Pola Asuh KAJIAN PUSTAKA

ari hasil penelitian yang dilakukan oleh Rosyidah Widyaningrum 2011 menemukan beberapa faktor yang menjadikan keluarga beda agama ini dapat hidup harmonis dalam menjalani kehidupan berumah tangga diantaranya: a. Rasa saling menyayangi antar anggota keluarga. b. Adanya komunikasi yang sehat antar anggota kelompok sehingga semua masalah dapat diselesaikan dengan baik. c. Saling menghormati dan memberikan kebebasan dalam beribadah, bahkan mendukung pasangannya untuk beribadah maka keharmonisan hidup berumah tangga akan terwujud. d. Ekonomi yang cukup juga menjadi salah satu faktor keharmonisan rumah tangga beda agama ini, beberapa keluarga mengaku takut berpisah dengan alasan tidak ada jaminan kesejahteraan jika ia memutuskan untuk berpisah. e. Hadirnya anak adalah faktor yang menjadi dasar bagi sebagian keluarga beda agama tetap mempertahankan kebersamaan mereka. Sehingga untuk dapat memenuhi faktor-faktor tersebut proses sosial yang terjadi dalam keluarga tersebut harus berjalan dengan baik. dimana proses sosial yang dimaksud adalah proses asimilasi dan kerjasama yang terjadi antara anggota keluarga terutama ayah dan ibu.

