1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia di samping terus tumbuh dan
berkembangnya sektor-sektor lain. Hal ini tentu sudah sepantasnya mengingat istilah sebagai negara agraris begitu melekat pada negara Indonesia. Data dari
Badan Pusat Statistik BPS yang menunjukkan Produk Domestik Bruto PDB negara Indonesia tahun 2006 sampai 2011 seperti yang terlihat pada pada Tabel 1.
semakin menguatkan pendapat bahwa sektor pertanian merupakan sektor penting bagi perekonomian di negara Indonesia. Dari tahun ke tahun, persentase PDB
yang berasal dari sektor pertanian selalu berada di posisi tiga terbesar dibandingkan dengan sektor lainnya. Dapat dilihat pada Tabel 1. bahwa walaupun
terlihat cenderung mengalami penurunan dibandingkan dengan nilai pada tahun 2006, distribusi PDB sektor pertanian pada tahun 2011 masih menempati posisi
ketiga terbesar setelah sektor industri pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 12,7 persen dari seluruh PDB nasional yang dihasilkan.
Tabel 1. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006 – 2010
No Lapangan Usaha
2006 2007
2008 2009
2010 2011
1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan
Perikanan 14,2 13,8 13,7 13,6 13,2 12,7
2 Pertambangan dan Penggalian 9,1 8,7 8,3 8,3 8,1 7,7
3 Industri Pengolahan 27,8 27,4 26,8 26,2 25,8 25,7
4 Listrik, Gas Air Bersih 0,7 0,7 0,7 0,8 0,8 0,8
5 Konstruksi 6,1 6,2 6,3 6,4 6,5 6,5
6 Perdagangan, Hotel Restoran 16,9 17,3 17,5 16,9 17,3 17,8
7 Pengangkutan dan Komunikasi 6,8 7,2 8,0 8,8 9,4 9,8
8 Keuangan, Real Estate Jasa
Perusahaan 9,2 9,3 9,5 9,6 9,6 9,6
9 Jasa-jasa 9,2 9,3 9,3 9,4 9,4 9,4
Produk Domestik Bruto 100,0
100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Produk Domestik Bruto Tanpa Migas
92,2 92,7 93,1 93,5 93,8 94,3
Keterangan : Angka Sementara, Angka Sangat Sementara
Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia 2012
1 1
Badan Pusat Statistik. 2012. http:www.bps.go.id [diakses 20 Februari 2012]
2 Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor dalam sektor
pertanian yang memiliki perkembangan cukup baik. Hortikultura terdiri dari tanaman buah-buahan, sayuran, bunga, tanaman hias dan juga termasuk tanaman
obat. Subsektor tanaman hortikultura dapat dikatakan sebagai salah satu subsektor yang sangat prospektif dan berperan penting dalam sektor pertanian. Hal ini
merupakan suatu hal yang wajar mengingat dari subsektor ini banyak dihasilkan sumber bahan makanan seperti buah-buahan dan sayuran. Baik buah-buahan
maupun sayuran dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat karena diketahui mengandung banyak vitamin dan mineral yang banyak dibutuhkan oleh manusia.
Selain itu, secara geografis negara Indonesia juga sangat mendukung untuk dikembangkannya berbagai jenis tanaman buah-buahan tropis dan berbagai jenis
sayuran. Dalam Evaluasi Kinerja Tahun 2011 dan Rencana Perbaikan Kinerja
Tahun 2012 oleh menteri pertanian yang diterbitkan departemen pertanian disebutkan bahwa tahun 2011 produksi komoditi hortikultura rata-rata mengalami
peningkatan. Seperti buah, sayur, tanaman obat dan melati setiap tahun mengalami peningkatan masing-masing sebesar 5,32, 3,99, 4,06, dan 5,28
persen.
2
Hal ini menunjukkan suatu perkembangan yang baik bagi subsektor hortikultura. Peningkatan produksi yang telah berlangsung ini bisa juga dijadikan
sebagai pemacu untuk lebih meningkatkan produksi tanaman hortikultura di waktu yang akan datang.
