p.s.
C O
H
3
C CH
C H
2
C C
O CH
3
C C
H
3
C O
H
3
C HN
OH
2
R H
C O
H
3
C CH
C H
2
C C
O CH
3
C C
H
3
C O
N CH
3
R H
-H
2
O H
-
C O
H
3
C CH
C H
2
C C
O CH
3
C C
O CH
3
N CH
3
R H
H
CH H
2
C N
C C
H
2
C
H R
C
CH
3
O CH
3
C O
H
3
C
C C
N C
C H
2
C C
CH
3
O CH
3
C O
H
3
C H
R OH
2
H
3
C
-H
2
O H
p.s.
-
kromofor
Gambar 8. Usulan mekanisme reaksi antara pereaksi asetilaseton-formalin dengan amoksisilin
Hasil penetapan waktu reaksi dapat dilihat pada tabel II berikut:
Tabel II. Hasil penetapan waktu reaksi Serapan
Waktu Reaksi menit
Rep. 1 Rep. 2
Rep. 3
20 0,530
0,538 0,525
25 0,581
0,585 0,574
30 0,625
0,598 0,630
35 0,662
0,654 0,669
40 0,680
0,667 0,697
45 0,695
0,686 0,714
50 0,724
0,695 0,732
55 0,739
0,701 0,748
60 0,742
0,703 0,746
65 0,748
0,716 0,762
70 0,744
0,724 0,764
75 0,745
0,729 0,770
80 0,749
0,724 0,763
Serapan senyawa hasil reaksi antara amoksisilin dengan asetilaseton dan formalin
Dari penelitian didapat bahwa reaksi stabil setelah menit ke-50, berarti pembentukan reaksi warna telah selesai pada menit ke-50 tersebut. Selanjutnya,
untuk mengetahui stabilitasnya , dilakukan penetapan OT yang merupakan rentang waktu saat suatu senyawa memberikan serapan yang stabil.
Setelah didiamkan selama 50 menit pada suhu 35
o
C larutan dibaca serapannya menggunakan spektrofotometer selama 30 menit. Ternyata selama itu
serapan larutan masih stabil. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 9 berikut:
Gambar 9. Hasil penetapan operating time
C. Penetapan pH Optimum Pereaksi
pH optimum pereaksi adalah pH larutan pereaksi yang memberikan serapan maksimum. Penetapan pH Optimum pereaksi bertujuan untuk menentukan pH
dimana reaksi antara amoksisilin dengan pereaksi dapat berlangsung secara optimum. Hal tersebut karena reaksi antara amoksisilin dengan pereaksi asetilaseton-
formalin ini adalah reaksi yang sangat tergantung pada pH. Pada tahap pertama terjadi reaksi adisi amina pada gugus karbonil gambar 8. Bila larutan terlalu asam,
akan terjadi reaksi sebagai berikut: RNH
2
pada amoksisilin + H
+
RNH
3 +
Akibatnya, konsentrasi amina menjadi menjadi kecil sekali bahkan dapat diabaikan. Sehingga reaksi akan menjadi lambat. Tahap kedua dalam reaksi itu adalah eliminasi
gugus H
2
O gambar 8. Berbeda dengan reaksi tahap pertama, laju reaksi ini akan bertambah dengan meningkatnya keasaman. Jika suasana larutan terlalu basa, gugus
-OH
2 +
tidak akan terbentuk. Sebagai gantinya, akan terbentuk gugus –OH yang merupakan gugus pergi yang kurang baik dibandingkan dengan gugus -OH
2 +
gambar 10.
