Pola Pertumbuhan Faktor Kondisi

Faktor Kondisi serta distribusi kisaran kelas panjang dan jumlah ikan sampel yang terkumpul selama penelitian, ditampilkan pada Lampiran 8 dan 9. Nilai faktor kondisi ikan belanak yang dikumpulkan selama penelitian, ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7 Rata rata faktor kondisi ikan belanak setiap bulan pengamatan di Muara Landipo dan Tanjung Tiram Bulan Muara Landipo Tanjung Tiram Mei 2.965 ± 0.946 1.248 ± 0.071 Juni 4.134 ± 1.867 1.542 ± 0.172 Juli 3.093 ± 0.796 1.303 ± 0.161 Agustus 7.374 ± 0.939 1.364 ± 0.081 September 3.854 ± 0.930 1.414 ± 0.116 Oktober 3.498 ± 0.983 3.270 ± 0.904 Gambar 16 Persentase detritus dan non detritus terhadap nilai FK dan Gonado Somatik Indeks GSI ikan belanak di Tanjung Tiram. Gambar 15 Persentase detritus dan non detritus terhadap nilai FK dan Gonado Somatik Indeks GSI ikan belanak di Muara Landipo.

4.5.6 Gonado Somatik Indeks

Nilai Gonado Somatik Indeks GSI yaitu suatu nilai dalam persen sebagai hasil dari perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk gonad dan dikalikan 100. Perhitungan GSI dari 114 ekor ikan belanak di Muara Landipo dan 97 ekor dari Tanjung Tiram disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Rata rata nilai Gonado Somatik Indeks di Muara Landipo dan Tanjung Tiram Bulan Muara Landipo Tanjung Tiram Mei 5.485 ± 2.327 4.237 ± 1.837 Juni 3.902 ± 1.674 3.038 ± 1.553 Juli 5.708 ± 1.539 4.804 ± 1.911 Agustus 5.100 ± 2.002 4.168 ± 2.105 September 4.960 ± 2.045 5.611 ± 1.722 Oktober 5.193 ± 1.831 4.420 ± 1.521

4.5.7 Hepato Somatik Indeks

Hepato Somatik Indeks HSI didefinisikan sebagai rasio berat hati terhadap berat badan. Nilai HSI dilokasi penelitian, ditampilkan pada Tabel 9. Tabel 9 Rata rata Hepato Somatik Indeks ikan belanak di Muara Landipo dan Tanjung Tiram Bulan Muara Landipo Tanjung Tiram Mei 0.921 ± 0.323 0.826 ± 0.195 Juni 1.026 ± 0.317 0.887 ± 0.139 Juli 0.901 ± 0.280 0.606 ± 0.299 Agustus 0.835 ± 0.295 0.795 ± 0.201 September 0.869 ± 0.239 0.968 ± 0.235 Oktober 0.802 ± 0.302 0.694 ± 0.366 5 PEMBAHASAN

5.1 Struktur Vegetasi Mangrove

Tingkat kerapatan mangrove Muara Landipo sebesar 2 804 individuha, dimana jenis Rhizophora apiculata memiliki Indeks Nilai Penting INP tertinggi yaitu 241 dari 3 jenis mangrove yang ditemukan di lokasi tersebut. Tanjung Tiram memiliki kerapatan 2 300 individuha, dengan Indeks Nilai Penting tertinggi jenis Sonneratia alba yaitu 172.09, dibanding 2 jenis lainnya yang ditemukan di lokasi tersebut. Tingginya kerapatan vegetasi di Muara Landipo, erat kaitannya dengan letaknya yang berada pada muara yang relatif terlindung, ada suplai air tawar secara periodik dengan tipe dasar perairannya berlumpur sehingga sangat mendukung pertumbuhan bakau. Bengen 2000 mengemukakan bahwa hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur, seperti pada Muara Landipo. Kehadiran Rhizophora apiculata dengan INP 241 dari semua jenis mangrove di Muara Landipo, menjadi alasan yang kuat bahwa jenis Rhizophora apiculata memegang peran penting secara ekologis, seperti produksi detritus sebagai sumber makanan dan energi untuk ikan belanak peningkatan kesuburan perairan di ekosistem mangrove Muara Landipo. Sonneratia alba dengan indeks nilai penting sebesar 172.09, kontribusinya secara ekologis lebih dominan di perairan Tanjung Tiram.

5.2 Produksi dan Kontribusi Serasah

Produksi serasah di Muara Landipo yaitu sebesar 55.76 gramm 2 bulan atau setara 6.70 tonhatahun. Kontribusi terbesar adalah jenis Rhizophora apiculata, dengan indeks nilai penting sebesar 240.45. Hutan mangrove perairan Tanjung Tiram menghasilkan serasah sebesar 36.68 gramm 2 bulan atau setara dengan 4.40 tonhatahun, dengan penyumbang serasah terbesar adalah jenis Sonneratia alba, dengan indeks nilai penting sebesar 172.09.