Pemahaman Konsep Mitigasi Bencana a. Definisi Pemahaman Konsep Mitigasi Bencana

dampak psikologis.” 54 Secara umum, bencana memiliki beberapa kriteriakondisi, yaitu: 55 1 adanya peristiwa; 2 terjadi karena faktor alam atau karena ulah manusia; 3 terjadi secara tiba-tiba atau bertahapperlahan; 4 mengakibatkan hilangnya jiwa manusia, harta benda, kerugian sosial-ekonomi, kerusakan lingkungan, dan lainnya; 56 5 berada di luar kemampuan manusia untuk menanggulanginya. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep mitigasi bencana adalah kemampuan siswa memahami hubungan antarfaktor, antarkonsep, antarprinsip, antardata, hubungan sebab akibat, dan penarikan kesimpulan yang terkait dengan upaya mengurangi dampak bencana melalui penerapan tindakan kesiapsiagaan, kewaspadaan dan berbagai kemampuan untuk mengatasi bencana yang terjadi secara alamiah atau pun karena ulah manusia, dan dijelaskan dengan bahasa sendiri.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemahaman Konsep Mitigasi Bencana

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemahaman konsep di antaranya adalah faktor lingkungan individu, pengalaman yang dimiliki, serta tingkat intelegensi yang dimiliki. 57 Semakin besar kesempatan seseorang untuk belajar, maka akan semakin banyak pula pengalaman yang diperolehnya. 58 Adapun, konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, dan pengalaman melalui generalisasi serta kemampuan berpikir abstrak. 59 54 Nurjanah, dkk., Manajemen Bencana, Op. cit., hlm. 11. 55 Ibid. 56 Dampak bencana lainnya adalah 1 dampak bencana terhadap kehidupan sosial masyarakat, berupa terganggunya ketenangan dan pola hidup masyarakat; 2 dampak bencana terhadap kehidupan ekonomi masyarakat, berupa tersendatlumpuhnya aktivitas ekonomi masyarakat; 3 dampak bencana terhadap politik dan keamanan, berupa banyak terjadinya konflik politik, pertikaian antarkelompok masyarakat, pencurian, perampokan, dsb.; 4 dampak bencana terhadap lingkungan hidup, berupa banyaknya kerusakan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan masyarakat. Sebagaimana dijelaskan oleh Sukandarrumidi, Bencana Alam Bencana Anthropogene, Yogyakarta: Kanisius, 2010, hlm. 33-42. 57 Bagja Waluya, Op. cit., hlm. 9. http:file.upi.edu 58 Ibid. 59 Ibid., hlm. 3. Selanjutnya, terdapat 6 ciri belajar yang mengandung pemahaman, yaitu: 60 1 pemahaman dipengaruhi oleh kemampuan dasar; 2 pemahaman dipengaruhi oleh pengalaman belajar masa lalu; 3 pemahaman tergantung pada pengaturan situasi; 4 pemahaman didahului dengan usaha dan coba-coba; 5 belajar dengan pemahaman dapat diulangi; dan 6 suatu pemahaman dapat diaplikasikan bagi pemahaman situasi lain. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pemahaman siswa, yaitu: 61 1 Tingkat Usia Pada tingkat sekolah dasar, kecenderungan pemahaman siswa ditekankan pada tingkat hafalan role learning, tanpa memfokuskan pada aspek mengapa dan bagaimana; 2 Motivasi Belajar Siswa Terdapat beberapa golongan kelompok siswa sesuai dengan tingkat motivasi belajarnya, yaitu: 1 kelompok siswa yang benar-benar ingin belajar willing to learn, mereka memiliki motivasi belajar yang tinggi dan ingin memahami apa yang akan dipelajari dalam proses pembelajaran, 2 kelompok siswa yang hanya ingin memperoleh nilai terbaik to gain a good mark, mereka memiliki motivasi dan tingkat partisipasi yang tinggi dalam pembelajaran, namun bersifat labil, dan 3 kelompok siswa yang sekedar masuk sekolah to have fun at school, mereka biasa disebut dengan kelompok penggembira karena hal terpenting bagi mereka adalah masuk sekolah dan berprilaku baik di sekolah. 60 Pendapat ini dikemukakan oleh Ernest Hilgard dalam R. Ibrahim dan Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, hlm. 21. Sebagaimana dikutip oleh Diah Puspita, Penggunaan Media Benda Asli Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Pecahan dalam Pembelajaran Matematika, http:www.duniaguru.com , 28 Juni 2011, dan dipaparkan kembali dalam skripsi Khumaidi, Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Bangun Ruang Sisi Datar dengan Menggunakan Media Manipulatif Jurusan Pendidikan Matematika, UIN Jakarta, 2011, hlm. 13. 61 Wahyudi, Tingkat Pemahaman Siswa terhadap Materi Pembelajaran IPA, Balitbang Diknas Alghiptra.Blogspot.Com200708tpk-ipa-saduran.html, 2008, hlm. 13-16. Sebagaimana dikutip dalam skripsi Khasanah, Pengaruh Pembelajaran Kimia Berbasis Inkuiri terhadap Pemahaman Konsep Siswa Prodi Pendidikan Kimia, UIN Jakarta, 2011, hlm. 16. 3 Pemilihan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, yaitu tingkat pencapaian pemahaman siswa yang lebih tinggi; Berdasarkan uraian di atas, secara singkat dapat dijelaskan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi pemahaman konsep, khususnya pada konsep mitigasi bencana adalah faktor internal dan faktor eksternal dari siswa yang bersangkutan. Maksudnya adalah faktor internal siswa lebih difokuskan pada tingkat usia, kemampuan dasar, motivasi belajar, pengalaman belajar masa lalu, dan pengalaman berdasarkan peristiwa yang pernah dialami. Sedangkan, faktor eksternal lebih difokuskan pada pengaturan situasi belajar siswa dan faktor lain di luar individu siswa.

