avicenia marina FORSK Viere at Phuket Island,
Western Peninsula of Thailand.In E. Soepadmo, AN Rao dan DJ Macibthos. Proceeding of Asian Symposium on man grove
Environment Research and Management. Kualalumpur, June 1984.
Brotonegoro S, Abdulkadir S. 1978. Penelitian pendahuluan tentang kecepatan gugur daun dan penguraiannya dalam hutan bakau pulau Rambut.
Prosiding Seminar I Ekosistem Hutan Mangrove. Brown SM. 1984. Mangrove litter production and dynamics in Snedaker, C.S and
Snedaker, G.J. 1984. The Mangrove Ecosystem: Research Methods. On behalf of The UnsecoSCOR, Working Group 60 on Mangrove Ecology.
Chale FMM. 1993. Degradation of Mangrove Leaf Litter Under Aerobic Conditions. Hydrobiologia. 257: 177 - 183.
Chan EH. 1976. Some aspects to the biology and fishery on the gray Mullet Liza Subviridis Valenciennes, 1836 [tesis]. Univ. Sains Malaysia.
Chan EH, Chua TE. 1979. the food and feeding habits of greenback grey mullet, Liza subviridis Valenciennes, from different habitats and at various stages
of growth. Journal of Fish Biology. 15 2:165 –171.
Chapman VJ. 1976. Mangrove vegetation. J. Cramer Ed., Auckland University, New zealand.
Chong VC. Sesakumar A, Leh MUC, Cruz RD. 1990. The fish and prawn communities of a Malaysian coastal mangrove system, with comparisons to
adjacent mudflats and inshore water. Estuarine Coastal and Shelf Science. 31:703−722.
Clough BF, Boto, Attiwill. 1983. Mangrove and sewage: a re-evaluation, 188. In Hj Teas dan W Junk, eds. Biology and Ecology of mangrove, the hague.
Dahuri R. 2002. Integrasi Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional
Pengelolaan Ekosistem mangrove di Jakarta, 6-7 Agustus 2002 D’Croz L, Del Rosario J, Holness R. 1989. Degradation of red mangrove
Rhizophora mangle L. leaves in the Bay of Panama. Rev Biol Trop 37:101
–104 Effendie MI. 1984. Penilaian perkembangan gonad ikan belanak, Liza subviridis
Valenciennes, Di perairan muara sungai Cimanuk, Indramayu, bagi usaha pengadaan benih. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Effendie MI. 1979. Metode biologi perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. Effendie MI. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
Effendie MI. 2002. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. English S, Wilkinson C, Baker V. 1994. Survey manual for tropical marine
resources. ASEAN-Australia Marine Science Project. Australian Institute of Marine Science.Townsville.
Findlay RH, Fell JW, Coleman NK, Vestal JR. 1986. Biochemical indicators of the role of fungi and thraustochytrids in mangrove detrital systems. In:
Moss ST ed The biology of marine fungi. Cambridge University Press, Cambridge, pp 91
–104. Fujaya Y. 2004. Fisiologi ikan. Dasar PengembanganTehnik Perikanan. Rineka
Cipta. Jakarta. Ghobashy AE. 2009. Ecological and biological assessment of a wild mullet
fish frycollection station at the Egyptian Mediterranean Water. World Journal of Fish and Marine Sciences 1 4: 268-277.
Gonza´lez, GD Agu
¨
ero, C Aguero. 2004. Length –weight relationships of fish
species caught in a mangrove swamp in the Gulf of California Mexico. J Appl. Ichthyol. 20:105
–155. Gunarto. 2004. Konservasi mangrove sebagai pendukung sumberhayati perikanan
pantai. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Sulawesi Selatan. Jurnal Litbang Pertanian. 231.
Hamid N. 2006. Dinamika produktivitas ekosisitem mangrove pada Laguna Tasilaha Sulawesi Tengah [tesis]. Bandung. Program Pascasarjana, Institut
Teknologi Bandung. Hardjamulia A. 1987. Beberapa aspek pengaruh penundaan dan frekuwensi
pemijahan terhadap potensi produksi induk ikan mas Cyprinus carpo L [disertasi]. Bogor. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Hilmi E. 2003. Model penduga kandungan karbon pada pohon kelompok jenis Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. dalam tegakan hutan mangrove studi
kasus di Indragiri Hilir Riau [disertasi]. Bogor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Holguin G, Vazquez P, Bashan Y. 2001. The role of sediment microorganisms in the productivity, conservation, and rehabilitation of the mangrove
ecosystems: an overview. Biol Fertil Soils 33:265-278 Holmer M, Annemarie BO. 2002. Role of decomposition of mangrove and
seagrass detritus in sediment carbon and nitrogen cycling in a tropical mangrove forest. Marine Ecology. 230: 87
–101. James. 1979. The value of biological indicators in relation to other parameters
of water quality in biological indicators of water quality. John Willey and Sons. Great Britain.