2.6 Pola Asuh

Pengasuhan anak adalah bagian dari proses sosialisasi yang paling penting dan mendasar, karena cara pengasuhan anak berfungsi untuk mempersiapkan anak untuk menjadi warga masyarakat. Pengasuhana berasal dari kata asuh to ear yang mempunyai makna menjaga, merawat, dan mendidik anak yang masih kecil. Universitas Sumatera Utara Wagne dan Funk dalam IPNB 1993 : 2 menyebutkan bahwa mengasuh itu meliputi menjaga serta memberi bimbingan menuju pertumbuhan kearah kedewasaan. Pengertian lain diutarakan oleh Webster IPNB, 1993: 2 yang intinya bahwa mengasuh itu bimbingan menuju ke pertumbuhan ke arah kedewasaan dengan memberikan pendidikan, makanan, dan sebagainya terhadap mereka yang di asuh. Dengan demikian pengasuhan anak yang merupakan bagian dari sosialisasi pada dasarnya berfungsi untuk mempertahankan kebudayaan dalam suatu masyarakat tertentu. Menurut Whiting dan Child dalam IPNB 1993 :2 dalam proses pengasuhan anak harus diperhatikan yaitu orang-orang yang mengasuh dan cara- cara penerapan larangan dan keharusan yang dipergunakan. Menurut mereka cara menerapkan larangan maupun keharusan terhadap pola pengasuhan anak beraneka ragam. Tetapi pada prinsipnya cara pengasuhan anak ini setidak-tidaknya mengandung sifat pengajaran instructing, pengganjaran rewarding, dan pembujukan inciting. Pengasuhan anak tidak akan sama bentuknya di setiap keluarga dan setiap suku. Pola pengasuhan ini sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan yang didukung pula oleh faktor pendidikan, faktor stratifikasi sosial, faktor ekonomi, dan faktor kebiasaan hidup orangtua dalam keluarga tersebut. Selain itu faktor lingkungan misalnya tempat tinggal ataupun sistem kekerabatan pada suatu masayarakat sekitarnya juga turut mempengaruhi pola pengasuhan yang diterapkan dalam suatu keluarga. Universitas Sumatera Utara Dalam masa pengasuhan, lingkungan pertama yang berhubungan langsung dengan anak adalah orangtua. Pertumbuhan seorang anak berada dibawah asuhan dan perawatan orangtua. Hal ini lah yang menyebabkan orangtua merupakan dasar pertama bagi pembentukan kepribadian anak. Melalui orangtua, anak akan beradaptasi dengan lingkungannya dalam proses pengenalan lingkungan sekitarnya. Menurut Lembaga Riset Psikologi UI dalam IPNB 1990 : 1 dasar pengembangan seorang anak telah diletakkan di tangan orangtua melalui pengasuhan anak sejak anak itu memulai kehidupannya sebagai mahkluk sosial. Masa anak-anak merupakan sangat penting dalam pembentukan karakter seorang individu, karena pada masa ini orangtua akan menanamkan norma, nilai, kebiasaan, sifat-sifat, dan aturan-aturan yang berlaku yang akan mempentuk pola tingkah laku yang diharapkan masyarkat. Secara teoritis menurut Baumrind dalam Fatchiah 2009 : 85 pola pengasuhan anak terdiri dari tiga bentuk yaitu: 1. Pola Asuh Otoriter Dalam pengasuhan otoriter ini orang tua memiliki kaidah-kaidah dalam peraturan-peraturan yang kaku dalam mengasuh anaknya. Pola pengasuhan ini identik dengan hukuman dan tingkah laku anak akan dikekang secara kaku dan dan tidak ada kebebasan berbuat kecuali perbuatan yang sudah di tetapkan oleh peraturan. Dengan demikian anak tidak memperoleh kesempatan untuk mengendalikan perbutan- perbuatannya. Perilaku orangtua dalam berinteraksi dengan anak bercirikan tegas, suka menghukum, anak dipaksa untuk patuh terhadap aturan-aturan yang diberikan oleh orangtua tanpa merasa perlu Universitas Sumatera Utara menjelaskan kepada anak apa guna dan alasan dibalik aturan tersebut, serta cenderung mengekang keinginan anaknya. Pola asuh otoriter dapat berdampak buruk pada anak, yaitu anak merasa tidak bahagia, ketakutan, tidak terlatih untuk berinisiatif kurang berinisiatif, selalu tegang, cenderung ragu, tidak mampu menyelesaikan masalah kemampuan problem solving-nya buruk, kemampuan komunikasinya buruk serta mudah gugup, akibat seringnya mendapat hukuman dari orangtua. Anak menjadi tidak disiplin dan nakal, pola asuh seperti ini anak diharuskan untuk berdisiplin karena keputusan dan peraturan ada ditangan orangtua. 2. Pola Asuh Demokratis Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang bercirikan adanya hak dan kewajiban orangtua dan anak adalah sama dalam arti saling melengkapi, anak dilatih untuk bertanggung jawab dan menentukan perilakunya sendiri agar dapat berdiplin. Orangtua yang menerapkan pola asuh demokratis banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk berbuat keputusan secara bebas, berkomunikasi dengan lebih baik, mendukung anak untuk memiliki kebebasan sehingga anak mempunyai kepuasan sedikit menggunakan hukuman badan untuk mengembangkan disiplin. Orangtua menggunakan diskusi, penjelasan, dan alasan-alasan yang membantu anak agar mengerti mengapa ia diminta untuk mematuhi semua aturan. Orangtua lebih menekankan aspek penididikan ketimbang aspek hukuman. Hukuman hanya diberikan ketika anak-anak menolak perbuatan yang harus dilakukan secara sengaja namun tidak menggunakan kekerasan dan ketika anak melakukan perbuatan sesuai dengan apa yang patut ia Universitas Sumatera Utara laksanakan maka anak tersebut akan memperoleh pujian dari orangtua. Orangtua demokratis adalah orangtua yang berusaha untuk menumbuhkan kontrol dari dalam diri sendiri. Pola asuh demokratis dihubungkan dengan tingkah laku anak-anak yang memperlihatkan emosional positif, sosial, dan pengembangan kognitif. 3. Pola Asuh Permisif Orangtua bersikap membiarkan atau mengizinkan setiap tingkah laku anak, dan tidak memberikan hukuman kepada anak. Pola ini ditandai oleh sikap orangtua yang membiarkan anak mencari dan menemukan sendiri tata cara yang memberikan batasan-batasan dari tingkah lakunya. Pada saat terjadi hal yang berlebihan barulah orangtua bertindak . Pada pola asuh ini pengawasan menjadi sangat longgar. Orangtua belum tentu menggunakan satu pola asuh saja, ada kemungkinan menggunakan tiga pola asuh tersebut sekaligus atau pun secara bergantian. Penentuan penggunaan pola asuh ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu So’adah 2005: 56: 1. Kenyamanan diri orangtua terhadap pola asuh itu sendiri. Artinya orangtua akan mengevaluasi pola asuh yang diterapkan oleh orangtua mereka sewaktu mengasuh mereka. Jika pola asuh yang diterima orangtua saat ia kecil dianggap benar maka pola asuh yang sama akan diterapkan kepada anak-anaknya dan sebaliknya, jika pola asuh tersebut dianggap salah maka orangtua akan menggati pola asuh yang akan diterapkan. 2. Dipengaruhi oleh apa yang dianggap baik oleh masyarakat sekitar dari pada oleh keinginannya sendiri. Universitas Sumatera Utara 3. Usia orangtua juga mempengaruhi pemilihan pola asuh ini, dimana orangtua yang yang berusia masih muda cenderung menerapkan pola asuh yang demokratis atau permisif dibandingkan dengan mereka yang sudah lanjut usia. 4. Mengikuti kursus persiapan perkawinan atau kursus pemeliharaan anak memberikan pengaruh terhadap pemilihan pola asuh terhadap anak, karena orangtua akan lebih memahami apa yang dibutuhkan oleh anak sehingga mereka cenderung memilih pola asuh demokratis. 5. Jenis kelamin orangtua yaitu wanita lebih mengerti tentang anak oleh karena itu lebih demokratis dibandingkan dengan pria. 6. Status sosial ekonomi yang mempengaruhi orangtua dalam menggunakan pola sosialisasi mereka bagi anak-anaknya. 7. Konsep peranan orangtua, dimana orangtua yang tradisional cenderung lebih menggunakan pola asuh yang otoriter dibandingkan dengan orangtua yang lebih modern. 8. Pada dasarnya orangtua berkemungkinan membedakan pola asuh antara anak perempuan dan anak laki-laki. 9. Usia anak juga mempengaruhi pola asuh orangtua, sehingga pola asuh otoriter sering diterapkan ketika anak masih kecil karena mereka belum mengerti secara pasti mana yang baik dan mana yang buruk. 10. Kondisi anak, dimana bagi anak-anak yang agresif, lebih baik menggunakan pola asuh yang otoriter, sedangkan anak-anak yang mudah merasa takut dan cemas lebih tepat menggunakan pola asuh yang demokratis. Universitas Sumatera Utara

2.7 Sosialisasi Agama Dalam Keluarga