Kinerja Prototipe Alat Penyulingan Berdasarkan Proses 1 Prototipe

62 Gambar 23. Disain prototipe separator: a kaca pengamatan, b pipa pengeluaran air, c corong masuk destilat, d kran keluaran minyak. Disain separator di atas ternyata belum mampu memisahkan minyak dengan air secara sempurna. Pemisahan lebih lanjut dilakukan menggunakan labu pemisah berukuran 500 ml.

b. Kinerja Prototipe Alat Penyulingan Berdasarkan Proses 1 Prototipe

Boiler Pada sistem penyulingan prototipe, kondisi tekanan uap yang diterapkan berkisar antara 2,5 bar gauge hingga 3,5 bar gauge. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga kestabilan tekanan uap air yang masuk ke dalam ketel. Walaupun tekanan uap air dalam boiler fluktuatif pada kisaran 2,5 bar hingga 3,5 bar, namun tekanan uap yang ada di dalam ketel suling tetap berkisar 0,5 bar pada satu jam pertama, 1 bar pada dua jam kedua, dan 1,5 bar pada tiga jam berikutnya. Dengan demikian fluktuasi laju destilat tidak berpengaruh terhadap tekanan uap di boiler. Hal ini berlawanan dengan yang terjadi di sistem penyulingan skala IKM. Tekanan uap boiler yang cenderung stabil menghasilkan data efisiensi energi seperti pada Tabel 11. a b c d 500 mm 450 mm 63 Tabel 11. Data efisiensi energi dalam prototipe boiler No. Keterangan Jumlah 1. Jumlah kayu yang digunakan K.A = 20 98,38 kg 2. Energi total yang dihasilkan kayu 1.908,66 MJ 3. Jumlah air yang diuapkan 556,95 liter 4. Energi total uap air yang dihasilkan 1.480,93 MJ 5. Lama waktu penyulingan 6 jam 6. Efisiensi energi dalam tungku dan boiler 77,59 Berdasarkan data dalam Tabel 11, maka kebutuhan energi dari kayu bakar sebesar 318,11 MJjam dari kayu sebanyak 16,40 kg. Namun energi dari kayu tersebut tidak digunakan untuk membentuk uap air seluruhnya karena efisiensi energi dari boiler sebesar 77,59 . Energi kayu yang digunakan untuk pembentukan uap air hanya sebesar 246,82 MJjam. 2 Prototipe Ketel Suling Kinerja dan efisiensi prototipe ketel suling berdasarkan kondisi proses, dapat dilihat dari kerapatan pengisian bahan ke dalam ketel dan kehilangan panas berdasarkan peningkatan tekanan uap dalam ketel. Bila dilihat dari ukuran prototipe ketel suling, jumlah maksimal nilam kering yang dapat dimasukkan dalam satu kali proses penyulingan sebanyak 160 kg. Namun pada pelaksanaannya pengisian nilam ke dalam ketel hanya sebanyak 120 kg. Dengan demikian kerapatan nilam dalam ketel sebesar 0,074 kgliter. Penggunaan kerapatan pengisian nilam sebesar 0,074 kgliter atau setara dengan 74,1 bv dari kapasitas maksimal volume ketel, tidak menimbulkan jalur uap rat hole selama proses penyulingan. Tidak 64 adanya jalur uap ditandai dengan setiap bagian daun dan ranting nilam basah setelah proses penyulingan. Dengan demikian, kepadatan pengisian bahan sebesar 0,074 kgliter pada prototipe ketel suling dapat dianggap optimal. Jalur uap tidak terbentuk pada sistem penyulingan prototipe, dipengaruhi pula dengan adanya pemadatan daun dan ranting nilam sebelum disuling. Pemadatan daun dan ranting nilam sebelum disuling dapat membantu meratakan tingkat kerapatan bahan pada setiap bagian ketel. Dengan tingkat kerapatan bahan yang merata dapat memperkecil kemungkinan terjadinya jalur uap. Hal ini dikarenakan semakin kompak pengisian bahan, maka semakin kecil celah-celah antar bahan Anggraeni, 2003. Fenomena penetrasi uap tanpa adanya jalur uap dapat dilihat pada Gambar 24. Gambar 24. Fenomena penetrasi uap tanpa rat hole : a uap masuk, b uap keluar Sistem penyulingan prototipe menggunakan tekanan bertahap dalam ketel selama proses penyulingan minyak nilam. Besarnya tekanan uap dalam ketel dapat mempengaruhi jumlah kehilangan panas pada tiap bagian ketel yang terdiri dari tutup ketel, dinding ketel, glasswool, dan bodem ketel. Keterkaitan modifikasi tekanan bertahap terhadap pengaruh kehilangan panas pada keseluruhan bagian ketel dapat dilihat pada b a 65 4.70 13.09 21.62 y = 15.041Lnx + 4.1528 R 2 = 0.9762 