Khazali M, Noor Y, Suryadiputra N. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia, Wetlands International Indonesia Programme, Jakarta
Kawaroe M. Bengen DG, Eidman M, Boer M. 2001. Kontribusi ekosistem mangrove terhadap struktur komunitas ikan di pantai utara Kabupaten
Subang, Jawa Barat. Jurnal Pesisir dan Laut 3 3: 13-26. KepMen LH. 2004a. Kriteria Baku Pedoman Penentuan Kerusakan
Mangrove. Keputusan Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004. Jakarta.
KepMen LH. 2004b. Baku Mutu Air Laut. Keputusan Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 51Tahun 2004. Kantor Menteri
Negara Lingkungan Hidup. Jakarta. Krebs CJ. 1989. Ecological methodology. Harper Coolins Publ. inc, New York.
Kriswantoro M, Sunyoto YA. 1986. Mengenal ikan laut. Penerbit BP. Karya Bani, Jakarta.
Kusmana C, Pradyatmika P, Husin YA, Shea G dan Martindale D. 2000. Mangrove litter-fall studies at the Ajkwa Estuary, Irian Jaya, Indonesia.
Indon J Trop Agric. 93:39-47. Landecker EM. 1996. Fundamentals of the Fungi. Benjamin-Cummings Pub Co.
United States. Laegdsgaard P, Johnson C. 2001. Why do juvenile fish utilise mangrove
habitats?. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology 257:229
–253. Lee SY. 1995. Mangrove outwelling: a review. Hydrobiologia 295: 203
–212. Legendre L, Legendre P. 1983. Numerical ecology. Elsevier Scientific
Publishing Company.
Lin HJ, Kao WY, Wang YT. 2007. Analyses of stomach contents and stable
isotopes reveal food sources of estuarine detritivorous fish in tropicalsubtropical Taiwan. Estuarine, Coastal and Shelf Science. 73:527-
537.
Lugendo BR, Nagelkerken I, van der Veld G, Mgaya YD. 2006. The importance of mangroves, mud and sand flats, and seagrass beds as feeding
areas for juvenile fishes in Chwaka Bay, Zanzibar: gut content and stable isotope analyses. Journal of Fish Biology.69:1639
–1661.
Lugo AE, SC Snedaker. 1974. The ecology of mangroves. Annual Review of Ecology and Systematics, Vol. 5: 39-64.
Lukman A, Santoso B, Fauzi R, Rosidah. 2006. Kondisi Fisik Biologi Pesisir Moramo, Konawe Selatan Sulawesi Tenggara. Limnotey 82: 12
– 20. Mason CF. 1977. Decomposition. Studies in Biology no.74.The Edward Arnold
Publ Ltd. Southmpton. London. Macnae W. 1968. A general account of the fauna and flora of mangrove swamps
and forests in the Indo-West-Pacific region. Adv. Mar. Biol. 6: 73-270. Melana DM, Atchue III J, Yao CE, Edwards R, Melana EE, Gonzales HI. 2000.
Mangrove Management Handbook. Departemen of Environment and Natural Resources, manila, Philippines through the Coastal Resource
Management Project, Cebu Citu, Philippines.
Mintardjo K, Sunaryanto A, Hermiyaningsih. 1985. Pedoman Budidaya Tambak. Dinas Perikanan. BBAP Jepara
Mohammad M, Soewardi K, Kusmana C, Hartrisari H, Damar A. 2008. Laju dekomposisi serasah mangrove dan kontribusinya terhadap nutrient di hutan
mangrove reboisasi. Jurnal penelitian perikanan. 21:19-25. Mulyadi A. 1998. Keragaman jenis gastropoda hutan mangrove perairan Pulau
Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau. Proseding Seminar VI Ekosistem Mangrove, Pekanbaru, 15-18 September 1998: 238-242.
Musfiroh I, Wiwiek I, Muchtaridi, Yudhi S. 2007. Analisis - karoten dalam proksimat dan penetapan kadar selai lembaran terung belanda
cyphomandra betacea sendtn. dengan metode spektrofotometri sinar tampak. Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran.