Salah satu komoditi subsektor hortikultura yang bernilai tinggi dan sangat dikenal masyarakat Indonesia adalah cabai. Cabai yang termasuk dalam kelompok
tanaman sayuran ini dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia yang berasal dari seluruh penjuru tanah air dari Sabang sampai Merauke. Kekhasan
masakan Indonesia dengan cita rasa pedas dan kekayaan warisan kuliner yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan salah satu faktor yang membuat cabai
banyak dikonsumsi di Indonesia. Kebutuhan yang tinggi akan cabai ini mengharuskan negara Indonesia untuk dapat menghasilkan cabai dalam jumlah
yang tinggi agar dapat memenuhi seluruh kebutuhan konsumen cabai di tanah air.
2
Kementrian Pertanian. 2012. Evaluasi Kinerja Tahun 2011 dan Rencana Perbaikan Kinerja Tahun 2012. http:www.deptan.go.id [diakses 21 Februari 2012]
3 Konsumsi masyarakat Indonesia yang tinggi terhadap cabai didukung pula
oleh kemampuan masing-masing daerah untuk memproduksi dan menghasilkan cabai tersebut. Kekayaan sumberdaya alam Indonesia membuat hampir semua
daerah, baik di pulau Jawa, Sumatera, dan pulau–pulau lainnya bisa menghasilkan cabai. Meskipun tidak jarang ditemukan suatu daerah yang mampu memproduksi
cabai masih harus memasok cabai dari daerah lain untuk memenuhi kebutuhan daerah. Hal ini terjadi karena jumlah hasil produksi suatu daerah belum mampu
memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat terhadap komoditi cabai tersebut. Saat ini daerah yang paling banyak memproduksi cabai atau dapat dikatakan sebagai
penghasil cabai terbesar di Indonesia berlokasi di pulau Jawa tepatnya di Jawa Barat. Penghasil cabai terbesar kedua setelah Jawa Barat adalah Sumatra Utara
yang diikuti oleh daerah Jawa tengah, Jawa Timur, Aceh dan daerah – daerah lainnya. Tabel 2. menunjukkan data produksi tanaman cabai menurut provinsi
berdasarkan daerah penghasil cabai terbesar. Tabel 2. Jumlah Produksi Cabai Setiap Provinsi-provinsi di Indonesia Tahun
2007-2011 Ton
No Lokasi
Jumlah Produksi Cabai ton 2007
2008 2009
2010 2011
1 Jawa Barat
184.764 168.101
209.265 166.691
195.383 2
Jawa Timur 73.776
63.033 65.767
71.565 73.656
3 Sumatera Utara
112.843 116.977
124.422 154.694
197.826 4
Jawa Tengah 91.150
100.083 139.993
134.572 117,341
5 Aceh
26.422 30.765
20.727 35.324
23.816 6
Daerah Lain-lain 187.873
216.748 227.259
244.314 249,169
TOTAL 676.828
695.707 787.433
807.160 857.191
Keterangan : Angka Sementara
Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura 2012
3
Selain menunjukkan provinsi penghasil cabai tertinggi, dari data yang ditunjukkan pada Tabel 2. dapat pula diketahui bahwa jumlah produksi cabai di
Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang sangat tinggi. Tingginya tingkat produksi cabai ini bisa jadi menjadi sebuah indikator yang
menunjukkan tingginya minat masyarakat dalam mengkonsumsi cabai. Banyak petani cabai di Indonesia yang menyadari tingginya kebutuhan cabai, sehingga
3
Direktorat Jendral Hortikultura. 2011. http:www.hortikultura.go.id [20 Januari 2012]
4 produksi cabai ditingkatkan agar terpenuhi semua kebutuhan masyarakat.
Disamping itu tanaman cabai sendiri memang merupakan salah satu komoditi hortikultura yang sangat prospektif dan dapat memberikan keuntungan yang tinggi
jika diusahakan. Seperti hasil penelitian tentang kelayakan usahatani cabai merah keriting yang dilakukan oleh Siregar 2011. Hasil penelitian yang dilakukan pada
petani cabai merah keriting sebagai responden di Desa Citapen secara umum memperlihatkan bahwa usahatani cabai merah keriting sangat menguntungkan dan
layak untuk diusahakan. Dilihat dari nilai RC atas biaya tunai dan RC atas biaya total menunjukkan nilai yang lebih dari satu, yakni sebesar 2,65 dan 2,46. Artinya
adalah bahwa penerimaan yang diperoleh petani responden dalam mengusahakan cabai merah keriting dapat menutupi biaya usahatani yang dikeluarkan.
Satu hal yang sangat penting terkait dengan komoditi cabai merah yaitu pengaruhnya terhadap perekonomian di Indonesia. Cabai merah merupakan salah
satu jenis komoditi strategis di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari besarnya tingkat permintaan masyarakat terhadap cabai merah. Fluktuasi harga dan pasokan
cabai merah secara cepat mempengaruhi harga-harga pada komoditi lainnya. Hal ini menjadikan cabai merah termasuk dalam sepuluh besar komoditi yang
menyumbangkan inflasi seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik 10 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Indonesia Tahun 2010
Sumber : Sekretariat Negara Indonesia 2011
4 4
Sekretariat Negara Indonesia. 2011. http:www.setneg.go.id [diakses 14 Maret 2012]
5 Sama halnya dengan komoditas pertanian lainnya, pasokan cabai sangat
dipengaruhi oleh jumlah produksi yang bisa dihasilkan oleh masing-masing daerah penghasil. Jumlah cabai yang tersedia di pasar tidak selalu sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Terkadang pasokan cabai yang tersedia bisa melebihi kebutuhan konsumsi masyarakat, tetapi tidak jarang pula jumlah cabai yang
tersedia bahkan lebih sedikit dari kebutuhan masyarakat yang sebenarnya. Ketidakseimbangan antara jumlah cabai yang tersedia dengan jumlah yang
dibutuhkan konsumen sering menjadi sumber permasalahan dalam pasar cabai. Permasalahan utama yang terjadi karena ketidakseimbangan ini adalah tingkat
harga yang tidak menentu berfluktuasi. Dilihat dari besarnya pengaruh cabai merah pada perekonomian Indonesia seperti yang terlihat pada Gambar 1.
tentunya fluktuasi harga cabai menjadi satu permasalahan penting dalam perekonomian di Indonesia.
Ada banyak hal yang bisa menyebabkan ketidaksesuaian jumlah penawaran dan permintaan cabai masyarakat. Hal ini bisa disebabkan oleh tidak
stabilnya jumlah cabai yang tersedia atau juga karena jumlah kebutuhan masyarakat yang fluktuatif. Yang jelas hal ini akan berdampak pada harga cabai
menjadi tidak stabil. Grafik yang ditunjukkan pada Gambar 2. menunjukkan fluktuasi yang terjadi pada harga cabai di Indonesia sepanjang tahun dari tahun
2008 hingga akhir tahun 2011.
Gambar 2. Perkembangan Rata-rata Harga Cabai Nasional Tahun 2008-2011
Sumber : Kementerian Perdagangan Republik Indonesia 2012
6 Grafik perkembangan harga cabai yang terlihat pada Gambar 2.
mengindikasikan adanya ketidakseimbangan pada pasar cabai nasional. Ketidakseimbangan pasar ini bisa berasal dari jumlah penawaran dapat dilihat dari
jumlah pasokan cabai merah yang tersedia di pasar sebagai representasi dari jumlah penawaran cabai merah. Penawaran menyebabkan ketidakseimbangan
pasar komoditi cabai tidak stabil karena terkadang jumlahnya terlalu tinggi atau sebaliknya jumlah penawaran sangat rendah. Selain dari sisi penawaran yang
terlihat dari jumlah pasokan, ketidakseimbangan pasar cabai bisa juga berasal dari sisi permintaan. Pada waktu-waktu tertentu permintaan cabai sangat tinggi dan
pada waktu berbeda permintaan cabai stabil kembali atau menjadi lebih sedikit. Salah satu faktor yang menyebabkan jumlah pasokan cabai yang tersedia
tidak sesuai dengan jumlah kebutuhan masyarakat yaitu karena harga cabai itu sendiri dan hasil produksi cabai sebagai sumber pasokanpenawaran cabai.
Pertumbuahan dan perkembangan tanaman cabai sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca. Beberapa waktu terakhir, cuaca menjadi salah satu sumber masalah bagi
usaha-usaha agribisnis termasuk tanaman cabai. Pemanasan global global warming mengakibatkan cuaca semakin tidak menentu dan secara otomatis hasil
produksi komoditi pertanian seperti cabai menjadi tidak stabil. Selain permasalahan-permasalahn teknis, kuantitas penawaran cabai tidak terlepas dari
pengaruh harga jual cabai itu sendiri. Harga komoditi cabai itu sendiri mempengaruhi jumlah pasokan cabai, karena para produsen cabai tentu tidak mau
memproduksi cabai jika harga cabai turun. Hal seperti ini akan menyebabkan penawaran cabai dipasaran menjadi turun.
Dari sisi konsumen sendiri atau jumlah kebutuhan masyarakat akan cabai juga tidak menentu, terkadang kebutuhan masyarakat menjadi sangat tinggi di atas
kebutuhan biasanya. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh momen-momen tertentu seperti hari-hari besar keagamaan. Selain cuaca, harga, dan momen-momen hari
raya masih banyak faktor lain yang mempengaruhi jumlah pasokan cabai dan juga kebutuhanpermintaan cabai. Hal ini perlu dikaji lebih lanjut agar diketahui secara
jelas dan lebih rinci mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keduanya. Lokasi-lokasi yang menjadi pusat produksi, konsumsi, dan pemasaran cabai
7 merupakan tempat yang paling tempat untuk mengkaji tentang penawaran dan
permintaan cabai. Jawa Barat dan beberapa daerah lain yang termasuk dalam kategori daerah
penghasil cabai tertinggi sangat menentukan ketersediaan komoditi cabai dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat Indonesia. Umumnya cabai yang dihasilkan
baik dari daerah penghasil cabai terbesar seperti Jawa Barat dan Jawa Timur serta daerah lainnya dikumpulkan di pasar induk untuk kemudian didistribusikan ke
seluruh wilayah yang membutuhkan pasokan cabai termasuk untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.
DKI Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia selalu menjadi perhatian utama dan tolak ukur dalam mengkaji ketersediaan sumber bahan makanan bagi
Indonesia secara keseluruhan. Letaknya yang dekat dengan pusat pemerintahan, dan jumlah penduduk yang padat membuat DKI Jakarta menjadi lokasi yang tepat
untuk mengkaji ketersediaan dan konsumsi bahan makanan termasuk jenis sayuran seperti cabai merah. Apalagi dengan kondisi di DKI Jakarta yang jumlah
penduduk semakin meningkat menyebabkan tingkat kebutuhan terhadap berbagai komoditi semakin meningkat. Hal ini bertolak belakang dengan kondisi di DKI
Jakrata sendiri dimana lahan-lahan pertanian semakin sempit dan terbatas membuat DKI Jakarta tidak bisa memproduksi sendiri berbagai macam komoditas
yang dibutuhkan. Menurut data statsistik dalam Jakarta Dalam Angka 2011 luas panen pertanian di DKI Jakarta semakin menurun, bahkan sejak tahun 2009
khusus untuk cabai luas lahan sudah tidak ada sama sekali atau nol hektar. Kondisi seperti ini menyebabkan pemenuhan kebutuhan penduduk DKI Jakarta
harus dipasok dari daerah-daerah lain. Tabel 3. Jumlah Pasokan Cabai di Pasar Induk Kramat Jati DKI Jakarta Tahun
2006-2011
Tahun Jumlah Cabai Ton
Perubahan
2006 67.130
2007 69.981
0,042 2008
76.555 0,094
2009 69.598
-0,091 2010
58.453 -0,160
2011 50.336
-0,139
Sumber : Pasar Induk Kramat Jati 2012
8 Data yang terlihat pada Tabel 3. menunjukkan ketersedian cabai di Pasar
Induk Kramat Jati beberapa tahun terakhir. Jumlah pasokan cabai di Pasar Induk Kramat Jati PIKJ sesuai dengan jumlah yang tertera pada tabel merupakan
pasokan dari berbagai daerah di Indonesia. Berbagai sumber bahan makanan yang berasal dari berbagai daerah umumnya dikumpulkan di satu pasar induk ini untuk
kemudian disebarkan ke daerah-daerah yang membutuhkan pasokan. Pasar Induk Kramat Jati merupakan salah satu pasar induk yang ada di daerah Jawa Barat
khususnya DKI Jakarta yang menjadi pusat perdagangan untuk komoditi sayur- sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian. Seperti yang terlihat pada Tabel 3.
semua pasokan cabai berasal dari berbagai daerah yang ada di Indonesia. Tidak hanya cabai, beberapa jenis komoditi lain seperti buah-buahan dan sayuran
lainnya yang berasal dari berbagai daerah banyak tersedia di pasar induk ini. Dari PIKJ ini berbagai komoditas kemudian akan disebarkan ke daerah-daerah lainnya.
1.2. Perumusan Masalah