2 Struktur Sosial Masyarakat Jawa

4. Fase Integrasi merupakan fase dimana anak sudah menjadi bagian dari dirinya sendiri yang memang ingin dilakukannya sendiri. Norma dan nilai yang ditanamkan oleh orangtuanya sudah menjadi anak atau katahi dari anak, bukan lagi berasal dari luar diri anak. Fokus lain dari pendekan ini adalah pengaruh timbal balik antara keluarga dengan kepribadian. Dimana peranan masing-masing anggota keluarga baru dapat memperoleh makna khususnya bila dikaitan dengan struktur keluarga tertentu. Jadi keluarga membentuk jenis-jenis pribadi yang diinginkan maka dapat melaksanakan fungsi-fungsinya, dimana dalam prosesnya, setiap warga menyesuaikan kondisi-kondisi yang telah tercipta pada dirinya dimasa lampau terhadap peranannya di masa kini.

2. 2 Struktur Sosial Masyarakat Jawa

Seiring berkembangnya zaman dan kemajuan di bidang teknologi modern telah mendatangkan kemajuan pada berbagai bidang kehidupan, salah satunya kemajuan dalam bidang komunikasi. Majunya komunikasi berarti pula telah membuka kesempatan yang lebih besar kepada anggota-anggota dari golongan masyarakat, baik yang namanya suku, ras, maupun agama untuk berinteraksi dari anggota-anggota masyarakat dari luar golongannya. Interaksi tersebut bukanlah hal yang mustahil bila terlahir perkawinan antar suku, ras, bahkan antar agama Surbakti, 2009 dalam Deassy N.Y dkk. Kemajuan dari berbagai aspek kehidupan menyebabkan terjadinya interaksi masyarakat dari suatu golongan ke golongan lain, dimana interaksi ini dapat pula berdampak pada terjadinya penikahan lintas agama. Fenomena keluarga berbeda keyakinan agama merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat Universitas Sumatera Utara dihindari, terutama di kota-kota besar yang heterogen penduduknya, misalnya di Pulau Jawa. Di pulau Jawa fenomena keluarga berbeda keyakinan ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja tetapi terjadi juga di desa-desa. Masyarakat Jawa merupakan kelompok yang kental dengan kehidupan religinya dan kebudayaan yang khas dan masih terjaga. Kekompleksitas masyrakat Jawa ini sendiri telah menjadi kajian yang menarik oleh Clifford Geerzt. Dimana Geerzt menfokuskan konsep kebudayaan kepada nilai-nilai budaya yang menjadi pedoman masyarakat untuk bertindak dalam menghadapi berbagai permasalahan hidupnya. Sehingga pada akhirnya konsep budaya lebih merupakan sebagai pedoman penilaian terhadap gejala-gejala yang dipahami oleh si pelaku kebudayaan tersebut. Makna berisi penilaian-penilaian pelaku yang ada dalam kebudayaan tersebut. Dalam kebudayaan, makna tidak bersifat individual tetapi publik, ketika sistem makna kemudian menjadi milik kolektif dari suatu kelompok Muhtadi Ridwan, 2010. Pengamatan Geertz masyarakat Jawa merambah pada praktik hidup penduduk setempat. Geertz juga mengambil penggolongan penduduk menurut pandangan masyarakat jawa yang didasarkan pada kepercayaan, preferensi etnis dan pandangan politik. Dia kemudian menemukan tiga inti struktur sosial yakni desa, pasar dan birokrasi pemerintah yang mencerminkan tiga tipe kebudayaan, yakni abangan, santri dan priyayi. dimana secara ringkas tiga varian masyarakat Jawa tersebut yaitu Abangan yang mewakili sikap menitikberatkan segi-segi animisme sinkretisme Jawa yang menyeluruh, dan secara luas berhubungan dengan unsur-unsur petani di antara penduduk; Santri yang mewakili sikap menitikberatkan pada segi-segi Islam dalam sinkretisme tersebut, pada umumnya Universitas Sumatera Utara berhubungan dengan unsur pedagang maupun juga dengan unsur-unsur tertentu di antara para petani; dan Priyayi yang sikapnya menitikberatkan pada segi-segi Hindu dan berhubungan dengan unsur-unsur birokrasi Muhtadi Ridwan, 2010. Masyarakat suku jawa juga sangat kental dengan sistem kekerabatannya, dimana sistem kekerabatan mereka bersifat billateral atau parental. Sistem kekerabatan billateral ini artinya garis keturunan berasal dari bapakibu. Istilah- istilah yang digunakan dalam sistem kekerabatan Jawa sebagai berikut: 1. Pakde dan Bude uwa, yaitu semua kakak dari bapak dan ibu, baik laki- laki maupun perempunan beserta suami dan istrinya. 2. Paklik Paman dan Bulik bibi, yaitu semua adik dari ayah dan ibu,baik laki-laki maupun perempuan beserta suami dan istrinya. 3. Nak Ndulur Sepupu, yaitu anak dari pakde-bude dan paklik-bulik. 4. Misan, yaitu anak dari saudara sepupu. Pada masyarakat Jawa, perkawinan dianggap ideal apabila diukur dari segi keyakinan dan kesamaan adat yang menunjukan adanya pemilihan jodoh ideal. Ukuran ideal bagi pria adalah perhitungan bibit, bebet, dan bobot. Sehingga masyarakat Jawa memantangkan pernikahan sedarah. Maka perlu pertimbangan yang sangat matang sebelum akhirnya memutuskan untuk menikah. Melihat adanya struktur sosial dalam masyarakat Jawa yang terbagi menjadi tiga varian ini dan kentalnya kebudayaan masyarakat Jawa ini, maka pada saat ini dengan semakin meluasnya majunya zaman menjadi lebih modern kemungkinan interaksi yang terjadi diantara golongan-golongan tersebut semakin nesar. Sehingga pernikahan diantara golongan yang satu dengan golongan yang lain juga Universitas Sumatera Utara bisa saja terjadi. Begitu pula dengan peluang pernikahan berbeda keyakinan pada golongan tersebut juga semakin besar.

2.3 Interaksi Sosial