Kependudukan Model Pengelolaan Kawasan Permukiman Berkelanjutan Di Pinggiran Kota Metropolitan Jabodetabek

hijau, kondisi keamanantindakan kriminal, bencana kebakaran, fasilitas pemadaman kebakaran, kondisi banjir dan penanganannya, dan kondisi jaringan jalan Tabel 13. Tabel 13 Persepsi masyarakat terhadap kondisi lingkungan wilayah penelitian Kondisi Lingkungan Tahun 2007 dalam Tahun 2012 dalam Baik Sedang Buruk Baik Sedang Buruk Air tanah 92 8 87 16 Sanitasilimbah 43 57 36 46 18 Saluran airdrainase 11 65 24 15 50 35 Pembuangan sampah 13 65 22 7 54 39 Kondisi lalu lintas 54 42 4 40 39 22 Kondisi udara 39 61 37 59 4 Ketersediaan RTH 20 28 52 16 24 60 Kebakaran 71 27 2 73 24 3 Keamanan 73 21 6 73 21 6 Penanganan banjir 57 41 2 45 42 13 Kondisi jaringan jalan 71 25 4 71 29 Berdasarkan hasil perbandingan pendapat masyarakat terhadap kondisi lingkungan di wilayah penelitian saat tahun 2007 dengan tahun 2012 maka dihasilkan bahwa secara umum telah mengalami penurunan kondisi lingkungan. Hal ini terlihat dari pendapat masyarakat terhadap kondisi air bersih di tahun 2007 menurut sebagian masyarakat 90 berpendapat memiliki kondisi baik, tetapi dengan berjalannya waktu ternyata kondisi air di wilayah penelitian mengalami penurunan hal ini sesuai dengan pendapat masyarakat sebanyak 16 mengatakan saat ini kondisi air di wilayah penelitian sedang dan sebanyak 87 masih berpendapat bahwa kondisi air baik. Dengan bertambahnya penduduk di wilayah penelitian selama kurun waktu 5 tahun menyebabkan kondisi sanitasilimbah cair, drainase, persampahan, kondisi udara, kondisi lalu lintas dan penanganan banjir dalam keadaan menurun. Hal ini ditunjukkan dengan semakin bertambah banyak masyarakat yang menyatakan kondisi lingkungan menjadi buruk. Kondisi lingkungan yang berhubungan dengan kebakaran, keamanan dan kondisi jaringan jalan relatif tetap dalam kurun waktu 5 tahun ini. Gambar 12 menunjukkan gambar-gambar kondisi lingkungan di wilayah penelitian. untuk membuang sampah. Gambar 12 Kondisi Lingkungan di Wilayah Penelitian A. Kondisi SanitasiLimbah B. Kondisi SanitasiLimbah Gambar 5.8 Kondisi sanitasi limbah Gambar sanitasi limbah D. Kondisi Saluran Drainase Gambar Saluran AirDrainase F. Kondisi Pembuangan Sampah Sementara C. Kondisi Saluran Drainase E. Kondisi Pembuangan Sampah Sementara Kondisi kualitas lingkungan fisik di wilayah penelitian telah menunjukkan degradasi, hal ini sesuai dengan data yang didapatkan dari instansi terkait. Salah satunya ditunjukkan oleh kemampuan dalam pengelolaan persampahan. Pertumbuhan penduduk yang pesat menyebabkan terjadinya peningkatan timbulan sampah disisi lain kemampuan pelayanan pengangkutan sampah dari pemerintah terbatas. Data tahun 2012, Kecamatan Cimanggis dan Tapos sampah yang terangkut sebanyak 30 Dinas Persampahan Kota Depok, Kecamatan Gunung Putri sampah yang terangkut sebanyak 24 Dinas Cipta Karya Kabupaten Bogor dan Kecamatan Jati Sampurna sampah yang terangkut sebanyak 27 Dinas Persampahan Kota Bekasi. Sebagian besar penduduk mengelola sampah secara individu dengan menimbunmembakar bahkan membuang sampah ke sungai atau lahan kosong. Keadaan ini menyebabkan penurunan kualitas lingkungan di wilayah penelitian.

4.6 Kondisi Pengelolaan Saat ini

Wilayah penelitian oleh karena sifat fungsional perkotaannya yang lintas batas wewenang administratif, maka pengelolaan tidak dapat dilakukan secara legal formal oleh tiap-tiap daerah otonom pemegang kekuasaan otoritas administratif, khususnya dalam penataan ruang tanpa menimbulkan eksternalitas ke daerah lainnya. Seringkali muncul ke permukaan adalah eksternalitas yang negatif sebagai implikasi dari tuntutan layanan fasilitas, utilitas serta infrastruktur yang bersifat lintas daerah, lintas fungsi dan lintas dampak. Oleh karena itu muncul usaha untuk mengatasi hal ini kedalam pembentukan suatu institusi kawasan secara lebih luas. Berangkat dari latar belakang ini maka pada tahun 1976 Gubernur Provinsi DKI Jakarta dan Gubernur Jawa Barat sepakat untuk melaksanakan kerjasama antar wilayah yang bertujuan untuk memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Kerjasama ini ditandai dengan didirikannya Badan Kerjasama Pembangunan Jabotabek. Seiring dengan isu otonomi daerah yang diikuti dengan munculnya daerah-daerah administrasi baru maka badan kerjasama tersebut berganti nama menjadi Badan Kerjasama Pembangunan Jabodetabekjur. Namun sejak 30 tahun didirikan BKSP Jabodetabekjur ini belum memperlihatkan keefektifannya. Pada pemerintah daerah yang bekerja sama, badan ini melakukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi masalah seluruh aspek Jabodetabekjur. Berbagai peraturan penataan kawasan Jabodetabek telah dibuat. Pola dan struktur ruang Jabodetabek beberapa kali telah berubah dan yang terakhir berupa Perpres no 54 tahun 2008 yang banyak mengacu pada undang-undang penataan ruang. Perpres ini secara jelas mengatur dan mendorong keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang antar daerah sebagai suatu kesatuan wilayah perencanaan. Selanjutnya untuk mengkoordinasikan kebijakan kerjasama antar daerah serta melaksanakan pembinaan yang terkait dengan kepentingan lintas provinsikabupatenkota di kawasan Jabodetabek dilakukan danatau difasilitasi oleh badan kerjasama antar daerah. Derasnya pembangunan kota Jakarta sebagai ibukota negara, menyebabkan terjadinya peluapan spillover perkembangan kota ke wilayah sekitarnya, sehingga terjadilah alih fungsi peruntukan lahan di pinggiran kota sekitar Jakarta. Sementara itu, belum ada perencanaan terpadu di kawasan pinggiran kota sekitar Jakarta, yang didasarkan pada satu kesatuan sistem yang saling mempengaruhi. Sehubungan dengan itu, maka diperlukan pemahaman untuk mengelola bersama dalam kerjasama antar daerah yang telah ditetapkan dalam mekanisme dan sistem oleh peraturan yang berlaku. Untuk menterpadukan pemanfaatan ruang yang optimal di kawasan ini, pemerintah daerah perlu melakukan kerjasama dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki. Hal ini perlu agar para pelaku pembangunan memiliki sudut pandang yang sama terhadap permasalahan yang ada dan menetapkan skala prioritas pembangunan yang setara. Namun dengan semakin berkembangnya pembangunan, kelembagaan kerjasama antar daerah yang ada masih dirasakan kurang optimal.