Bapak Paulus Nugraha Jati dan Ibu Hartanti Tri Nopi Yanti Ibu Sri Suhartini

melainkan juga memberikan contoh secara langsung bagaimana ibadah dan melaksanakan apa-apa saja yang menjadi kewajiban mereka dalam menjalani agama mereka masing-masing. Sehingga Andhika melaksanakan apa yang dia pahami dan dia lihat dalam melaksanakan kewajiban beragama dari kedua agama tersebut. Menurut Andhika dalam kehidupannya sehari-hari figur yang paling dominan dalam mengasuh dan memberikan pemahaman tentang agama adalah Ibu Yuni. Ibu Yuni menjadi lebih dominan dalam mengasuh Andhika karena Bapak Hani lebih sering bekerja di luar kota sehingga tidak memiliki waktu yang banyak tinggal bersama mereka di rumah. Hal ini lah yang menjadi salah satu faktor Andhika saat ini memilih untuk menjalani dan mendalami ajaran agama Islam. Sebelum akhirnya Andhika memilih untuk menjalani ajaran agama Islam Andhika tidak pernah memperoleh masalah berkaitan dengan hal ini, karena dia sering berkomunikasi dan bertanya kepada orangtuanya tentang dan memperoleh masukan dan juga dukungan dari orangtunya terutama dari ibunya. Sehingga tidak sulit bagi Andhika dalam memilih agama mana yang lebih nyaman dan lebih sesuai dengan keinginan hatinya untuk di jalankan. Andhika mengaku sangat mudah memahami dan menerima perbedaan agama yang terjadi dalam keluarganya karena kedua orangtunya menjelaskan hal tersebut dengan baik dan dengan cara yang mudah untuk di mengerti. Sehingga dalam pemilihan agama pun Andhika tidak mengalami kesulitan dalam menentukan agamanya kedepanya.

7. Bapak Paulus Nugraha Jati dan Ibu Hartanti Tri Nopi Yanti

Universitas Sumatera Utara Bapak Paulus Nugraha Jati 36 merupakan seorang beragama Khatolik yang bekerja sebagai wartawan. Dan Ibu Hartanti Tri Nopi Yanti 40 merupakan seorang beragama Islam yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Keduanya menikah pada 15 Juli 2009 secara Islam di Sleman Yogyakarta. Keduanya memutuskan untuk menikah secara Islam dan menjalani agama mereka masing-masing seperti semula setelah menikah, karena meraka menganggap agama bukan lah suatu penghalang untuk mereka bisa hidup bersama. Menurut Bapak Nugraha dan Ibu Hartanti bahwa agama hanya sebagai pegangan hidup dalam bertingkah laku dan pada dasarnya setiap agama adalah sama. Bapak Nugraha dan Ibu Hartanti selalu menjaga keharmonisan keluarga mereka dengan tidak memandang perbedaan yang ada. Sehingga sikap saling menghargai, menghormati, dan bertoleransi dapat dengan mudah di terapkan dalam keluarga. Mereka berdua juga selalu membangun komunikasi dengan baik, sehingga ketika terjadi perselisihan dan permasalah lainnya selalu dibicarakan dengan baik dengan kepala dingin untuk memperoleh solusi yang terbaik. Berkaitan dengan agama yang akan di anut oleh anak, mereka telah membuat kesepakatan bersama sebelum mereka menjalani keluarga berbeda keyakinan ini. Dimana yang menjadi kesepakatan tersebut adalah bahwa anak pertama dalam keluarga tersebut baik itu laki-laki maupun perempuan harus beragama Khatolik sesuai dengan keyakinan dari Bapak Nugraha. Hal ini karena Bapak Nugraha ingin agar penerus pertama dalam keluarga ini adalah seorang Khatolik. Universitas Sumatera Utara Saat ini Bapak Nugraha dan Ibu Hartanti sudah memiliki satu orang anak yaitu Lucia Shinta Amelia yang masih berusia 4 tahun. Dalam mendidik anaknya ini keduanya lebih memilih untuk tegas kepada anaknya baik itu dalam memutuskan agama yang akan dianut maupun mendidik anaknya. Hal ini dipilih untuk membentuk anaknya menjadi pribadi yang mandiri.

8. Ibu Sri Suhartini

Ibu Sri Suhartini 53 adalah seorang Khatolik yang saat ini telah menjadi seorang pensiunan guru. Ibu Sri menikah dengan Alm. Triyono Freda Tama yang merupakan seorang beragama Islam pada tahun 1982. Mereka menikah dengan mencatatkan pernikahan mereka pada pencatatan sipil dan mereka dikaruniai empat orang anak 3 orang anak perempuan yang beragama Khatolik dan ketiganya sudah menikah kemudian satu orang anak laki-laki yang beragama Islam yang bekerja sebagai pekerja swasta. Ibu Sri memilih untuk membangun keluarga dengan latar belakang keyakinan agama yang berbeda dengan suaminya dengan alasan keduanya merasa sudah sangat cocok dan saling menyayangi satu sama lain. Sehingga perbedaan agama bukanlah alasan yang tepat jika mereka harus memilih untuk berpisah. Sebelum akhirnya menikah Ibu Sri mengaku menghadapi banyak permasalahan sebelum dan setelah menikah. Selain berhubungan dengan perbedaan agama yang ada dalam keluarga ini permasalah keluarga pada umumnya juga di hadapi keluarga ini misalnya masalah ekonomi. Dengan demikian Ibu Sri semakin terpacu menjadikan keluarganya menjadi keluarga yang bahagia dan harmonis ditengah perbedaan agama yang ada, yaitu dengan saling bertoleransi satu sama lain dengan saling Universitas Sumatera Utara mengingatkan masing-masing anggota keluarga untuk beribadah, mengahargai satu sama lain, dan ikut berpartisipasi dalam merayakan kegiatan masing-masing agama dalam keluarga. Berkaitan dengan agama anak-anak, Ibu Sri dan suaminya memberikan kebebasan sepenuhnya kepada anak untuk memilih agama yang sesuai dengan keinginan dan kemantapan hati mereka dalam menjalankannya. Dalam mengasuh keempat anaknya Ibu Sri lebih memilih untuk memberikan kebebasan kepada anak-anaknya. Sosialisasi agama yang dilakukan oleh Ibu Sri kepada anak-anaknya dengan memberikan pemahaman tentang agama secara bergantian kepada anak karena hal ini merupakan kewajiban mereka sebagai orangtua. Namun dalam melakukan sosialisasi kepada agama diakui Ibu Sri dia membedakan anatara anak perempuan dan laki-laki. Dimana anak perempuan diberikan kebebasan sepenuhnya, namun klepada anak laki-lakinya dia memberikan kebebasan tetapi dia cendrung mendorong anaknya itu kepada agama Islam. Sosialisasi yang dilakukan Ibu dan suaminya dalam memberikan pemahan tentang perbedaan agama dan ajaran agama di lakukan dari tahap ketahap sesuai dengan perkembangan pola pikir anak-anaknya.

9. Puguh