5 10 15 20 25 0.5 1 1.5 Tekanan bar gauge Total Kehilangan Panas MJ Gambar 25. Kehilangan panas lebih spesifik pada tiap bagian ketel dapat dilihat dalam Gambar 26. Selain peningkatan tekanan dalam ketel, titik kritis dari penyulingan yaitu pengisian bahannya dalam ketel harus sesuai dengan kapasitas ketel, agar kinerja ketel dapat optimal terkait dengan proses penetrasi uap dalam ketel. Gambar 25. Pengaruh peningkatan tekanan terhadap total kehilangan panas ketel Gambar 25 menunjukkan bahwa peningkatan tekanan uap dalam ketel akan meningkatkan jumlah total kehilangan panas pada permukaan ketel. Data lebih rinci mengenai Gambar 25 dapat dilihat pada Lampiran 3. Dengan demikian, peningkatan perlakuan tekanan dalam suatu sistem penyulingan merupakan salah satu titik kritis dalam menentukan jumlah kehilangan panas yang terjadi pada ketel selama proses penyulingan. Total kehilangan panas tertinggi di ketel terjadi pada saat tekanan 1,5 bar sebesar 21,62 MJ yang diterapkan selama 3 jam. Pada tekanan 1 bar kehilangan panas tiap jamnya sebesar 6,54 MJ. Dengan demikian kehilangan panas untuk tiap jam pada tekanan 1,5 bar sebesar 7,21 MJ. Total kehilangan panas terendah di ketel terjadi pada tekanan 0,5 bar 66 1.16 1.43 1.61 3.11 3.40 0.42 0.51 0.54 4.70 6.54 7.21 1.29 1.49 1.65 1.83 1 2 3 4 5 6 7 8 0.5 1 1.5 Tekanan bar gauge Kehilangan panas MJjam Tutup Dinding Glasswool Bodem Keseluruhan bagian sebesar 4,70 MJ selama 1 jam. Kenaikan kehilangan panas dari tekanan 0,5 bar menjadi 1 bar tiap jamnya sebesar 1,84 MJ. Kenaikan kehilangan panas dari tekanan 1 bar menjadi 1,5 bar tiap jamnya sebesar 0,67 MJ. Gambar 26. Hubungan peningkatan tekanan terhadap kehilangan panas di tiap bagian ketel Bila dilihat dari Gambar 26, kehilangan panas pada tiap bagian ketel bervariasi. Hal tersebut dikarenakan luas permukaan pindah panasnya berbeda antar tiap bagian ketel. Kehilangan panas akan terus meningkat seiring dengan peningkatan tekanan. Namun demikian, peningkatan kehilangan panas pada tiap bagian ketel pada akhirnya akan mencapai titik tertentu, di mana kehilangan panasnya akan konstan bila tekanannya terus ditingkatkan. Hal ini terlihat dari Gambar 25 yang menunjukkan hubungan logaritmik antara peningkatan tekanan terhadap kehilangan panas. 3 Prototipe Kondensor Kinerja prototipe kondensor dari segi kondisi prosesnya ini diindikasikan berdasarkan perlakuan yang diterapkan pada air pendinginnya. Sistem air pendingin yang digunakan selama proses yaitu batch , di mana tidak ada penggantian air pendingin selama proses penyulingan berlangsung. Sistem air pendingin yang batch , menyebabkan akumulasi panas dimulai dari lapisan air pendingin paling 67 50 100 150 200 250 300 350 400 450 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 Menit ke- Suhu K T steam T air keluar T air masuk T atas hingga bawah. Dengan demikian suhu air pendingin meningkat dari lapisan bagian atas. Peningkatan suhu air pendingin dan selisih perubahan suhu pada air pendingin dapat dilihat pada Gambar 27 berikut dan keterangan lebih rinci pada Lampiran 2. Gambar 27. Suhu air pendingin di prototipe bak pendingin Proses penyulingan prototipe menggunakan kondisi proses peningkatan tekanan bertahap pada ketel, namun laju destilatnya tidak dikondisikan mengikuti peningkatan tekanan uap pada ketel, melainkan laju destilatnya dipertahankan sebesar 0,63 literkg jam atau setara dengan 75,6 literkg jam. Dengan demikian, akumulasi jumlah destilat akan berbanding lurus dengan peningkatan tekanan uap dalam ketel seperti terlihat pada Gambar 28. Data lebih rinci terkait dengan Gambar 28 dapat dilihat pada Lampiran 2. 68 70.52 228.64 154.71 y = 79.059x - 6.8252 R 2 = 0.9986 50 100 150 200 250 0.5 1 1.5 Bar gauge Jumlah destilat liter Akumulasi destilat liter Linear Akumulasi destilat liter Gambar 28. Hubungan akumulasi destilat terhadap peningkatan tekanan ketel

c. Efisiensi Energi Prototipe Alat Penyulingan 1 Prototipe