Metode Analisis Dinamika Tutupan Lahan Kawasan Permukiman di
Tabel 14 Persentase tutupan lahan tahun 1982-2010 Lokasi Tutupan Lahan Terbangun
Tahun CimanggisTapos
Gunung Putri Jati Sampurna
Wilayah Studi 1982
3,45 3,57
1,94 3,26
1992 11,99
6,24 6,02
8,49 2000
38,36 35,49
27,06 35,26
2005 53,29
48,49 38,44
48,76 2010
72,21 63,21
68,14 67,59
Gambar 14 Dinamika pertumbuhan lahan terbangun wilayah penelitian tahun 1982 – 2010
Pada periode selanjutnya tahun 2000 – 2005 tutupan lahan terbangun telah bergabung menjadi menyatu dan membentuk pertumbuhan tutupan lahan
terbangun baru menyebar tidak beraturan kemana-mana dengan pemanfaatan lahan yang jauh dari efisien. Hal ini terjadi di Kecamatan Cimanggis menyebar ke
Kecamatan Tapos, Selanjutnya di Kecamatan Jati Sampurna dan Kecamatan Gunung Putri juga tumbuh di sepanjang jalur-jalur jalan utama. Keadaan ini
menjadi bertambah besar dan terjadi karena dipicu oleh cepatnya pembangunan perumahan skala besar dan menengah oleh pengembang swasta yang tidak
terintegrasi. Pertumbuhan kota dengan pola pembentukan kota baru yang kemudian memunculkan banyak perumahan baru berskala kecil maupun besar di
daerah pinggiran kota. Intervensi penggunaan lahan terbangun terhadap lahan pertanian di wilayah studi yang sangat pesat salah satu pemicunya adalah harga
lahan di wilayah ini masih rendah. Selain itu juga dikarenakan adanya perubahan dan diversifikasi aktivitas perkotaan dari penduduk yang tinggal dan datang ke
wilayah penelitian sehingga menyebabkan perkembangan yang cepat terhadap aktivitas perdagangan, jasa dan industri yang memerlukan lahan. Hal ini terjadi
sebagaimana halnya tranformasi spekulatif lahan pertanian sebelum menjadi lahan terbangun.
Periode akhir pengamatan tahun 2005 – 2010 di wilayah penelitian penggunaan lahan menjadi campur aduk dan didominasi kondisi dan kegiatan
berciri perkotaan dengan karakteristik antara lain perumahan berkepadatan tinggi, penggunaan lahan untuk kegiatan perdagangan dan jasa serta industri. Semakin
meningkat perkembangannya karena akses ke kota inti relatif baik dan juga disebabkan sudah ada atau sedang direncanakan pengembangan infrastruktur
regional seperti jalan tol, jaringan jalan arteri. Proses ini berkembang tanpa mengenal batas administrasi.
Dalam rangka membangun model pertumbuhan tutupan lahan terbangun pada wilayah penelitian digunakan model pertumbuhan saturation. Model ini
merupakan model pertumbuhan yang paling kompleks dengan asumsi bahwa percepatan pertumbuhan berubah-ubah, model ini dipilih berdasarkan penilaian
terhadap nilai koefisien determinasi yang paling baik. Dalam model ini selisih tahun pengamatan sebagai variabel bebas dan persentase luas tutupan lahan
terbangun sebagai variabel terikat. Diperoleh model pertumbuhan saturation seperti yang disajikan pada Gambar 15.
Gambar 15 Model pertumbuhan tutupan lahan tahun 1982-2010 Berdasarkan model diatas terlihat bahwa kecenderungan pertumbuhan
persentase tutupan lahan terbangun perkotaan semakin meningkat setiap tahunnya, kondisi ini ditunjukkan pada semua bagian wilayah penelitian.
Pertumbuhan tutupan lahan terbangun baik di wilayah penelitian keseluruhan maupun untuk setiap unitbagian wilayah penelitian pada saat ini masih berada
pada tahapan pertumbuhan dengan percepatan yang tinggi dan mengkonsumsi lahan yang cukup luas, tetapi pada saat ketersediaan lahan sudah terbatas
percepatan pertumbuhan akan melambat. Terdapat kecenderungan bahwa pertumbuhan lahan terbangun yang terjadi akan melebihi kapasitas daya dukung
kawasan, hal ini terlihat dari proporsi luas lahan terbangun pada tahun selanjutnya mengalami pertumbuhan melambat pada posisi diatas 80 . Keadaan ini wilayah
penelitian akan kehilangan tutupan lahan hijau dan didominasi oleh tutupan lahan terbangun yang mana akan menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi
lingkungan, yaitu terjadi keadaan ketidakberlanjutan kawasan permukiman.
Indeks sprawl merupakan perbandingan antara persentase pertumbuhan wilayah urban dibandingkan dengan persentase pertumbuhan penduduk. Hasil
perhitungan indeks sprawl di wilayah penelitian pada periode tahun 2005 -2010 disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15 Nilai indeks sprawl tahun 2005-2010 Kecamatan
Indeks Sprawl Cimanggis Tapos
1,7 Gunung Putri
14,7 Jati Sampurna
11,2 Wilayah Penelitian
7,21
Berdasarkan nilai indeks sprawl tersebut menunjukkan bahwa laju perubahan lahan terbangun dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduknya
di setiap bagian wilayah penelitian mempunyai kondisi yang berbeda. Secara keseluruhan di wilayah penelitian memiliki nilai indeks sprawl 7,21; hal ini
menunjukkan bahwa
pertumbuhan penutupan lahan terbangun dominan dibandingkan pertumbuhan penduduk berarti wilayah penelitian pada tahun 2005
-2010 telah terjadi perkembangan lahan terbangun yang melebihi perkembangan penduduk. Pertumbuhan lahan terbangun ini merambah lahan-lahan hijau dengan
dibangun perumahan baru yang cepat dalam skala yang besar dan diikuti oleh penurunan jumlah rata-rata anggota kepala keluarga per kepala keluarga. Selain
itu terjadi peningkatan aktifitas penduduk yang disebabkan adanya perubahan dan diversifikasi aktivitas urban seperti perkembangan perdagangan, fasilitas, utilitas
dan industri yang juga menambah luasan lahan terbangun di wilayah penelitian. Kecamatan Cimanggis dan Kecamatan Tapos Kota Depok memiliki nilai
indeks sprawl terendah, menunjukkan bahwa perbandingan pertumbuhan penutupan lahan terbangun dan pertumbuhan penduduknya seimbang sehingga
nilai indeks sprawl 1,7. Dengan demikian wilayah ini merupakan pinggiran kota yang sudah didominasi oleh kondisi dan kegiatan berciri perkotaan dengan
karakteristik perumahan berkepadatan tinggi, penggunaan lahan kegiatan perdagangan, jasa dan industri yang telah tumbuh dan meningkat
perkembangannya karena sudah ada permukiman sebelumnya dan pengembangan infrastruktur regional.
Kecamatan Jati Sampurna dan Kecamatan Gunung Putri memiliki nilai indeks sprawl yang cukup tinggi, hal ini menyatakan bahwa pertumbuhan
penutupan lahan terbangun jauh lebih superior dibandingkan dengan pertumbuhan penduduknya. Dengan demikian wilayah ini merupakan pinggiran kota yang
masih transisi dan memiliki potensi pengembangan kawasan permukiman dengan ciri utama keberadaan perkembangan perumahan hunian yang masih berkepadatan
rendah serta berkembangnya penggunaan lahan kegiatan perkotaan yang cepat disebabkan adanya diversifikasi aktivitas urban serta sudah ada atau sedang
direncanakan pengembangan infrastruktur regional. Semakin besar nilai indeks sprawl berarti semakin tinggi kecepatan laju urbanisasi dan tekanan terhadap
pembangunan wilayah.