c. Indikator Pemahaman Konsep Mitigasi Bencana

Secara umum, pemahaman dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu: 62 1 Kategori terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti sebenarnya. Mengungkapkan tentang sesuatu dengan bahasa sendiri melalui simbol tertentu termasuk ke dalam pemahaman terjemahan. Kategori ini meliputi dua keterampilan, yakni: 63 a menerjemahkan sesuatu dari bentuk abstrak ke dalam bentuk konkrit; dan b menerjemahkan tabel, grafik, simbol, dan sebagainya. 2 Kategori kedua adalah pemahaman penafsiran, yaitu menghubungkan bagian- bagian terdahulu dan dikaitkan dengan hal baru yang diketahui, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok. Menghubungkan antarunsur dari keseluruhan pesan suatu karangan termasuk ke dalam pemahaman penafsiran. Kategori ini meliputi tiga keterampilan, yakni: 64 a membedakan antara kesimpulan yang diperlukan dan yang tidak diperlukan; b memahami kerangka suatu pekerjaan secara keseluruhan; dan c memahami dan menafsirkan isi berbagai macam bacaan. 62 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014, cet. 18, hlm. 24. 63 Bagja Waluya, Op. cit., hlm. 5. http:file.upi.edu. 64 Ibid. 3 Kategori ketiga adalah pemahaman ekstrapolasi, yaitu kemampuan seseorang melihat suatu hal dibalik yang tertulis, membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas presepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya. Mengungkapkan sesuatu yang tersirat di balik pesan yang tertulis dalam suatu keterangan atau tulisan. Kategori ini meliputi tiga keterampilan, yakni: 65 a meyimpulkan dan menyatakan lebih eksplisit; b memprediksi berbagai konsekuensi dari tindakan yang akan digambarkan dari sebuah komunikasi; dan c peka terhadap faktor yang mungkin membuat prediksi menjadi akurat. Dalam pembelajaran, pemahaman ditunjukkan melalui: 66 1 mengungkapkan gagasanpendapat dengan kata-kata sendiri; 2 membedakan, membandingkan, menginterpretasi data, dan mendeskripsikan dengan kata-kata sendiri; 3 menjelaskan gagasan pokok; 4 dan menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri. Selain itu, pemahaman juga mencakup kemampuan untuk menangkap makna dari bahan yang dipelajari, dan dinyatakan dengan menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, atau mengubah data yang disajikan ke dalam bentuk tertentu. 67 Dalam hal ini, siswa dituntut untuk memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan, dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal lain. 68 Pemahaman konsep memiliki tujuh kategori dalam proses kognitif yang terdiri dari menginterpretasi, memberi contoh, mengklasifikasi, meringkas, memprediksi, membandingkan, dan menjelaskan. 69 Agar dapat memahami suatu konsep, siswa harus membentuk konsep sesuai dengan stimulus yang diterimanya dari lingkungan atau sesuai dengan pengalaman yang diperoleh dalam perjalanan 65 Bagja Waluya, Op. cit., hlm. 5. http:file.upi.edu. 66 Kunandar, Penilaian Autentik Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013 Studi Pendekatan Praktis, Op. cit., hlm. 163. 67 Sudaryono, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012, hlm. 44. 68 Ibid. 69 Linda Jayanthi, dkk., Pengaruh Metode PQRST terhadap Pemahaman Konsep IPA Siswa Kelas V SD di Gugus 5 Kecamatan Kediri, hlm. 2. http:ejournal.undiksha.ac.id. hidupnya. 70 Pengalaman-pengalaman yang harus dilalui oleh siswa merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dapat menunjang terbentuknya konsep- konsep. 71 Lebih lanjut, karakteristik soal-soal pemahaman di antaranya adalah mengungkapkan tema, topik, atau masalah yang sama dengan yang pernah dipelajari atau diajarkan, tetapi materinya berbeda. 72 Sebagian item pemahaman dapat disajikan dalam bentuk gambar, denah, diagram, atau grafik. Dalam tes objektif, tipe pilihan ganda dan tipe benar-salah banyak mengungkapkan aspek pemahaman. 73 Berdasarkan paparan di atas, maka indikator pemahaman konsep mitigasi bencana meliputi 3 kategori, yakni kemampuan siswa menerjemahkan, menafsirkanmenginterpretasikan, dan mengekstrapolasi, yang ditunjukkan dalam berbagai bentuk aktivitas belajar terkait dengan konsep mitigasi bencana, serta didukung dengan penyajian tes objektif dalam bentuk pilihan ganda.

d. Teknik Pengukuran Pemahaman Konsep Mitigasi Bencana

Pengetahuan dan pemahaman siswa tentang suatu konsep bisa diukur melalui 4 cara, yaitu dengan meminta siswa untuk: 74 1 Mendefinisikan konsep, ini merupakan cara paling sederhana untuk mengukur pengetahuan dan pemahaman siswa tentang suatu konsep. Dengan meminta siswa untuk mendefinisikan atau mengidentifikasi definisi terbaik dari daftar alternatif. Kelemahan cara ini adalah sekedar mengukur kemampuan siswa untuk mengingat atau mengenali satu definisi yang sudah dihafalkan sebelumnya, dan seringkali memiliki pemahaman nyata yang masih rendah. 2 Mengidentifikasi karakteristik-karakteristik konsep, ini merupakan cara selanjutnya yang dapat ditempuh untuk mengukur pemahaman siswa. Cara ini 70 Bagja Waluya, Op. cit., hlm. 5. http:file.upi.edu. 71 Ibid. 72 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Op. cit., hlm. 25. 73 Ibid. 74 Paul Eggen Don Kauchak, Strategi dan Model Pembelajaran Mengajarkan Konten dan Keterampilan Berpikir, Op. cit., hlm. 247-249. hanya mengukur pemanggilan pengetahuan siswa, karena karakteristik- karakteristiknya sudah diidentifikasi sebelumnya selama kegiatan pembelajaran berlangsung. 3 Menghubungkan konsep dengan berbagai konsep lain, ini merupakan cara lain yang dapat diterapkan dalam mengukur pemahaman siswa tentang suatu konsep. Cara ini mengukur lebih dari sekedar pemahaman siswa tentang suatu konsep, melainkan juga mengukur sejauh mana siswa menyadari bahwa suatu konsep memiliki hubungan dengan berbagai konsep lainnya. 4 Mengidentifikasi atau memberikan contoh yang belum pernah dijumpai sebelumnya dari suatu konsep, ini merupakan cara yang paling efektif untuk mengukur pemahaman siswa tentang suatu konsep. Melalui cara ini, siswa diminta untuk memberikan sendiri contoh-contoh baru dari suatu konsep yang sedang dipelajari. Dalam hal ini, teknik pengukuran pemahaman siswa tentang konsep mitigasi bencana mengacu pada indikator pembelajaran yang telah dibuat dan berdasarkan pula pada pencapaian aspek kognitif siswa dalam pembelajaran.

e. Macam-Macam Bencana dan Mitigasi yang Mungkin Dilakukan

Berikut ini adalah macam-macam bencana dan mitigasi yang mungkin dilakukan, yaitu: 1 Bencana Alam Bencana alam adalah jenis bencana yang disebabkan oleh dinamika bumi yang tidak pernah berhenti secara alamiah. 75 Adapun, macam-macam bencana alam di antaranya adalah: a Gempa Bumi Vulkanik Gempa bumi merupakan peristiwa pelepasan energi yang diakibatkan oleh pergeseran atau pergerakan pada bagian dalam bumi kerak bumi secara tiba- tiba. 76 Lebih lanjut, gempa bumi vulkanik adalah gempa yang disebabkan oleh kinerja gunung api, dan biasanya terjadi sebelum, selama, dan sesudah letusan 75 Sukandarrumidi, Bencana Alam Bencana Anthropogene, Op. cit., hlm. 7. 76 Nurjanah, dkk., Manajemen Bencana, Op. cit., 2012, hlm. 28. gunung api. 77 Adapun, upaya mitigasi bersifat selektif, tergantung pada sifat gunung api, kondisi dan kemampuan masyarakat, serta kemampuan pemerintah daerah. Mitigasi yang mungkin dilakukan di antaranya, yaitu: 78 • Membagi daerah lereng gunung api menjadi beberapa wilayah bahaya. Daerah I: tetap menjadi kawasan hutan lindung, daerah II: sebagian adalah daerah hutan lindung sebagian yang lain adalah kawasan hutan produksi, daerah III : relatif aman masyarakat diperbolehkan untuk bermukim. • Membangun jalur-jalur evakuasi dan tempat berkumpul sementara. • Mempersiapkan barak-barak pengungsian di wilayah yang aman. • Membuat bunker sebagai tempat perlindungan sementara dari bahaya awan panas. • Membangun rumah penduduk yang tahan gempa atap rumah dibuat relatif curam agar abu vulkanik mudah dibersihkan. • Memasang tanda bahaya sirine dan membunyikannya di saat yang tepat. • Membangun bendungan sebagai tempat mengalirnya lahar dingin. • Meningkatkan kinerja pos pengamatan gunung api dengan menyampaikan laporan yang akurat kepada masyarakat. • Pemerintah provinsikabupatenkecamatan membentuk tim siaga bencana alam yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas sesuai kebutuhan. b Gempa Bumi Tektonik Gempa bumi tektonik adalah gempa yang disebabkan oleh pergeseran kulit bumi yang terjadi secara tiba-tiba dalam bumi dan erat sekali dengan gejala pembentukan pegunungan, gempa ini dapat terjadi apabila terbentuk patahan- patahan yang baru atau jika terjadi pergeseran-pergeseran sepanjang patahan karena timbul tegangan-tegangan di dalam kulit bumi. 79 Adapun, Mitigasi yang mungkin dilakukan di antaranya, yaitu: 80 77 Sukandarrumidi, Op. cit., hlm. 46-47. 78 Ibid., hlm. 75-76. 79 Gempa ini dikenal juga dengan sebutan gempa dislokasi. Sebagaimana dijelaskan oleh Sukandarrumidi, Bencana Alam Bencana Anthropogene, Op.cit., hlm. 47. 80 Ibid., hlm. 94-96. • Dalam memilih daerahlokasi membangun rumah hendaknya tidak di daerah yang labil patahan geologi, tidak di dekat tebing, tidak di atas tanah yang gemburtidak padat, tidak di daerah sempadanbatas sungai atau pun pantai. • Dalam memilih bahan bangunan harus tahan gempa beton bertulang bentuk bangunan simetris, dan bahan konstruksi harus ringan kayu dan bata. • Untuk rumah satu lantai, perkirakan jarak posisi anda dari pintu keluar. Jika 12 m, penyelamatan masih mungkin dilakukan dalam waktu 3 menit dengan cara merangkak, dan jangan berlari jika 12 m, penyelamatan diri dilakukan dengan berlindung di bawah meja makanmeja tulis atau pun kusen pintu kayu yang kokoh. • Untuk rumah dua lantai, jika tidak ada tangga darurat maka penyelamatan diri dilakukan dengan berlindung di bawah meja makanmeja tulis atau pun kusen pintu kayu yang kokoh. • Bagi yang berada di luar rumah, penyelamatan yang dapat dilakukan adalah tetap tenang dan segera cari lapanganarea terbuka yang jauh dari reruntuhan bangunan. • Bagi yang berada di dalam mobil atau sedang berkendara, maka segera keluar dari kendaraan dan bergegas ke tempat terbuka yang aman. • Jika terjadi gempa susulan, maka jangan mendekati bangunan-bangunan yang telah retaknyaris runtuh. c Tsunami Tsunami dapat diartikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan impulsif berupa gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik atau longsoran dari dasar laut. 81 Lebih lanjut, Bencana tsunami disebabkan oleh adanya gempa tektonik dengan kekuatan 6 SR atau lebih akibat pergerakan lempeng turunnaik gerakan vertikal dengan episentrum di laut, maka akan diikuti bencana tsunami. 82 Semakin lama durasi gempa dan semakin besar skala kekuatan gempa, serta semakin luas daerah yang terkena patahan, 81 Nurjanah, dkk., Manajemen Bencana, Op. cit., hlm. 29. 82 Sukandarrumidi, Bencana Alam Bencana Anthropogene, Op. cit., hlm. 113. maka gelombang tsunami yang dihasilkan pun akan semakin besar. 83 Adapun, mitigasi yang mungkin dilakukan di antaranya, yaitu: 84 • Patuhi aturan sempadanbatas pantai daerah yang berjarak 250 m dari garis pantai harus bebas bangunan dan sebaiknya ditanami tumbuhan seperti bakaumangrove, pohon kelapa, dan nipah agar dapat dimanfaatkan sebagai hutan lindung. • Membangun jalan di batas daerah sempadan pantai sebagai jalur evakuasi. • Pertahankan keberadaan tanaman pantai seperti bakaumangrove, pohon kelapa, dan nipah. • Tidak perlu melakukan normalisasi aliran sungai yang dekat dengan muara. • Selalu waspada terhadap gejala-gejala alam yang aneh sebagai peringatan bagi manusia. d Angin Topan Angin topan muncul karena terjadinya pemanasan udara secara besar- besaran, sehingga mengakibatkan perbedaan tekanan udara yang sangat besar. Angin topan yang bergerak disertai putaran dikenal dengan sebutan angin puting beliung. 85 Angin paling kencang yang terjadi di daerah tropis ini umumnya berpusar dengan radius ratusan kilometer di sekitar daerah sistem tekanan rendah yang ekstrem, sistem pusaran ini bergerak dengan kecepatan sekitar 120 kmjam. 86 Adapun, mitigasi yang mungkin dilakukan di antaranya, yaitu: 87 • Membangun bangunan yang kokoh dengan bahan bangunan yang berat. • Di daerah pantai, pertahankan keberadaan tanaman bakau yang mampu menahan gelombang besar, mempunyai akar yang kuat, tidak mudah tercabut, dan tahan air asin. • Catat waktu menanam pohon untuk mengetahui usia tanaman tanaman yang cepat pertumbuhannya terbukti mudah tumbang, berbeda dengan pohon asem, mahoni, dan cemara yang tahan tiupan angin kencang. 