47 bagian dinding ketel tiap jamnya sebesar 6,10 MJ. Dengan demikian
efisiensi energi dari ketel suling skala IKM yang diperoleh sebesar 94,75 .
c. Kondensor Skala IKM
Kinerja kondensor skala IKM berdasarkan kondisi proses dilihat dari perlakuan yang diberikan pada air pendinginnya. Air pendingin yang
digunakan dalam bak pendingin skala IKM bersistem batch. Sistem batch
ini berarti tidak ada penambahan air pendingin ataupun pengeluaran air pendingin dari bak pendingin selama proses penyulingan
berlangsung. Dengan demikian akan terjadi akumulasi panas pada lapisan bagian atas air pendingin. Semakin bawah lapisan air pendingin maka
suhu air pendingin menurun menuju suhu air pendingin yang masuk di awal penyulingan sesuai dengan prinsip pindah panas McCabe, 2005,
sebelum terjadi pindah panas dari pipa kondensor. Selain itu, semakin lama waktu penyulingan, suhu air pendingin bagian lapisan atas akan
semakin panas. Peningkatan suhu air pendingin tersebut disebabkan oleh akumulasi panas pada lapisan bagian atas air pendingin McCabe, 2005.
Hal ini dapat terlihat pada Lampiran 1. Bermula dari hubungan kenaikan suhu destilat dan air pendingin
terhadap waktu, maka diperoleh data rata-rata pada kondensor sebagai berikut :
1. Jumlah rata-rata air pendingin dalam setiap proses penyulingan skala IKM sama yaitu sebesar 6.163,2 liter.
2. Rata-rata laju destilat yang digunakan 0,26 literkg bahanjam. 3. Rata-rata laju destilat tersebut menghasilkan rata-rata suhu destilat
35,91 °C. 4. Rata-rata selisih suhu air pendingin 53,48 °C.
Rata-rata selisih suhu air pendingin diperoleh berdasarkan rumus : ∆T
= T
steam
– Ta
in
– T
steam
– Ta
out
Ln T
steam
– Ta
in
T
steam
– Ta
out
Ketaren, 1985.
48 Berdasarkan data-data tersebut maka rata-rata total keseluruhan
kalor yang dilepaskan dari kondensor dalam sekali proses penyulingan sebesar 1.059,27 MJ. Efisiensi energi pada kondensor dapat dilihat dalam
Gambar 14.
Gambar 14. Efisiensi energi kondensor IKM
Berdasarkan data dari Gambar 14 seluruh energi yang masuk ke dalam kondensor tidak dapat diserap seluruhnya oleh air pendingin.
Penyerapan energi sebesar 75,62 yang terjadi di kondensor mengakibatkan uap yang masuk ke dalam kondensor dapat diubah
menjadi cairan, dalam hal ini berubah menjadi minyak nilam. Laju destilat dalam sistem penyulingan skala IKM masih
tergolong rendah karena tidak sesuai dengan jumlah nilam yang disuling di dalam ketel. Laju destilat yang rendah di skala IKM terkait dengan
pengisian nilam dalam ketel yang terlalu padat. Kemungkinan besar uap tertahan dalam nilam di ketel dan terkondensasi kembali sebelum
mengalir ke kondensor. Menurut Suryani et al., 2007, laju destilat optimal penyulingan nilam sebesar 0,6 literkg jam. Bila menggunakan
standar laju destilat tersebut maka laju destilat yang optimal digunakan pada skala IKM seharusnya sebesar 92,7 literkg jam. Berdasarkan hal
tersebut, laju destilat dalam proses penyulingan nilam skala IKM belum mencapai optimal. Laju destilat yang terlalu lambat tidak menyebabkan
efisiensi kondensor rendah. Laju destilat tersebut akan berpengaruh
Kondensor dan Air pendingin
Efisiensi = 75,62 ∆T = 53,48 °C
Energi steam uap 1.059,27
MJ Energi keluar
cair 801,06 MJ
49
34.07 89.91
141.88 185.67
202.55 234.46
286.73 315.89
50 100
150 200
250 300
350
1 2
3 4
5 6
7 8
Jam ke- Jumlah
destilat liter
langsung terhadap lama penyulingan. Laju destilat yang terlalu rendah akan memperpanjang waktu penyulingan.
Pada penyulingan skala IKM tidak terdapat pengaturan tekanan uap dalam ketel dan tidak ada pengaturan laju destilat. Dengan demikian,
tekanan uap dalam ketel dianggap konstan. Hal tersebut ditandai dengan akumulasi jumlah destilat berbanding lurus dengan lama waktu
penyulingan pada Gambar 15. Gambar 15. Akumulasi destilat terhadap lama waktu proses penyulingan
skala IKM
B. UJI KOSONG PROTOTIPE ALAT PENYULINGAN
Uji kosong pada prototipe peralatan penyulingan dimaksudkan untuk mengetahui kesiapan alat-alat tersebut dalam proses penyulingan. Kesiapan
alat yang dimaksud yaitu ada atau tidaknya kebocoran dalam sistem peralatan penyulingan Fatahna, 2005. Kebocoran pada sistem peralatan penyulingan
menyebabkan kehilangan energi dan rendemen. Hal tersebut tentunya akan terkait dengan keefektifan dan keefisienan peralatan penyulingan yang
digunakan Yuhono dan Shinta, 2006. Pada uji kosong yang dilakukan terhadap prototipe peralatan penyulingan
tidak terdapat kebocoran. Pemeriksaan ada atau tidaknya kebocoran tersebut dilakukan dengan udara bertekanan dan uap air yang dihasilkan boiler.
pemeriksaan kebocoran tidak hanya dilakukan pada prototipe peralatan