C O
H
3
C CH
C H
2
C C
O CH
3
C C
H
3
C O
H
3
C HN
OH R
H C
O H
3
C CH
C H
2
C C
O CH
3
C C
H
3
C O
H
3
C HN
R H
OH
2
suasana asam suasana basa
n formalin pada suasana asam dan basa
dak akan berlangsung sehingga
Gambar 10. Reaksi eliminasi pada reaksi antara amoksisilin dengan asetilaseton da
maka reaksi tahap kedua ti Jika hal tersebut terjadi,
reaksi tidak sempurna. Dari kedua tahap reaksi tersebut dapat disimpulkan bahwa bertambahnya keasaman akan menyebabkan reaksi tahap dua berjalan cepat
sedangkan reaksi tahap satu berjalan lambat, demikian pula sebaliknya. Jadi perlu dicari pH optimum yang memberikan laju reaksi paling cepat Fessenden dan
Fessenden, 1994. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Hasil penetapan pH optimum pereaksi dapat dilihat pada tabel III berikut:
Tabel III. Hasil penetapan pH optimum pereaksi Serapan
pH Pereaksi Rep. 1
Rep. 2 Rep. 3
3,0 0,586
0,608 0,592
4,0 0,746
0,750 0,740
5,0 0,447
0,487 0,458
6,0 0,274
0,265 0,269
7,0 0,258
0,250 0,252
Serapa yawa hasil reaksi
oksisilin denga seton dan forma
anjutnya, pH perea
D. Penetapan Volume Optimum Pereaksi
Volume n pereaksi yang
memberi
enambahkan pereaksi pH 4 dengan v
n sen antara am
n asetila lin
Dari penelitian didapat bahwa pH optimum adalah pH 4. Untuk sel ksi yang digunakan adalah pH 4.
.
optimum pereaksi adalah volume laruta kan serapan maksimum. Penetapan volume optimum pereaksi bertujuan
untuk menentukan volume pereaksi agar semua amoksisilin dapat habis bereaksi. Jika pereaksi yang ditambahkan kurang, dikhawatirkan belum semua amoksisilin
bereaksi sehingga pada saat pengukuran belum semua amoksisilin yang terbaca sehingga tidak menggambarkan kadar yang sebenarnya.
Penetapan volume pereaksi dilakukan dengan m olume yang bervariasi. Serapan kemudian diukur pada panjang gelombang
400 nm. Hasil penetapan volume optimum pereaksi dapat dilihat pada tabel IV berikut:
Tabel IV. Hasil penetapan volume optimum pereaksi Serapan
Vol. Pereaksi ml Rep. 1
Rep. 2 Rep. 3
1 0,439
0,440 0,442
2 0,619
0,617 0,620
3 0,708
0,709 0,707
4 0,758
0,760 0,761
5 0,771
0,774 0,772
6 0,787
0,785 0,788
7 0,800
0,799 0,802
8 0,797
0,798 0,796
9 0,793
0,804 0,799
10 0,759
0,800 0,799
Serapa wa hasil reaksi
oksisilin denga seton dan forma
dengan 7
E. Penetapan Panjang Gelombang Serapan Maksimum
λ
max
g suatu senyawa
ingga 450 nm.
n senya antara am
n asetila lin
Dari penelitian didapat bahwa serapan amoksisilin stabil saat direaksikan ml hingga 10 ml pereaksi. Untuk selanjutnya volume pereaksi yang digunakan
adalah 7 ml.
Panjang gelombang serapan maksimum adalah panjang gelomban yang memberikan serapan yang paling besar. Pengukuran kadar dengan
metode spektrofotometri umumnya dilakukan pada panjang gelombang serapannya maksimum. Hal tersebut karena pada panjang gelombang serapan maksimum
perubahan serapan untuk setiap perubahan konsentrasi adalah paling besar sehingga menghasilkan sensitifitas dan akurasi yang lebih besar. Selain itu, pada panjang
gelombang serapan maksimum absorptivitas molar senyawa relatif konstan sehingga didapat kurva kalibrasi konsentrasi vs serapan yang linear Pecsok dkk., 1976.
Dalam penelitian, penentuan panjang gelombang dimulai dari 380 h Hal tersebut karena menurut Patel dkk. 1992, reaksi antara gugus amin
primer sefaleksin dengan hasil kondensasi antara satu mol formalin dan dua mol PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI