xiii
Daftar Bagan
Bagan 2.1 Bagan Alur Penelitian………………………………………….
52
xiv
Daftar Lampiran
Lampiran 1 Pedoman dan Hasil Observasi Tahap Awal Kelas V-1……………………..
105 Lampiran 2
Pedoman dan Hasil Observasi Tahap Awal Kelas V-2…………………….. 106
Lampiran 3 Daftar Nilai Mata Pelajaran IPS Kelas Eksperimen V-1………………….
107 Lampiran 4
Daftar Nilai Mata Pelajaran IPS Kelas Kontrol V-2………………............ 108
Lampiran 5 Hasil Pengujian Instrumen Tes Penelitian Menggunakan ANATES……….
109 Lampiran 6
RPP Kelas Eksperimen……………………………………………………... 116
Lampiran 7 Daftar Nilai Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen………………………..
126 Lampiran 8
Pedoman dan Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen.. 127
Lampiran 9 Pedoman dan Hasil Observasi Aktivitas Mengajar Guru Kelas Eksperimen.
133 Lampiran 10
Pedoman dan Hasil Wawancara Guru Kelas Eksperimen…………….……. 139
Lampiran 11 Pedoman dan Hasil Wawancara Siswa Kelas Eksperimen………………….
141 Lampiran 12
Dokumentasi Kegiatan Pembelajaran di Kelas Eksperimen………………... 143
Lampiran 13 RPP Kelas Kontrol…………………………………………………………..
146 Lampiran 14
Daftar Nilai Pretest dan Posttest Kelas Kontrol……………………………. 156
Lampiran 15 Pedoman dan Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Kelas Kontrol……..
157 Lampiran 16
Pedoman dan Hasil Observasi Aktivitas Mengajar Guru Kelas Kontrol…… 163
Lampiran 17 Dokumentasi Kegiatan Pembelajaran di Kelas Kontrol…………………….
169 Lampiran 18
Instrumen Tes Penelitian…………………….……………………………... 172
Lampiran 19 Kunci Jawaban Instrumen Tes………………………………………………
175 Lampiran 20
Lembar Kerja Siswa………………………………………………………… 176
Lampiran 21 Materi Pembelajaran Konsep Mitigasi Bencana……………………….........
178 Lampiran 22
Media Gambar Bencana Alam……………………………………………… 188
Lampiran 23 Media Gambar Bencana Anthropogene……………………………………..
189 Lampiran 24
Uji Referensi………………………………………………………………... 190
Lampiran 25 Surat Izin Penelitian…………………………………………………………
195 Lampiran 26
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian…………………………….. 196
Lampiran 27 Biodata Penulis……………………………………………………………...
197
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam suatu pembelajaran, pemahaman konsep merupakan salah satu aspek kognitif yang menentukan berhasil atau tidaknya siswa dalam melewati
proses pembelajaran, agar mampu mengembangkan kemampuan kognitifnya di jenjang yang lebih tinggi. Ketika pemahaman yang dimiliki siswa tentang suatu
konsep itu baik, maka dapat dikatakan bahwa siswa telah berhasil secara kognitif dalam melewati proses pembelajaran. Begitu pun sebaliknya, ketika pemahaman
yang dimiliki siswa tentang suatu konsep itu kurang baik, maka siswa yang bersangkutan belum mampu melewati proses pembelajaran dengan baik. Untuk
itu, pemahaman konsep sangat penting dimiliki siswa yang telah melalui proses pembelajaran.
Hal ini dikarenakan, pemahaman konsep yang dimiliki siswa dapat bermanfaat untuk memahami konsep lain yang lebih luas dan diterapkan untuk
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Dalam memahami konsep, siswa tidak sebatas mengenal, tetapi harus dapat
menghubungkan antara satu konsep dengan konsep lainnya. Untuk itu, proses pemahaman konsep harus
selalu memperhatikan
berbagai faktor yang
mempengaruhinya, baik faktor internal maupun eksternal. Adapun, salah satu konsep yang sangat penting untuk dimiliki siswa adalah konsep mitigasi bencana.
Konsep mitigasi bencana merupakan suatu konsep yang terkait dengan upaya mengurangi dampak bencana melalui penerapan tindakan kesiapsiagaan,
kewaspadaan dan berbagai kemampuan untuk mengatasi bencana. Terdapat beberapa alasan yang membuat konsep mitigasi bencana ini dikatakan penting, di
antaranya: 1 posisi geografis Indonesia yang terletak di ujung pergerakan tiga lempeng dunia: Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik.
1
Sehingga, dapat dikatakan
1
Ni Wayan Rati, dkk., Laporan Program Pengabdian Masyarakat P2M:
Pendampingan Penyusunan Lembar Kerja SiswaLKS Siaga Bencana Berbasiskan Domain Sosial
bahwa Indonesia merupakan negara rawan bencana, maksudnya adalah setiap saat bencana dapat mengancam kehidupan yang dirasakan normal dan rutin saja; 2
perlu adanya upaya menumbuhkan kesadaran pada diri siswa sejak dini tentang pentingnya menjaga lingkungan. Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran dan
komitmen tentang sikap siaga bencana pada diri siswa dan seluruh masyarakat melalui upaya pengurangan resiko bencana mitigasi yang dilaksankan secara
kreatif dan proaktif. Siswa harus menyadari bahwa keberadaan manusia dan alam merupakan
bukti nyata adanya Tuhan selaku Pencipta seluruh semesta. Manusia dan alam adalah dua komponen yang saling berdampingan dan mempengaruhi satu sama
lain. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa hubungan antara manusia dan alam bersifat dinamis. Ketika manusia dapat bersahabat dengan alam, maka alam pun
akan selalu memberikan segala kebaikan yang dimilikinya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Adapun, ketika manusia enggan berlaku baik terhadap alam,
maka bencana
2
lah yang akan datang. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat An-An’aam ayat 64, yang
artinya: “Katakanlah: Allah menyelamatkan kamu daripada bencana itu dan dari segala macam kesusahan, …”. Selanjutnya, dipertegas lagi dalam surat Al-A’raaf
ayat 56, yang artinya: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah Allah memperbaikinya dan berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut
dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat bagi orang-orang yang berbuat baik”.
Sudah sepatutnya kondisi alam yang sulit diterka dapat membuat manusia lebih waspada. Namun, pada kenyataannya justru manusialah yang lalai untuk
selalu bersikap waspada, dan peka terhadap gejala alam yang ada di lingkungan
Bagi Guru-Guru SD Di Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Undiksha, 2013, hlm. 6.
2
Untuk dapat disebut sebagai “bencana” harus dipenuhi beberapa kriteria di antaranya, yaitu: 1 adanya peristiwa; 2 terjadi karena faktor alam atau karena ulah manusia; 3 terjadi
secara tiba-tiba sudden dan perlahanbertahap slow; 4 menimbulkan hilangnya nyawa manusia, harta benda, kerugian sosial-ekonomi, kerusakan lingkungan, dsb.; 5 berada di luar
kemampuan masyarakat untuk menanggulanginya. Sebagaimana dijelaskan oleh Nurjanah, dkk.,Manajemen Bencana, Bandung: Alfabeta, 2012, hlm. 11.
sekitarnya. Manusia sebagai makhluk yang memiliki akal, terkadang mengabaikan dan bersikap apatis
3
terhadap kondisi lingkungan alam di sekitarnya. Tidak jarang terdapat beberapa oknum yang secara sengaja meraup keuntungan dari kekayaan
alam. Lebih lanjut, bencana dikelompokkan menjadi dua, yaitu bencana alam
4
dan bencana anthropogene.
5
Di Indonesia terdapat beberapa bencana alam yang telah banyak menimbulkan kerugian, di antaranya adalah 1 bencana tsunami
yang terjadi pada hari Minggu tanggal 26 Desember 2004 telah merenggut banyak korban jiwa, lumpuhnya perekonomian masyarakat, kerusakan total sarana dan
prasarana umum seperti sekolah, rumah ibadah, rumah sakit, pasar, sampai akses jalan yang terputus; 2 bencana gempa tektonik yang melanda Yogyakarta dan
sebagian wilayah Klaten telah menghancurkan hampir seluruh pemukiman di Kabupaten Bantul dan sekitarnya, rusaknya berbagai sarana dan prasarana umum
seperti sekolah, rumah ibadah, rumah sakit, pasar, dan berbagai kerugian lainnya.
6
Selain itu, bencana anthropogene yang terjadi di Indonesia, di antaranya adalah 1 kegagalan pengeboran eksplorasi migas di daerah Renokenongo,
Sidoarjo, Jawa timur, telah menimbulkan semburan lumpur panas yang menjadi musibah berkepanjangan bagi seluruh warga yang tinggal di sekitarnya;
7
3 bencana banjir yang setiap tahun melanda Jakarta sebagai akibat dari curah hujan
yang tinggi, pengelolaan saluran air, sampah dan sungai yang belum maksimal, serta masyarakat yang belum terbiasa menerapkan pola hidup bersih dan cinta
lingkungan. Berbagai runtutan peristiwa bencana di atas semakin membuktikan
3
Apatis adalah sikap acuh, tidak peduli, masa bodoh. Sebagaimana dijelaskan oleh Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 2007, hlm. 60.
4
Bencana alam adalah jenis bencana yang disebabkan oleh dinamika bumi yang tidak pernah berhenti secara alamiah. Sebagaimana dijelaskan oleh Sukandarrumidi, Bencana Alam
Bencana Anthropogene, Yogyakarta: Kanisius, 2010, hlm. 7.
5
Bencana anthropogene adalah jenis bencana yang dipicu oleh ulah manusia yang memanfaatkan sumber daya alam secara berlebihan dan tidak ramah lingkungan. Sebagaimana
dijelaskan oleh Sukandarrumidi, Ibid.,hlm. 7 25.
6
Ibid., hlm. 34.