83 Sukandarrumidi, Bencana Alam Bencana Anthropogene, Op. cit., hlm. 113. 84 Ibid., hlm. 117. 85 Ibid., hlm. 184. 86 Nurjanah, dkk., Manajemen Bencana, Op. cit., hlm. 27. 87 Sukandarrumidi, Loc. cit., hlm. 186-187. • Pangkaslah ranting-ranting pohon yang rimbun saat memasuki musim pancaroba. 2 Bencana Anthropogene Bencana anthropogene adalah jenis bencana yang dipicu oleh ulah manusia yang memanfaatkan sumber daya alam secara berlebihan dan tidak ramah lingkungan. 88 Adapun, macam-macam bencana anthropogene di antaranya adalah: a Kekeringan Kekeringan adalah hubungan antara ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air, baik untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi, dan lingkungan. 89 Pada dasarnya, bahaya kekeringan berkaitan erat dengan kinerja manusia dalam mengelola dan mempertahankan keberadaan hutan. 90 Semakin tidak bersahabat prilaku manusia terhadap hutan yang berperan sebagai salah satu model konservasi air tanah, maka sudah dapat dipastikan bahwa bahaya kekeringan akan semakin mengancam. Adapun, mitigasi yang mungkin dilakukan di antaranya, yaitu: 91 • Melakukan penghijauan melakukan penghijauan secara menyeluruh, terutama di daerah aliran sungaiDAS, membiarkan tanaman semak belukar di hutan tetap tumbuh, mengolah kebun dengan tanaman umbi-umbian sebagai cadangan bahan pangan, mempertahankan keberadaan pohon sagu dan keladi. • Melakukan revitalisasi air mempertahankan atau menambah wilayah penampungan air seperti waduksitutelagarawa, membendung sungai dan mengalirkan airnya ke tempat lain untuk keperluan irigasi dan konservasi air tanah lokal, serta membendung anak sungai guna meningkatkan kandungan air tanah daerah sekitar. 88 Sukandarrumidi, Bencana Alam Bencana Anthropogene, Op. cit., hlm. 7. 89 Nurjanah, dkk., Manajemen Bencana, Op. cit., hlm. 25. 90 Sukandarrumidi, Loc. .cit., hlm. 170. 91 Ibid., hlm. 173-174. • Melakukan revitalisasi lahan memperlakukan daerah sempadan mata air, danau, sungai, dan mengalokasikan daerah resapan air sebagai kawasan lindung. • Setiap rumah menyiapkan bak penampungan air hujan PAH atau membuat sumur resapan air hujan. • Memanfaatkan air bersih sesuai kebutuhan dengan bijak. • Memperbanyak hutan kota. b Banjir Banjir merupakan limpasan air yang melebihi tinggi muka air normal sehingga melimpas dari palung sungai yang menyebabkan genangan pada dataran rendah di sisi sungai. 92 Pengalaman terjadinya banjir di Indonesia menunjukkan bahwa banjir erat kaitannya dengan penebangan hutan yang tidak terkendali di daerah aliran sungaiDAS bagian hulu. 93 Semakin gundul hutan di bagian hulu, maka ancaman banjir akan semakin parah di daratan yang rendah. Adapun, mitigasi yang mungkin dilakukan di antaranya, yaitu: 94 • Melakukan penghijauan secara menyeluruh di daerah aliran sungaiDAS. • Membangun bendungan dan tanggul secara selektif sesuai kebutuhan. • Memanfaatkan kembali situ, waduk, telaga, rawa yang ada di wilayah DAS hulu dan memanfaatkan sungai sebagai sarana transportasi air guna menjaga kebersihan sungai. • Melakukan pengerukan dasar sungai dan memberlakukan aturan sempadan sungai 100 m dari tepi sungai harus terbebas dari bangunan. • Tidak menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan akhir sampah. • Melakukan normalisasi sungai dan menambang pasir sungai secara bijak. • Membentuk dinas khusus yang memiliki otoritas untuk melakukan pengawasan terhadap kondisi sungai, khususnya daerah sempadan sungai. 92 Nurjanah, dkk., Manajemen Bencana, Op. cit., hlm. 24. 93 Sukandarrumidi, Bencana Alam Bencana Anthropogene, Op. cit., hlm. 141. 94 Ibid., hlm. 146-147. • Membangun rumah dengan fondasi yang lebih tinggi dan terdapat ruangan di atas loteng bagi wilayah permukiman yang berada di sekitar luapan aliran sungai besar. c Tanah Longsor Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan maupun percampuran dari keduanya yang menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng. 95 Banyak faktor yang berperan dalam terjadinya pergerakan tanahlongsor, di antaranya adalah kondisi geologi, model pemanfaatan lahan, perlakuan manusia pada lingkungan hutan, rekayasa manusia dalam membuat sarana dan prasarana pembangunan, serta rekayasa manusia dalam mengubah bentang alam dan memanfaatkannya. 96 Adapun, mitigasi yang mungkin dilakukan di antaranya, yaitu: 97 • Membuat pengamanan lereng secara bersistem membuat topografi lereng berbentuk undakan dan menanaminya dengan rumput, membuat bangunan di dasar tanah yang tidak bergerak, memasang kawat untuk menghindarkan tanah runtuh, mengubah pola pemanfaatan lahan menjadi pengelolaan dengan membuang air, menambahkan batu kapur pada tanah lempung guna menjaga stabilitasnya, membatasi beban jalan di daerah yang labil. • Mengatur arah aliran air dengan cara membuat saluran drainase yang sesuai dengan tipe gerakan tanah, dan menyalurkan air yang ada di atas bidang gelincir dengan cara memasukkan bambu berlubang sebagai pancuran air. • Jika memilih lokasi untuk membangun rumah maka jangan di daerah yang labil atau di lereng bukit, tebing yang terjal, daerah sempadan sungai, dan agar fondasi rumah yang berada di daerah batu lempeng tidak mengembang atau berkerut maka permukaan lubang galian fondasi terlebih dahulu dilapisi dengan pasir lepas. 95 Nurjanah, dkk., Manajemen Bencana, Op. cit., hlm. 25. 96 Sukandarrumidi, Bencana Alam Bencana Anthropogene, Op. cit., hlm. 125-126. 