Nga BT, Roijackers R, Scheffer M. 2006. Effects of decomposition and nutrient
release of Rhizophora apiculata leaves on the mangrove-shrimp systems in the Camau Province Vietnam. International Symposium On Southeast
Asian Water Environment. Vol. 4, 2006.
Nirwani S. 1999. Produksi dan laju dekomposisi serasah mangrove dan hubungannya dengan struktur komunitas mangrove di Kaliuntu Kabupaten
Rembang Jawa Tengah [tesis]. Bogor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Nybakken JW. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. Alih Bahasa oleh Eidman M, Koesobiono, Bengen DG, Hutomo M, Sukardjo S. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Nontji A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
Odum WE. 1970. Utilization of the direct grazing and plant detritus food chains by the striped mullet Mugil cephalus. In J.H. Steele ed.. Marine food
chains. Oliver and Boyd, Edinburg. Odum EP. 1971. Dasar-Dasar Ekologi. Diterjemahkan Oleh T. Samingan. Gadjah
mada University press. Yogyakarta. Odum WE, Heald EJ. 1975. The detritus-based food web of an estuarine
mangrove community. In: Ronin LT ed Estuarine research. Academic Press, New York.
Patricia SR. 2002. Stomach content analysis of Mugil cephalus and Mugil curema Mugiliformes: Mugilidae with emphasis on diatoms in the Tamiahua
lagoon, México. Rev Biol Trop. 501:245-252. Pirzan AM, Gunarto, Daud R, Utoyo, Kabangnga N. 1999. Pemantapan budi
daya kepiting bakau untuk mengantisipasi dampak penangkapan di perairan Sungai Lamuru, Kabupaten Bone. Laporan Penelitian Balai
Penelitian Perikanan Pantai, Maros.
Pirzan AM, Rohama, Utojo, Burhanuddin, Suharyanto, Gunarto, Padda H. 2001. Telaah biodiversitas di kawasan tambak dan mangrove. Laporan Akhir
Proyek Inventarisasi dan Evaluasi Sumber Daya Perikanan Pesisir. Balai Penelitian Perikanan Pantai, Maros.
Prapaporn W, Premcharoen S, Janekitkarn S, Maneepitaksanti W. 1998. Food items and feeding habits of the greenback mullet, Liza subviridis
Valenciennes, 1836, in the mangrove areas surrounding Thachin estuary, Changwat Samut Sakhon. Congress on Science and Technology of
Thailand, Bangkok Thailand, 19-21 Oct 1998.
Proctor J. 1984. Tropical forest litter fall: 2. The Data Set. Tropical Rain Forest: Ecology and Management S. L. Sutton, T. C. Whitmore A. C. Chadwick
eds., pp. 83-113. Blackwell Scientific Publication, Oxford. Rahana AJ. 2005. Biomass litterfall and the composition rates for the fringed
Rhizophora forest lining the bon accord lagoon. Tobago. Revista biology tropical. 531.
Ramakrishnaiah CR, Sadashivaiah C, Ranggana G. 2009. Assesment of water quality indekx for the groundwater in Tumkur Taluk, karnata state, India.
E-Journal of chemistry. 62:113 –118.
Reichard M, Jurajda, Simkova, Matejusova I. 2002. Size-related habitat use by bitterling Rhodeussericeus in a regulated lowland river. Ecology of
Freshwater Fish 11:112 –122.
Ricker WE. 1975. Computation and Intrepetation of Biologycal Statistic of Fish Population. Bull Fish Res. Board. Chan.
Ridd PV, Wolanski E, Mazda Y. 1990. Longitudinal diffusion in mangrove fringed tidal creeks. Estuarine Coastal and Shelf Science 31:541-544.
Romimohtarto K, Juwana S. 2001. Biologi laut : ilmu pengetahuan tentang biota laut. Djambatan. Jakarta.
Sabri Y. 1997. Produksi serasah dan biomas hutan mangrove di desa Teluk Betung, Kabupaten Pesisir Selata [tesis]. Padang. Program Pascasarjana
Universitas Andalas.
Sediadi A, Pamudji. 1987. Penelitian kecepatan gugur mangrove dan
penguraiannya dalam hutan bakau di Teluk Ambon. Prosiding Seminar III Ekosistem Hutan Mangrove, 1986: hal 115-120.
Sediatama AD. 1987. Gizi. Dian Rakyat, Jakarta. Sesakumar A, Chong VC, Leh MU, Cruz RD. 1992. Mangrove as habitat for fish
and prawns. Hydrobiologia 247:195−207.