7
Sukandarrumidi, Bencana Alam Bencana Anthropogene, Op. cit., hlm. 24.
bahwa Indonesia adalah negara yang rawan bencana dengan tingkat ancaman bencana alam yang paling besar di dunia.
Lebih lanjut, terdapat beberapa program sebagai bagian dari ratifikasi 168 negara termasuk Indonesia tentang Hyogo Framework for Action 2005-2015
HFA yang berkomitmen untuk penurunan secara berarti hilangnya nyawa dan aset-aset sosial, ekonomi, dan lingkungan karena bencana yang dialami oleh
masyarakat dan negara.
8
Salah satu prioritas HFA adalah pentingnya menggunakan pengetahuan, inovasi, dan pendidikan untuk membangun sebuah
budaya keselamatan dan ketangguhan di semua tingkat dalam jangka panjang diharapkan akan dapat membangun kesiapsiagaan terhadap bencana dari respon
yang efektif di semua tingkat.
9
Untuk itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat berfungsi sebagai media informasi yang efektif dalam mengubah pola pikir
dan pola prilaku masyarakat dengan memberikan pendidikan mitigasi di sekolah. Hal di atas sesuai dengan kerangka berpikir yang dikembangkan dalam
upaya pengurangan resiko bencana atau mitigasi, meliputi 4 kerangka konseptual, yaitu:
10
1 awareness perubahan prilaku; 2 knowledge development salah satunya pendidikan dan pelatihan; 3 public commitment; dan 4 risk
assessment. Pentingnya pengetahuan, inovasi, pendidikan guna membangun budaya keselamatan dan ketahanan pada semua unsur di sekolah terkait dengan
bencana. Upaya menanamkan kesadaran siaga bencana dapat dilakukan sedini mungkin, terutama bagi para siswa di sekolah dasar.
Berdasarkan Undang-
Undang RI Nomor 32 tahun 2009 Pasal 1, dijelaskan bahwa “Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek
lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan,
kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.”
11
8
Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana, Jakarta: BNPB, 2010, vol. 1, no. 1, hlm. 32-33.
9
Ibid., hlm. 33.
10
Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana, Op. cit., hlm. 33.
11
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 1 Ayat 3.
Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Lingkungan Hidup pasal 9, dijelaskan bahwa “pendidikan menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran
masyarakat dilaksanakan, baik melalui jalur pendidikan formal mulai dari taman kanak-kanaksekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi, maupun melalui jalur
pendidikan nonformal.
12
Dalam bidang pendidikan dasar, sudah sepatutnya diterapkan pembelajaran tentang konsep mitigasi bencana. Terlebih lagi,
berdasarkan hasil kajian LIPI-UNESCOISDR menunjukkan komunitas sekolah termasuk dalam kelompok masyarakat rentan yang tingkat kesiapsiagaannya
masih minim.
13
Oleh karena itu, upaya sosialisasi tentang mitigasi bencana sebaiknya dimasukkan dalam proses pembelajaran, terutama di tingkat pendidikan
dasar agar terbentuk konsep diri pada siswa dalam memahami konsep mitigasi bencana, dan dapat merubah sikap siswa, serta meningkatkan pengetahuan dan
tingkah laku siswa dalam menghadapi bencana. Pada dasarnya, pemahaman konsep mitigasi bencana dapat diterapkan
untuk semua bidang studi, tetapi dalam hal ini, konsep mitigasi bencana diterapkan melalui pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial IPS.
14
IPS di sekolah dasar merupakan nama mata pelajaran yang berdiri sendiri sebagai integrasi dari
sejumlah konsep disiplin ilmu sosial, humaniora, sains, dan bahkan berbagai isu serta masalah sosial kehidupan. Materi IPS untuk jenjang sekolah dasar tidak
terlihat aspek disiplin ilmunya, karena yang lebih difokuskan adalah dimensi pedagogik, dan psikologis, serta karakteristik kemampuan berpikir siswa yang
bersifat holistik.
15
Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial adalah untuk
12
Koesnadi Hardjasoemantri, Aspek Hukum Peran Serta Masyarakat Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1986, hlm. 19-20.
13
LIPI-UNESCOISDR, Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Mengantisipasi Bencana Gempa Bumi Tsunami. Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, Jakarta, 2006. Sebagaimana dikutip oleh Chairummi, Sri Adelila Sari, M. Ridha, Universitas Syiah Kuala, Pengaruh Konsep Diri Dan Pengetahuan Siswa Terhadap
Kesiapsiagaan Bencana Gempa Bumi di SDN 27 dan MIN Merduati Banda Aceh, Jurnal Kesehatan Ilmiah Nasuwakes Vol.6 No.2, November 2013, 240 - 241.
14
Ilmu Pengetahuan Sosial IPS merupakan nama mata pelajaran di tingkat sekolah dasar dan menengah atau nama program studi di perguruan tinggi yang identik dengan istilah
“social studies”. Sebagaimana dijelaskan oleh Sapriya, dkk.,Konsep Dasar IPS, Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan, 2008, hlm. 2.
15
Ibid., hlm. 3.