97 Ibid., hlm. 129-130. d Kebakaran Secara umum, kebakaran bersifat anthropogene dan tidak dikehendaki oleh manusia, misalnya akibat ledakan kompor minyakgas, korsleting listrik hubungan arus pendek listrik, gangguan pada mesin yang biasa ditemui pada kendaraan seperti mobilkapallautpesawat, akibat semburan gas metana di daerah pertambangan. Namun, kebakaran juga dapat terjadi secara alami, misalnya sambaran petir, hantaman halilintar atau terjangan awan panas di daerah puncak gunung api. Kebakaran dapat dijelaskan sebagai peristiwa terbakarnya sesuatu, baik secara alami atau karena kelalaian manusia. Adapun, mitigasi yang mungkin dilakukan di antaranya, yaitu: 98 • Jika terjadi kebakaran di daerah permukiman, maka berusahalah tetap tenang dan segera menyelamatkan diri beserta harta benda yang bisa diselamatkan, termasuk surat-surat penting, jika memungkinkan untuk mematikan sumber api, maka segera lakukan agar kobaran api tidak menjalar ke rumah lainnya, lalu segera menelepon unit pemadam kebakaran. • Jika terjadi kebakaran hutan, maka segera mematikan sumber kebakaran dengan memadamkan titik-titik api, menyiramkan air dari udara dengan memanfaatkan pesawat udara, dan mengulangi penyiraman di darat, hindari daerah rawan asap dan gunakan masker penutup mulut dan hidung, serta kaca mata sebagai pengaman saat beraktivitas di luar rumah, dan jika asap masih tebal, maka lebih baik tetap berada di dalam rumah. • Lakukan sosialisasi tentang bahaya kebakaran hutan bagi lingkungan, salah satunya adalah besarnya kerugian yang ditimbulkan. • Membuat jalur ilar, yaitu pembatas alamibuatan termasuk sungai di dalamnya dan harus terbebas dari ttanaman yang mudah terbakar. • Membuat peraturan dengan memasang papan-papan peringatan dan hukuman yang akan dibebani kepada para pembakar hutan. 98 Sukandarrumidi, Bencana Alam Bencana Anthropogene, Op. cit., hlm. 219. e Semburan Lumpur Peristiwa semburan lumpur yang masih sangat jelas terlihat adalah di wilayah Sidoarjo, Jawa Timur. Pengeboran yang bertujuan untuk mengeksplorasi keberadaan minyak dan gas bumi ternyata mengalami kegagalan akibat ketidakcermatan teknis sehingga menimbulkan semburan lumpur panas dengan suhu sekitar 70 derajat Celcius yang membawa gas berbau menyengat ke daerah di sekitar titik semburan dan kini semakin meluas. Adapun, mitigasi yang mungkin dilakukan di antaranya, yaitu: 99 • Merelokasimemindahkan penduduk yang rumah dan tanahnya tergenang aliran lumpur panas. • Memindahkan jalur rel kereta api yang sudah mulai terancam amblas dan bengkok. • Segera mengalirkan lumpur ke tempat lain, dan berdasarkan pengalaman selama ini tidak ada tempat yang mampu menampung lumpur yang telah keluar, selain laut. • Upaya penanggulangan lumpur yang telah dilakukan atau baru sekedar rencana di antaranya adalah membuat tanggul sudah terlaksana, mengalirkan lumpur ke bekas penambangan bahan galian golongan C di bukit yang berdekatan baru rencana, mengalirkan lumpur ke sungai Porong agar selanjutnya dapat terangkut menuju pantai Banyuwangi gagal, melmbuat kanal sepanjang sungai Porong dengan pipa baja berdiameter 50 cm sepanjang 20 km ke Selat Madura gagal, memasukkan batu yang ditempatkan pada jaring-jaring gagal, memasukkan bola beton yang dirangkai dengan rantai besi upaya ini dihentikan, karena dianggap tidak akan berhasil, dan bahkan ada rencana untuk membuat bendungan baja tawaran dari Jepang dan tidak ditindaklanjuti. f Erosi dan Abrasi Erosi awal yang paling dominan terjadi di muka bumi adalah erosi percik splash erosion diakibatkan oleh titik-titik air hujan yang jatuh ke permukaan 99 Sukandarrumidi, Bencana Alam Bencana Anthropogene, Op. cit., hlm. 231. tanah akan memisahkan butiran-butiran tanah yang masih menyatu menjadi butiran-butiran tanah lepas, yang siap diangkut oleh agen lain seperti air permukaan sebagai limpasan air hujan, gletser lapisan es, dan aliran sungai akan menghantarkan butiran-butiran tanah yang lepas ke daerah sendimentasi secara gravitasi dan sebagian besar mengendap di laut. 100 Selain itu, terdapat beberapa jenis erosi, di antaranya: 101 1 erosi yang mengakibatkan terlepasnya lapisan tanah lapis demi lapis, dan disebut erosi lembaran sheet erosion, dan erosi lembaran mengakibatkan terjadinya pelebaran sungai; 2 erosi alur rills erosion, erosi ini berupa pengikisan pada permukaan tanah sehingga membentuk alur-alur; 3 erosi parit gully erosion, yaitu erosi yang berupa pengikisan pada permukaan tanah ke arah vertikal, membentuk parit atau pun saluran-saluran kecil yang kemudian berkembang menjadi sungai, dan mengakibatkan dasar sungai menjadi lebih dalam; 4 erosi oleh angin merupakan fenomena yang terjadi di daerah pantai dan gurun. Lebih lanjut, abrasi merupakan suatu proses pelepasan energi balik gelombang laut ke arah daratan, menghempas daerah pinggir pantai, kemudian menghanyutkan “rombakan tanah” sepanjang lereng pantai dan akhirnya diendapkan di laut. 102 Abrasi sudah bermula di daerah pinggiran muara sungai pada saat terjadi pasang-surut permukaan laut, dan abrasi terjadi semakin besar menuju ke daerah muara sungai, teluk, dan daerah tebing yang curam. 103 Erosi dan abrasi merupakan fenomena alam yang berupa pelepasan energi kinetik dari kegiatan agen dan dapat terjadi di mana saja, serta bersifat merusak. 104 Sifatnya yang merusak ini akan semakin diperparah jika telah terdapat campur tangan manusia di dalamnya. 105 Adapun, mitigasi yang mungkin dilakukan di antaranya, yaitu: 106 100 Sukandarrumidi, Bencana Alam Bencana Anthropogene, Op. cit., hlm. 242. 101 Ibid., hlm. 242-244. 102 Ibid., hlm. 243. 103 Ibid., hlm. 245. 104 Ibid., hlm. 242. 105 Campur tangan yang dimaksud di sini adalah mengubah pemanfaatan lahan hutan menjadi perkebunan, penambangan dengan sistem tambang permukaan, pengerukan pasir sungai • Erosi percik dapat dihambat dengan menanam pohon, semak, dan rumput agar konservasi air tanah dapat berlangsung secara alami dengan baik. • Erosi permukaan dapat diperlambat dengan menutup permukaan tanah dengan conblock agar tanah tidak becek dan secara alami konservasi air tanah masih dapat dilakukan meskipun kuntitasnya berkurang. • Mempertahankan keberadaan hutan bakau dan menanami sepanjang pantai dengan hutan bakau merupakan alternatif pilihan menahan dampak abrasi. • Selain itu, pelestarian terumbu karang di dekat pantai yang berair jernih dan tidak terkontaminasi. Pertumbuhan karang rata-rata tidak kurang dari 1 m meninggi dan lebih dari 1 m melebar selama 10 tahun. • Membangun jety, yaitu bangunan berbentuk pematang yang menjorok ke arah laut dan berfungsi untuk menghalangi deburan ombak di daerah laut yang difungsikan sebagai dermaga atau tempat berlabuhnya kapal keberadaan jety akan mengalihkan energi gelombang laut, maka keberadaan jety akan berdampak buruk bagi tempat lain yang berdekatan. • Membangun tanggul pengaman di sepanjang pantai yang berfungsi sebagai penahan abrasi dan untuk menghalangi bangunan fisik yang sudah terlanjur didirikan.

f. Tujuan Pendidikan Mitigasi Bencana

Berikut ini adalah beberapa tujuan pendidikan mitigasi bencana di antaranya adalah: 107 1 Memberikan bekal pengetahuan kepada siswa tentang adanya risiko bencana yang ada di lingkungannya, berbagai macam jenis bencana, dan cara-cara mengantisipasimengurangi risiko yang ditimbulkannya. dan pantai. Sebagaimana dijelaskan oleh Sukandarrumidi, Bencana Alam Bencana Anthropogene, Op. cit., hlm. 245. 106 Ibid., hlm. 247-249. 107 Ni Wayan Rati, dkk., Laporan Program Pengabdian Masyarakat P2M: Pendampingan Penyusunan Lembar Kerja SiswaLKS Siaga Bencana Berbasiskan Domain Sosial Bagi Guru-Guru SD Di Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Op.cit., hlm. 12-13. 2 Memberikan keterampilan agar siswa mampu berperan aktif dalam pengurangan risiko bencana, baik pada diri sendiri dan lingkungannya. 3 Memberikan bekal sikap mental yang positif tentang potensi bencana dan risiko yang mungkin ditimbulkan. 4 Memberikan pengetahuan dan wawasan tentang bencana di Indonesia kepada siswa sejak dini. 5 Memberikan pemahaman kepada guru tentang bencana, dampak bencana, penyelamatan diri bila terjadi bencana. 6 Memberikan keterampilan kepada guru dalam menyusun perencanaan, melaksanakan dan melakukan pendidikan siaga bencana kepada siswa. 7 Memberikan wawasan, pengetahuan dan pemahaman bagi pihak terkait, sehingga diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap kelancaran pelaksanaan pembelajaran tentang bencana.

g. Pembelajaran Konsep Mitigasi Bencana

Berdasarkan Undang-Undang Lingkungan Hidup UULH Pasal 9, dijelaskan bahwa “pendidikan menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat dilaksanakan, baik melalui jalur pendidikan formal mulai dari taman kanak-kanaksekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi, maupun melalui jalur pendidikan nonformal. Penelitian tentang lingkungan hidup meliputi pengembangan konsep tentang lingkungan hidup, studi keadaan lingkungan yang ada, kecenderungan perubahan lingkungan, baik secara alami maupun karena pengaruh kegiatan manusia yang makin meningkat dengan lingkungan hayati dan lingkungan hidup.” 108 Lebih lanjut, pendidikan mitigasi bencana dapat dilaksanakan melalui berbagai jenis pendidikan, baik formal, nonformal, maupun informal. Pendidikan mitigasi bencana yang dilaksanakan secara formal dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum yang telah ada, atau menjadi mata pelajaran sendiri yaitu muatan lokal. Pelaksanaan pendidikan disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan sekolah 108 Koesnadi Hardjasoemantri, Aspek Hukum Peran Serta Masyarakat Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1986, hlm. 19-20. maupun daerah. Adapun, pendekatan yang digunakan dalam rangka memasukkan aspek lingkungan ke dalam kurikulum tingkat pendidikan dasar dan menengah adalah pendekatan integratif, artinya aspek lingkungan dimasukkan ke dalam mata pelajaran yang ada. 109 Pelaksanaan pembelajaran mitigasi bencana dapat mengikuti alur sebagai berikut: 110 1 persiapan sebelum bencana itu berlangsung; 2 menilai bahaya bencana; 3 penanggulangan bencana, berupa penyelamatan, rehabilitasi dan relokasi; 4 Pengetahuan, pemahaman dan keterampilan berprilaku dalam mencegah; 5 mendeteksi, mengantisipasi bencana secara efektif dapat ditransformasikan; dan 7 mensosialiasikan. Sementara itu, dengan mengajak mitra dari berbagai unit atau para pihak terkait bencana, maka tujuan dari pendidikan bisa tercapai secara efektif dalam rangka menyiapkan generasi muda yang cinta lingkungan, cerdas secara akademis dan emosi, serta berperan aktif dalam masyarakat lokal maupun global. Secara singkat, pemahaman konsep mitigasi bencana dalam pembelajaran dapat dimulai dengan melihat tingkat kesadaran mitigasi bencana melalui proses penyampaian pengalaman siswa terkait dengan bencana. Selanjutnya, pembelajaran dikembangkan berdasarkan pengalaman siswa dengan memunculkan masalah, serta memanfaatkan berbagai sumber data, baik media elektronik atau pun cetak guna memfasilitasi pertukaran informasi dan pengetahuan antarsesama siswa.

3. Hakikat Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar a. Pengertian Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar

Ilmu Pengetahuan Sosial IPS di sekolah dasar merupakan nama mata pelajaran yang berdiri sendiri sebagai integrasi dari sejumlah konsep disiplin ilmu sosial, humaniora, sains, dan bahkan berbagai isu serta masalah sosial 109 Koesnadi Hardjasoemantri, Aspek Hukum Peran Serta Masyarakat Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup, Op. cit., hlm. 19-20. 110 Maryani, N., Model Pembelajaran Mitigasi Bencana Dalam Ilmu Pengetahuan Sosial Di Sekolah Menengah Pertama, Gea, Vol 10. No.1 April 2010. kehidupan. 111 Selain itu, Ilmu Pengetahuan Sosial IPS merupakan mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial dan kewarganegaraan. 112 Lebih lanjut, ilmu pengetahuan Sosial merupakan subjek materi dalam dunia pendidikan di negara Indonesia yang diarahkan bukan hanya kepada pengembangan penguasaan ilmu- ilmu sosial, tetapi juga sebagai materi yang dapat mengembangkan kompetensi dan tanggung jawab, baik sebagai individu, warga masyarakat, maupun sebagai warga dunia. 113 Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial di tingkat Sekolah Dasar SDMI merupakan nama mata pelajaran yang telah terintegrasi dari sejumlah konsep disiplin ilmu sosial, humaniora, dan sains, serta menjadikan seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu-isu sosial dan kewarganegaraan sebagai bahan kajian, sehingga siswa dapat mengembangkan kompetensi, bertanggung jawab, peka terhadap masalah sosial, dan berkontribusi nyata, baik sebagai individu, warga masyarakat, maupun sebagai warga dunia.

b. Tujuan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar

Tujuan pendidikan IPS yang diberikan pada jenjang persekolahan adalah memperkenalkan siswa pada pengetahuan tentang kehidupan masyarakat secara sistematis yang dapat mendidik siswa untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan agar dapat mengambil bagian secara efektif dalam kehidupan kelak sebagai anggota masyarakat dan warga negara yang baik. 114 Sejalan dengan itu, tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial adalah untuk mengembangkan potensi siswa agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan 111 Sapriya, dkk., Konsep Dasar IPS, Op. cit., hlm. 3. 112 Arnie Fajar, Portofolio Dalam Pelajaran IPS, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002, Cet. 1, hlm. 110. 113 Sapriya, dkk., Pengembangan Pendidikan IPS di SD, Bandung: UPI PRESS, 2007, hlm. 3. 114 Ibid., hlm. 4. terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari, baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. 115 Selanjutnya, mata pelajaran IPS bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: 116 1 Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; 2 Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; 3 Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; 4 Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Selain itu, tujuan pembelajaran IPS di Sekolah Dasar di antaranya, adalah: 117 1 Membekali siswa dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupan masyarakat; 2 Membekali siswa dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisa, dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat; 3 Membekali siswa dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan dengan berbagai bidang keilmuan serta berbagai keahlian; 4 Membekali siswa dengan kesadaran, sikap mental yang positif, dan keterampilan terhadap lingkungan hidup yang menjadi bagian kehidupannya yang tidak terpisahkan; 115 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu Dalam Teori dan Praktik, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007, hlm. 176. 116 Badan Standar Nasional Pendidikan BSNP, Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SDMI, Jakarta: BSNP, 2006, hlm. 181. 117 Tim Penyusun LAPIS PGMI, Ilmu Pengetahuan Sosial I, Jakarta: LAPIS PGMI, 2008, Jilid I, hlm. 1.9. 5 Membekali siswa dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembangan kehidupan, dan perkembangan masyarakat, serta perkembangan ilmu dan teknologi. Lebih lanjut, terdapat kompetensi yang harus dikuasai siswa setelah melalui proses pembelajaran IPS di SD, yaitu: 118 1 memiliki identitas diri berdasarkan pemahaman terhadap masa lalu dalam kehidupan keluarga, masyarakat, dan negara; 2 memahami cara hidup bermasyarakat dan memiliki rasa kepedulian terhadap lingkungan sekitar; dan 3 mengidentifikasi sumber- sumber alam Indonesia dan memanfaatkannya bagi kehidupan masa kini dan yang akan datang.

c. Karakteristik Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar

Terdapat beberapa karakteristik pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang membedakan dengan pembelajaran ilmu-ilmu sosial lainnya, di antaranya adalah: 119 1 IPS berusaha mempertautkan antara teori dan fakta, atau sebaliknya; 2 Pembahasan IPS bersifat komprehensif meluasdari berbagai ilmu sosial lainnya, sehingga berbagai konsep ilmu terintegrasi secara terpadu, dan pendekatan yang digunakan berupa pendekatan integrated, broadfield 120 , dan multiple resourcesbanyak sumber; 3 Pembelajaran IPS mengutamakan peran aktif siswa melalui proses belajar inquiry penemuan, agar siswa mampu mengembangkan keterampilan berpikir kritis, rasional, dan analitis; 4 Pembelajaran IPS menekankan pada ranah pengetahuan, sikapnilai, dan keterampilan; 118 Badan Standar Nasional Pendidikan BSNP, Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SDMI, Op. cit., hlm. 11. 119 Sapriya, Dadang Sundawa, dan Iin Siti Masyitoh, Pembelajaran dan Evaluasi Hasil Belajar IPS, Bandung: UPI PRESS, 2006, hlm. 7-8. 120 Broad-field merupakan gabungan atau korelasi antara ilmu sejarah, ilmu bumi, dan pengetahuan kewarganegaraan. Sebagaimana dikutip oleh Sapriya, dkk., Pengembangan Pendidikan IPS di SD, Op. cit., hlm. 36 5 Melalui program dan pembelajaran IPS, karakteristik siswa yang berbeda-beda difasilitasi. Maksudnya adalah memperhatikan minat siswa dan masalah- masalah kemasyarakatan yang dekat dengan kehidupan siswa. Selain itu, terdapat beberapa prinsip pembelajaran IPS di Sekolah Dasar yang harus dikembangkan, di antaranya: 121 1 memberi kesempatan pada siswa untuk belajar dan mempelajari sendiri peristiwa-peristiwa sosial dan gejala alam melalui penelitian para ilmuwanpemecahan masalah; 2 pembelajaran secara efektif dengan cara membangun konstruksi pemikiran melalui pengalaman belajar siswa; 3 membina dan mengembangkan sikap ingin tahu atau sikap perasaan, dan cara berpikir objektif, kritis, analitis, baik secara individu maupun kelompok; dan 4 ketersediaan buku-buku sumber, film, gambar, petaglobe, serta lainnya memiliki tujuan untuk membantu siswa dalam menemukan dan memecahkan masalah. Adapun, materi IPS untuk jenjang sekolah dasar tidak terlihat aspek disiplin ilmunya, karena yang lebih difokuskan adalah dimensi pedagogik, dan psikologis, serta karakteristik kemampuan berpikir siswa yang bersifat holistik. 122 Pada dasarnya, materi IPS di tingkat persekolahan, khususnya SD berupa penyederhanaan dari berbagai ilmu sosial. 123 Lebih lanjut, pola pengajaran IPS bersifat broadfield yang menggunakan dua pendekatan, yaitu: 124 1 pendekatan multidisiplin yang disusun berdasarkan dua kepentingan, yakni expanding environment pengenalan lingkungan luar, terutama untuk tingkat SD dan penyajian konsep secara berkesinambungan untuk meningkatkan pengertian siswa terkait key concept care concept 125 ; dan 2 pendekatan interdisiplin, pendekatan ini juga mengambil konsep-konsep yang digunakan dalam berbagai 121 Badan Standar Nasional Pendidikan BSNP, Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SDMI, Op. cit., hlm. 47-48. 122 Sapriya, dkk., Konsep Dasar IPS, Op. cit., hlm. 3. 123 Para ahli ilmu-ilmu sosial telah merinci sekitar 8 disiplin ilmu sosial, meliputi: antropologi, ekonomi, geografi, sejarah, filsafat, ilmu politik, psikologi, dan sosiologi semua disiplin ilmu tersebut memiliki objek kajian yang sama yaitu manusia. Sebagaimana dijelaskan oleh Sapriya, Konsep Dasar IPS, Op. cit., hlm. 8. 124 Sapriya, dkk., Pengembangan Pendidikan IPS di SD, Op. cit., hlm. 22-23. 125 Care concept adalah konsep-konsep ilmu sosial yang digunakan untuk memecahkan masalah yang akan dibahas. Sebagaimana dikutip oleh Sapriya, dkk., Ibid., hlm. 36.

Dokumen yang terkait

The Effect of Using Pictures in Learning Comparative Adjectives to Learners' Score and Perception (A Mixed Method Research at the Eighth Grade of MTs. Al- Islamiyah Ciledug Tangerang)

0 19 130

THE IMPLEMENTATION OF PROBLEM-BASED LEARNING MODEL TO INCREASE STUDENTS’ MATHEMATICAL PROBLEM SOLVING ABILITY AT SMP NEGERI I TANJUNG MORAWA.

0 3 33

THE IMPLEMENTATION OF INQUIRY-BASED LEARNING FOR THE TEACHING OF ENGLISH AT SMP MUHAMMADIYAH 4 SURAKARTA The Implementation Of Inquiry-Based Learning For The Teaching Of English At Smp Muhammadiyah 4 Surakarta In 2015/2016 Academic Year Research Paper.

0 2 12

THE IMPLEMENTATION OF INQUIRY-BASED LEARNING IN TEACHING READING AT THE FIRST YEAR OF MTS AL The Implementation Of Inquiry-Based Learning In Teaching Reading At The First Year Of MTs Al Islam Mranggen In 2014/2015 Academic Year.

0 2 19

THE IMPLEMENTATION OF INQUIRY-BASED LEARNING IN TEACHING READING AT THE FIRST YEAR OF MTS AL ISLAM The Implementation Of Inquiry-Based Learning In Teaching Reading At The First Year Of MTs Al Islam Mranggen In 2014/2015 Academic Year.

0 3 13

THE EFFECT OF PROBLEM BASED LEARNING MODEL TOWARDS PHYSICS LEARNING OUTCOMES AT DYNAMIC ELECTRICITY COURSE.

0 4 3

THE IMPLEMENTATION OF TEACHING LEARNING PROCESS OF ENGLISH AT SD ISLAM HIDAYATULLAH The Implementation Of Teaching Learning Process Of English At Sd Islam Hidayatullah Banyumanik Semarang (An Ethnography Study).

0 0 11

THE IMPLEMENTATION OF PROBLEM BASED INSTRUCTION LERANING MODEL TO IMPROVE STUDENT’S LEARNING ACHIEVEMENT IN PHYSICS.

0 0 40

The Implementation of Problem-Based Language Learning to Teach Critical Reading at Vocational Secondary School pendahuluan

0 0 9

this PDF file THE EFFECT OF THE USE OF PROBLEM BASED LEARNING MODEL TO THE CRITICAL THINKING SKILL OF STUDENT IN SOCIAL STUDIES LEARNING (Quasi Experimental Research in VII grade of 1 Lembang Junior High School) | Karlina | International Journal Pedagogy

0 6 4