Snedaker SC. 1978. Mangroves: Their Value and Perpetuation. Nature and Resources 14 1: 6-13.
Soerojo. 1986. Struktur dan gugur serasah hutan mangrove di Kembang Kuning Cilacap. Prosiding Seminar III Ekosistim Hutan Mangrove, Lon-LIPI
Jakarta. Soeroyo. 1988. Faktor iklim terhadap produksi serasah mangrove. Meningkatkan
prakiraan dan pemanfaatan iklim untuk mendukung pengembangan pertanian tahun 2000. Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia.
Sukardjo S. 1994. Soils in the Mangrove Forest of the Apar Nature Reserve East Kalimantan. Indonesia. South East Asian Studies Vol. 32 No. 3
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Valk VD, Attiwill. 1984. Decomposition of leaf and root litter of Avecenia marina at water port Bay, Victoria, Australia. Aquatic Botany 18:205-221.
Tanti SRH, Djamali A, 2005. Pertumbuhan ikan terbang Hirundichthys oxycephalus di perairan Binuangeun, Banten. Jurnal Iktiologi Indonesia
52. Tomlinson PB. 1986. The botany of mangroves. Cambridge University Press,
Cambridge. Turner RE. 1977. Intertidal vegetation and commercial yields of penaeid shrimp.
Trans. Am. Fish. Soc. 106, 411 –416.
Yunasfi. 2006. Dekomposisi serasah daun Avicennia marina oleh bakteri dan fungi pada berbagai tingkat salinitas [disertasi]. Bogor. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Wada K. 1999.
Mangrove and its’ conflict paper submitting to The Australian National university, Canberra .
Wickstead JH. 1965. An introduction to the study of tropical plankton Hutchinson Tropical monografhs, Hutchinson and Co ltd London.
Zamroni, Rohyani. 2008. Produksi serasah hutan mangrove di perairan pantai Teluk Sepi, Lombok Barat. Biodiversitas 94:284-287.
Lampiran 1 Indeks Nilai Penting jenis vegetasi di setiap stasiun pengamatan
Muara Landipo Stasiun
Jenis INP
ML
1
Rhizophora stylosa 97.512
Rhizophora apiculata 151.523
Avicennia marina 50.965
ML
2
Rhizophora apiculata 172.551
Bruguiera gymnorhiza 75.870
Lumnitzera sp 51.580
ML
3
Rhizophora apiculata 192.522
Rhizophora stylosa 107.478
Tanjung Tiram Stasiun
Jenis INP
TT
1
Bruguiera gymnorhiza 59.821
Rhizophora apiculata 56.288
Sonneratia alba 183.891
TT
2
Sonneratia alba 157.485
Rhizophora Stylosa 64.820
Bruguiera gymnorhiza 77.695
TT
3
Sonneratia alba 177.044
Bruguiera gymnorhiza 65.722
Rhizophora apiculata 57.234
Lampiran 2 Kondisi hutan mangrove Muara Landipo yang didominasi jenis Rhizophora apiculta.
Lampiran 3 Kondisi hutan mangrove Tanjung Tiram yang didominasi jenis Sonneratia alba.
