kesempatan untuk mengetahui apakah konsep yang didapat sudah benar atau tidak.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab miskonsepsi adalah siswamahasiswa, gurupengajar,
buku teks, konteks, dan metode mengajar. Miskonsepsi pada siswa disebabkan oleh pengetahuan awal siswa prakonsepsi,
pemikiran siswa, pemahaman siswa yang berbeda, cara berpikir yang berbeda, serta minat belajar yang ada dalam diri siswa.
Miskonsepsi yang terjadi pada gurupengajar terjadi karena guru kurang menguasai bahan atau materi. Buku teks, buku fiksi,
kartun dapat menyebabkan miskonsepsi karena bahasa yang digunakan sulit dan penjelasan tidak benar atau tidak sesuai
dengan kaedah ilmu teori-teori fisika yang berlaku. Konteks menjadi penyebab miskonsepsi karena pengalaman, bahasa,
teman, serta keyakinan dan ajaran agama yang dimiliki setiap siswa berbeda-beda. Kemudian minimnya metode yang
digunakan guru dalam mengajar sehingga siswa tidak memilliki kesempatan besar untuk mengungkapkan gagasan yang dimiliki.
c. Mendeteksi Miskonsepsi
Miskonsepsi pada siswa dapat diketahui atau dideteksi melalui enam cara Suparno, 2005: 121-128. Berikut ini adalah
uraian enam cara untuk mendeteksi adanya miskonsepsi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1 Peta Konsep Concept Maps
Melalui peta
konsep miskonsepsi
siswa dapat
diidentifikasi dengan melihat apakah hubungan antara konsep- konsep itu benar atau salah, yang kemudian digabungkan dengan
wawancara untuk mengungkapkan gagasan yang dimiliki. Menurut Feldsine dalam Suparno, 2005: 122, miskonsepsi siswa dapat
diidentifikasi dengan mudah oleh guru dari peta konsep siswa dan dapat dibantu dengan interviu.
2 Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka
Tes Multiple Choice mampu mendeteksi miskonsepsi yang terjadi pada siswa dengan pertanyaan terbuka didalamnya,
dimana siswa harus menjawab dan menulis mengapa ia mempunyai jawaban tersebut Amir dkk dalam Suparno, 2005: 123. Penelitian
ini menggunakan tes Multiple Choice melalui instrumen soal pilihan ganda dengan dua pilihan keyakinan siswa terhadap
jawaban yang dipilih, siswa yakin benar atau tidak yakin benar. Melalui tes tersebut dapat diketahui apakah siswa mengalami
miskonsepsi atau tidak. Siswa dikatakan mengalami miskonsepsi apabila jawaban yang dipilih salah namun siswa yakin benar
terhadap jawaban yang dipilih tersebut. 3
Tes Esai Tertulis Tes esai tertulis dapat disertai dengan wawancara yang
keduanya dapat digunakan untuk mendeteksi adanya miskonsepsi pada siswa. Pada penelitian ini peneliti menggunakan tes esai
tertulis, yang terdiri dari 5 item soal untuk mendeteksi apakah siswa mengalami miskonsepsi atau tidak. Siswa yang mengalami
miskonsepsi dapat dilihat dari jawaban siswa yang tidak sesuai dengan jawaban para ahli.
4 Wawancara Diagnosis
Melalui kegiatan wawancara dengan memilih konsep- konsep yang diperkirakan sulit dimengerti oleh siswa atau konsep
pokok yang akan diajarkan pada siswa, dengan begitu siswa mampu mengekspresikan gagasan mereka mengenai konsep-
konsep yang mereka ketahui sehingga dapat diketahui ada tidaknya miskonsepsi pada konsep yang dimiliki siswa.
5 Diskusi dalam Kelas
Jumlah siswa yang banyak sulit bagi guru untuk mendeteksi adanya miskonsepsi pada siswa, sehingga diskusi dalam kelas
cocok untuk digunakan Suparno, 2005: 127. Cara yang dilakukan adalah siswa diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka
tentang konsep yang sudah diajarkan atau yang hendak diajarkan, berdasarkan jawaban siswa tersebut dapat diketahui apakah
gagasan yang dimiliki siswa tepat atau tidak. 6
Praktikum dengan Tanya Jawab Melalui kegiatan praktikum yang disertai dengan tanya
jawab dengan siswa dapat digunakan untuk mendeteksi apakah siswa mengalami miskonsepsi pada konsep praktikum tersebut
Suparno, 2005: 128. Melalui praktikum siswa akan mengerti apakah konsep yang dimiliki benar atau salah.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ada enam cara untuk mendeteksi adanya miskonsepsi, yang pertama
melalui peta konsep dengan melihat apakah hubungan antara konsep-konsep yang dimiliki siswa benar atau salah dan biasanya
disertai dengan wawancara supaya hasilnya lebih akurat. Kedua adalah dengan tes multiple choice dengan pertanyaan terbuka,
dimana siswa harus menjawab dan menulis mengapa ia mempunyai jawaban tersebut. Ketiga adalah tes esai tertulis yang
kemudian dapat dilakukan wawancara pada siswa untuk mengetahui lebih jelas gagasan siswa. Keempat adalah wawancara
diagnosis dengan memberikan konsep yang diperkirakan sulit dimengerti oleh siswa atau konsep pokok yang akan diajarkan pada
siswa, supaya siswa mampu mengekspresikan gagasan mereka. Kelima adalah diskusi dalam kelas dengan meminta siswa untuk
mengungkapkan gagasan mereka tentang konsep yang sudah diajarkan atau yang hendak diajarkan. Keenam adalah praktikum
yang disertai dengan tanya jawab.
4. Hakikat Pembelajaran IPA