Lampiran 4 Produksi serasah tiap bulan pengamatan
Muara Landipo Stasiun
Jala Bulan Pengambilan
Rata rata gm
2
Mei Juni
Juli Agustus September Oktober
Serasah Detritus
ML1 1
53.15 65.62
35.93 62.38
51.68 49.26
2 49.53
47.15 61.54
47.45 60.34
69.15 3
55.35 67.95
49.65 58.83
35.47 45.67
rata rata 52.68
60.24 49.04
56.22 49.16
54.69 53.67
5.10
ML2 1
61.25 97.32
60.45 48.87
68.44 51.49
2 49.86
61.13 71.75
61.73 75.36
52.41 3
35.65 60.25
55.75 57.44
43.22 47.16
rata rata 48.92
72.9 62.65
56.01 62.34
50.35 58.86
5.59
ML3 1
50.62 69.32
49.45 52.95
73.61 62.36
2 45.41
53.63 57.15
61.44 37.41
56.41 3
58.46 47.75
46.23 47.05
48.15 68.13
rata rata 51.50
56.90 50.94
53.81 53.06
62.30
54.75 5.30
Tanjung Tiram
Stasiun Jala
Bulan Pengambilan Rata rata gramm
2
Mei Juni
Juli Agustus September Oktober
Serasah Detritus
TT1 1
33.25 35.21
35.65 42.32
41.28 29.28
2 25.52
32.35 51.23
42.46 20.14
43.17 3
35.32 45.35
46.75 37.27
45.22 35.72
rata rata 31.36
37.64 44.54
40.68 35.55
36.06 37.64
3.58
TT2 1
30.22 42.12
32.15 42.28
43.43 30.33
2 29.34
31.43 41.05
40.23 28.38
25.12 3
37.88 40.27
47.27 32.56
32.42 34.26
rata rata 32.48
37.94 40.16
38.36 34.74
29.90 35.60
3.38
TT3 1
40.32 25.35
29.12 43.75
37.64 45.27
2 37.45
32.68 30.31
42.8 39.49
31.54 3
28.69 37.22
37.48 22.25
52.75 48.25
rata rata 35.49
31.75 32.30
36.27 43.29
41.69 36.80
3.50
Lampiran 5 Laju dekomposisi 10 gram berat kering serasah di lokasi penelitian
Muara Landipo
Stasiun H a r i ke -
15 30
45 60
75 M
1
10 g 6.77
4.15 2.87
1.59 0.17
32.32 58.47
71.29 84.14
98.32 M
2
10 g 6.54
4.08 2.79
1.75 0.17
34.58 59.19
72.07 82.48
98.28 M
3
10 g 6.87
4.21 2.97
1.62 0.15
31.26 57.88
70.34 83.76
98.54 Rata- Rata g
6.73 4.15
2.88 1.65
0.16 32.72
58.51 71.23
83.46 98.38
Tanjung Tiram
Stasiun H a r i ke -
15 30
45 60
75 T
1
10 g 7.49
5.27 3.63
1.90 0.74
25.08 47.29
63.75 81.05
92.58 T
2
10 g 7.29
5.40 3.40
1.73 0.80
27.14 45.97
66.04 82.73
92.02 T
3
10 g 6.88
4.98 3.49
1.84 0.69
31.23 50.24
65.13 81.57
93.09 Rata- rata g
7.23 5.26
3.50 1.82
0.74 27.82
47.83 64.93
81.73 92.53
Lampiran 6 Hasil pengukuran kualitas air dan sedimen di lokasi penelitian
Muara Landipo
Stasiun Suhu
o
C pH
Salinitas
ppt O
2
mgl Nitrat
mgl Fosfat
mgl BO
sedimen
MP
tersuspensi
mgl ML
1
27.92 7.10 26.50
6.77 0.0043 0.0369
2.81 202.33
ML
2
27.92 7.20 25.80
7.03 0.0049 0.0371
2.81 206.00
ML
3
28.50 7.30 25.70
6.87 0.0045 0.0370
2.81 203.83
Rataan 28.11 7.20
26.00 6.89
0.0046 0.0370 2.81
204.05
Tanjung Tiram
Stasiun Suhu
o
C pH
Salinitas ppt
O2 mgl
Nitrat mgl
Fosfat mgl
BO sedimen
MP
tersuspensi
mgl TT
1
29.33 7.50 31.50
5.52 0.0034
0.0313 1.536
101.00 TT
2
29.83 7.50 31.33
5.70 0.0035
0.0314 1.536
105.00 TT
3
29.33 7.50 31.50
5.52 0.0033
0.0313 1.537
103.33
Rata rata
29.50 7.50 31.44
5.58 0.0034
0.0313 1.536
103.11
Lampiran 7 Kelimpahan fitoplankton Individuliter setiap bulan pengamatan
Lokasi Stasiun
Bulan Pengamatan rata rata
Mei Juni
Juli Agustus
September Oktober
Muara Landipo
ML
1
21103.2 21433.6
32109.2 19283.5
31502.7 35641.3
26845.6 ML
2
27735.7 31167.3
27352.9 26261.2
26367.1 25883.2
27461.2 ML
3
24852.2 20872.5
21425.6 30371.6
19691.4 24272.9
23581.0 Rata rata
24563.7 24491.1
26962.6 25305.4
25853.7 28599.1
25962.6
Tanjung Tiram
TT
1
18686.8 20884.3
22964.2 23351.7
20522.1 19442.7
20975.3 TT
2
18441.3 12962.5
18297.4 21156.2
19732.1 20634.2
18537.3 TT
3
12981.6 19952.6
20729.2 19387.3
24362.2 16173.5
18931.1 Rata rata
16703.2 17933.1
20663.6 21298.4
21538.8 18750.1
19481.2
Lampiran 8 Rata rata nilai Faktor Kondisi FK dan jumlah ikan sampel yang diukur
Muara Landipo
Bulan n
Kisaran Rata rata
Mei 44
0.725 5.210 2.965± 0.946
Juni 40
2.526 12.922 4.134± 1.867
Juli 45
1.858 5.508 3.093± 0.796
Agustus 54
1.200 6.334 7.374± 0.939
September 32
2.321 6.572 3.854± 0.930
Oktober 40
1.094 5.919 3.498± 0.983
Tanjung Tiram Bulan
n Kisaran
Rata rata Mei
41 1.095
1.393 1.248 ± 0.071
Juni 22
1.372 1.955
1.542 ± 0.172 Juli
37 0.917
1.814 1.303 ± 0.161
Agustus 28
1.226 1.557
1.364 ± 0.081 September
28 1.027
1.612 1.414 ± 0.116
Oktober 23
2.038 5.806
3.270 ± 0.904
Lampiran 9 Data distribusi panjang ikan yang tertangkap selama penelitian
Muara Landipo
interval kelas cm
Mei Juni
Juli Agustus
Sept Oktober Jumlah
8.3 8.3
1 1
1 3
10.2 10.2
12.1 12.1
11 9
12 13
8 15
68 14
14.0 21
20 27
31 17
16 132
15.9 15.9
7 8
6 7
5 6
39 17.8
17.8 4
3 2
2 2
3 16
19.7 19.7
21.6 21.6
1 1
23.5 23.5
1 1
Total 44
42 47
54 32
41 260
Tanjung Tiram
interval kelas cm
Mei Juni
Juli Agustus
Sept Oktober Jumlah
8.3 10.2
3 1
4 10.3
12.2 1
1 3
1 6
12.3 14.2
12 4
21 7
13 15
72 14.3
16.2 20
9 9
16 8
5 67
16.3 18.2
8 2
1 5
3 2
21 18.3
20.2 6
1 7
20.3 22.2
1 1
22.3 24.2
1 1
2 N
41 22
37 29
28 23
180
Lampiran 10 Komposisi makanan ikan belanak Liza subviridis di lokasi penelitian
Komposisi Makanan Oi
Vi Oi x Vi
IP ML
TT ML
TT ML
TT ML
TL Detritus
34.2 29.39
46.13 43.98
1577.4 1292.6
62.17 55.51
Foraminifera 5.65
8.73 1.06
4.26 6
37.2 0.24
1.6 Alga
15.31 16.5
3.83 4.33
58.6 71.5
2.31 3.07
Diatom 20.92
19.02 2.25
2.64 47.1
50.2 1.85
2.16 Copepoda
1.29 1.35
0.77 0.43
1 0.6
0.04 0.02
Pasir 21.54
22.59 38.98
38.13 839.5
861.3 33.09
36.99 Moluska
1.11 2.43
6.99 6.23
7.7 15.1
0.3 0.65
Keterangan : ML : Muara Landipo
TT : Tanjung Tiram
Oi : Presentase frekuensi kejadian 1 macam makanan
Vi : Persentase volume satu macam makanan
IP : Index of Propederance Indeks bagian terbesar
Lampiran 11 Nilai rata rata variable lingkungan perairan pada setiap stasiun yang digunakan dalam Analisis Komponen Utama
Stasiun Suhu
o
C pH
Salinitas ppt
O2 mgl
Nitrat mgl
Fosfat mgl
BO MPT
Fitoplankton
indl KM
indm
2
Serasah gm
2
bln Detritus
gm
2
bln
ML
1
28.00 7.10
26.00 6.770
0.0043 0.0369
2.81 202.33
26845.60 0.16
53.67 4.20
ML
2
28.00 7.20
25.00 7.030
0.0049 0.0371
2.81 206.00
27461.20 0.14
58.86 4.70
ML
3
29.00 7.30
25.00 6.870
0.0045 0.0370
2.81 203.83
23581.00 0.14
54.75 4.30
TT
1
20.00 7.50
31.00 5.520
0.0034 0.0313
1.54 101.00
20975.30 0.12
37.64 3.00
TT
2
30.00 7.50
31.00 5.700
0.0035 0.0314
1.54 105.00
18537.30 0.15
35.60 2.80
TT
3
30.00 7.50
32.00 5.520
0.0033 0.0313
1.54 103.33
18931.10 0.13
36.80 2.90
ML = Muara Landipo TT = Tanjung Tiram
Lampiran 12 Indeks kualitas lingkungan IKL, parameter Fisika, kimia dan biologi perairan Lokasi Penelitian
Variabel Satuan
Bobot wi
Si
Wi=wi∑wi
Ci qi = Ci Six100
SIi=Wi x qi ML
TT ML
TT ML
TT FISIKA
suhu air °C
5 29
0.05 28.11
29.5 97
102 4.85
5.09 MPT
ppm 5
80 0.05
204.05 103.11
704 355.55
35.181 17.778
KIMIA
Salinitas o
7.5 28
0.075 26
31.44 90
108 6.724
8.131 BO
m 7.5
2.800 0.075
2.812 1.536
9.697 5.297
0.727 0.397
Nitrat ppm
7.5 0.008
0.075 0.0046
0.0034 0.0159
0.0117 0.0012
0.0009 Fosfat
ppm 7.5
0,015 0.075
0.037 0.0313
0.128 0.108
0.010 0.008
DO 7.5
5 0.075
6.89 5.58
23.76 19.241
1.782 1.443
pH -
7.5 7
0.075 7.2
7.5 24.8
25.8 1.9
1.9
BIOLOGI
Vegetasi indm
2
15 0.15
0.15 0.15
0.10 0.52
0.34 0.08
0.05 Serasah
gm
2
15 208
0.15 55.76
36.68 192.28
126.48 28.84
18.97 Plankton
indl 15
25962.6 0.15
25962.6 19481.2
100 100
15 15
Jumlah 100
IKL =∑SI 95.05
68.80 Keterangan :
ML, Muara Landopo. TT, Tanjung Tiram. Ci, nilai parameter. Si, standar nilai parameter optimum. Wi, Bobot relative.
Wi, bobot masing-masing parameter. qi, skala kualitas. Sii, Subindeks. IKL, Indeks Kualitas Lingkungan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. No. 5 1 Tahun 2004. Tentang : Baku Mutu Air Laut. 2004. 11 hal. Soerojo 1986
Kepmen LH Nomor : 201 Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku Dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove
Lampiran 13 Hasil Analisis Komponen Utama Karakteristik Lingkungan Perairan A. Semi maktiks korelasi antar variable
B. Akar ciri dan persentase ragam pada lima sumbu utama F1 – F5
C. Korelasi antar variavel dan lima sumbu utama F1 – F5
D. Kualitas representasi kosinus kuadrat dari setiap stasiun penelitian pada lima sumbu utama F1 – F5
A
Suhu pH
Salinitas O2
Nitrat Fosfat
BO MPT
Plankton KM
Serasah Detritus Suhu
1 pH
0.988
1 Salinitas
0.900 0.921
1 O2
-0.912 -0.933
-0.992 1
Nitrat
-0.890 -0.892
-0.974 0.983
1 Fosfat
-0.935 -0.957
-0.990 0.992
0.959 1
BO -0.939
-0.961 -0.988
0.989 0.953
1.000 1
MPT
-0.934 -0.957
-0.989 0.993
0.959 1.000
1.000
1 Plankton
-0.978 -0.969
-0.900 0.905
0.902 0.915
0.916 0.912
1 KM
-0.406 -0.528
-0.468 0.523
0.422 0.515
0.516 0.522
0.414 1
Serasah -0.950
-0.950 -0.984
0.987 0.982
0.987 0.985
0.986 0.939
0.411 1
Detritus
-0.948 -0.943
-0.980 0.983
0.984 0.980
0.977 0.979
0.941
0.387
0.999
1
B
F1 F2
F3 F4
F5 Akar ciri
10.833 0.799
0.272 0.074
0.021 Varians
90.279 6.661
2.268 0.620
0.172
C
F1 F2
F3 F4
F5 Suhu
0.917 0.010
0.068 0.001
0.003 pH
0.945 0.001
0.050 0.004
0.000 Salinitas
0.967 0.001
0.024 0.000
0.007 O2
0.981 0.001
0.018 0.000
0.000 Nitrat
0.938 0.008
0.027 0.026
0.001 Fosfat
0.989 0.000
0.004 0.007
0.000 BO
0.987 0.000
0.003 0.010
0.000 MPT
0.988 0.001
0.005 0.006
0.000 Plankton
0.901 0.009
0.068 0.017
0.006 KM
0.260 0.738
0.000 0.002
0.000 Serasah
0.985 0.012
0.002 0.000
0.001 Detritus
0.976 0.019
0.002 0.002
0.001
D
SumbuKomponen Utama Stasiun
F1 F2
F3 F4
F5 ML
1
0.861 0.093
0.044 0.002
0.000 ML
2
0.957 0.031
0.000 0.011
0.001 ML
3
0.884 0.014
0.086 0.016
0.000 TT
1
0.877 0.109
0.010 0.000
0.004 TT
2
0.839 0.136
0.019 0.005
0.000 TT
3
0.980 0.005
0.005 0.004
0.005
Lampiran 14 Hasil Analisis Faktorial Koresponden antara produksi detritus dengan stasiun
A. Tabel akar ciri dan prosentase varians ragam dari 5 sumbu
F1 F2
F3 F4
F5 Akar ciri λ
0.00038 0.00004
0.00000 0.00000
0.00000 Varians
90.547 9.015
0.367 0.061
0.008 B.
Tabel kualitas refresentase kosinus kuadrat dan kontribusi relatif untuk stasiun dari 2 sumbu utama disajikan pada kolom 1 dan 2 dari setiap
sumbu
Variabel F1
F2
Suhu 0.735
8.05 0.263
28.96 pH
0.740 1.94
0.258 6.81
Salinitas 0.856
18.76 0.142
31.21 O2
0.139 0.06
0.834 3.36
Nitrat 0.036
0.00 0.636
0.00 Fosfat
0.343 0.00
0.655 0.02
BO 0.947
0.64 0.049
0.33 MPT
0.968 67.44
0.031 21.84
Fitoplankton 0.708
0.23 0.292
0.95 KM
0.330 0.01
0.391 0.14
Serasah 0.745
2.67 0.167
6.02 Detritus
0.730 0.20
0.130 0.36
Lampiran 15 Karakteristik ikan belanak yang tertangkap di perairan Muara Landipo
Lampiran 16 Karakteristik ikan belanak yang tertangkap di perairan Tanjung Tiram
ABSTRACT
MUHAMMAD RAMLI. Contribution of Mangrove Ecosystems as Food Suppliers of Greenback mullet Liza subviridis on the north coast Waters
of South Konawe, Southeast Sulawesi. Supervised by DIETRIECH G BENGEN, RICHARDUS F. KASWADJI and RIDWAN AFFANDI.
The most important ecological functions of mangrove forests are nutrient cycles and energy flows. Mangrove litter fall in the water decomposed by
microorganisms that produce nutrients partly in the form of particles of litter detritus are utilized by fish, shrimp and crabs as food Bengen 2000; Bengen
and Dutton 2004. Mangrove leaf is the largest part of litter primary production available to
consumers contributed significantly to the food chain in the coastal fishery resources Lee 1995; Ananda et al. 2007; Berg and McClaugherty 2008. The
amount and quality of the mangrove detritus are based on the dominant mangrove species in the ecosystem. A kind of fish that make use of detritus in a mangrove
ecosystem as a food source energy is the Greenback mullet L.subviridis from mugilidae family.
This study aims to determine the contribution of mangrove forests as a detritus supplier served as food and energy sources of mullet L. subviridis on the north
coast of South Konawe. The research was carried out for six months from May - October 2011 on the
north coast of South Konawe Southeast Sulawesi, covering Landipo Estuaryne waters and Oyster Cape. Data collection of mangrove species at each stationwas
was done using Line transect plots with a size of 10 mx 10 m for tree and 5m x 5m for the pups Bengen 2001.
Production of detritus derived from mangrove litter was carried out by inserting as many as 10 grams of leaf litter in litter bags measuring 20 cm x 30 cm made of
nylon with a mesh size of 2 mm. Then, the bags were put into other plastic bags with small holes in some parts so the waste products of decomposition in the bag
will not go out making calsulation easy. The fish were collected using varying mesh size of monofilament gill nets.
Biological parameters measured were feeding habits, condition factor, hepto and Gonado somatic index.
Macronutrients of the detritus were determined by proximate analysis. Variations in water chemistry and physics variables were analyzed using Principal
Component Analysis PCA. Distribution of detritus production between stations were analyzed using Correspondent Analysis CA Lagendre and Lagendre 1983;
Bengen 2000. The results showed that the total energy generated by Rhizophora apiculata
detritus was greater than Sonneratia alba detritus. Detritus of Rhizophora apiculata contribute better to the condition factor, Gonado and Hepato-Somatic
Index of mullet fish Liza subviridis than detritus of Sonneratia alba on the north coast of South Konawe.
Key word : Mangrove ecosystem, vegetation, detritus, food, mullet.