Pengelolaan Kawasan Permukiman Berkelanjutan

mendefinisikan daya dukung lingkungan sebagai kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lain. Berdasarkan konsep daya dukung lingkungan tersebut, maka daya dukung fisik kawasan permukiman dapat diartikan sebagai kemampuan lingkungan untuk mendukung kegiatan permukiman. Kemampuan lingkungan untuk mendukung kegiatan permukiman secara berkelanjutan ditentukan oleh kapasitas pendukung, kapasitas asimilasi dan alokasi optimal sumberdaya Dewi 2010. Kapasitas pendukung permukiman berkelanjutan dalam implementasinya dijabarkan menjadi status keberlanjutan permukiman. Kapasitas asimilasi kawasan permukiman dijabarkan menjadi kemampuan kawasan permukiman untuk menampung penduduk. Alokasi optimal dari sumberdaya dalam implementasinya dijabarkan sebagai alokasi lahan untuk dijadikan permukiman.

2.5 Indeks Keberlanjutan

Indeks keberlanjutan merupakan agregrasi dari indikator-indikator keberlanjutan yang mencerminkan status keberlanjutan dari obyek yang dikaji. CSD commission on sustainable development mendapatkan banyak inisiatif tentang metode agregrasi yang telah digunakan dalam pengukuran pembangunan yang berkelanjutan, akan tetapi banyak diantaranya yang bersifat spesifik berdasarkan perpektif bidang tertentu saja sehingga kurang sesuai jika digunakan untuk pengukuran keberlanjutan yang bersifat multidisiplin CSD 2001 Dalam menentukan metode indeks keberlanjutan ini CSD memberikan pedoman yaitu 1 bersifat fleksibel dan mempunyai kemungkinan tingkat adaptasi yang tinggi atas indikator-indikator keberlanjutan yang digunakan, 2 adanya sistem pembobotan yang mampu mengintegrasikan indikator tanpa kehilangan maknanya atau bersifat sangat subyektif, dan 3 bobot prioritas tidak selalu sama untuk setiap wilayah dan tidak memaksakan suatu konsensus. Berdasarkan arahan CSD tersebut, peluang untuk memilih, menerapkan ataupun mengembangkan metode agregrasi sangatlah terbuka. Salah satu metode yang saat ini banyak digunakan untuk menentukan indeks keberlanjutan adalah teknik MDS multidimensional scaling. Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan disamping dapat dilakukan pembobotan secara fleksibel pada aspekatribut keberlanjutan, juga mampu memvisualisasikan keberlanjutan untuk setiap dimensi maupun secara agregat dalam suatu dimensi sederhana atau secara horizontal dengan rentang skala keberlanjutan antara 0 bad sampai 100 good sehingga dapat meningkatkan pemahaman akan status keberlanjutan setiap dimensi. Analisis keberlanjutan yang menggunakan teknik MDS adalah rapfish yang dikembangkan untuk membantu penerapan the code of conduct for responsible fisheries yang diluncurkan pada tahu 1995 oleh FAO Pitcher 1999. Rapfish merupakan teknik multidisplin yang berupaya mengevaluasi status keberlanjutan perikanan didasarkan pada skoring yang bersifat transparan dan semi kuantitatif pada aspek ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan etik. Teknik ini menggunakan ordinasi non parametrik MDS untuk menyediakan nilai-nilai yang mengindikasikan keberlanjutan relatif perikanan pada kondisi dimana data-data atau informasi kuantitatif tidak tersedia atau tidak mencukupi. Data diperoleh dari pendapat pakar yang mendefinisikan ketidakpastian dalam bentuk skor Tesfamichael dan Pitcher 2006. Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat indikator apa yang paling sensitif atau peka memberikan kontribusi terhadap indeks keberlanjutan. Analisis dilakukan dengan melihat perubahan ordinasi apabila sejumlah indikator atau atribut dihilangkan dari analisis. Pengaruh setiap atribut atau indikator dilihat dalam bentuk perubahan RMS Root Mean Square ordinasi, khususnya pada aksis horizontal atau skala keberlanjutan. Semakin besar nilai perubahan RMS akibat hilangnya suatu atribut atau indikator, semakin besar pula peranan atribut tersebut dalam pembentukan indeks keberlanjutan atau sebaliknya Kavangh dan Pitcher 2004.

2.6 Metode

Interpretative Structural Modelling ISM Kelembagaan atau sering disebut dengan institusi pada dasarnya merupakan suatu bentuk aturan, budaya dan tujuan serta konsensus bersama untuk pencapaian suatu maksud tertentu dan mempengaruhi seseorang maupun kelompok dalam proses pengambilan keputusan. Kelembagaan merupakan suatu aspek yang disepakati dan dijunjung bersama baik legal maupun tidak. Kelembagaan juga memiliki keutamaan tujuan untuk mengelola, mengarahkan suatu sistem dan mengimplementasikan suatu kebijakan. Pada umumnya kelembagaan meliputi organisasi yang legal dan memiliki aktivitas yang terinci dan terencana serta memiliki tujuan untuk dicapai yang jelas. Perbedaan antara organisasi dengan kelembagaan adalah bahwa organisasi merupakan wadahnya saja, sedangkan pengertian lembaga mencakup juga aturan main, etika, budaya, sikap dan tingkah laku yang menggerakkan suatu organisasi atau sistem. Definisi kelembagaan merupakan kumpulan batasan atau faktor pengendali yang mengatur hubungan perilaku antar anggota atau antar kelompok. Kebanyakan organisasi adalah institusi karena organisasi umumnya mempunyai aturan hubungan antar anggota maupun dengan orang lain di luar organisasi itu Nabli dan Nugent 1989. Kelembagaan juga diartikan sebagai suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat yang dapat menentukan bentuk hubungan antar manusia atau antar organisasi. Pada kelembagaan terdapat faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik aturan formal maupun informal untuk pengendalian perilaku sosial dan insentif untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama Djogo et al. 2003. Kelembagaan akan terus berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat kelompok dalam institusi tersebut. Adanya landasan konsesus atas sekelompok masyarakat yang memiliki konsep, pemikiran, ide gagasan dan aturan main menimbulkan institusi yang solid. Perkembangan zaman menuntut adanya kemajemukan masyarakat dan keterbukaan institusi. Banyaknya masyarakat yang bergabung dalam institusi membawa paradigma dan pemikiran yang berbeda-beda, yang kemudian menghasilkan kesepakatan dan pola kooperatif yang baru sehingga membentuk model kelembagaan baru yang lebih diterima dan menyesuaikan perkembangan zaman Brooks 2008. Kelembagaan selalu menjadi issue penting dalam pembangunan dan pengelolaan suatu kawasan. Berbagai macam penyebab kerusakan sumberdaya alam dan degradasi lingkungan tidak hanya disebabkan masalah ekonomi tetapi lebih pada masalah kelembagaan Rustiadi dan Viprijanti 2006. Kegagalan pembangunan seringkali bersumber dari kegagalan negara dan pemerintah dalam membuat, mengimplementasikan kebijakan secara benar, serta mengabaikan pembangunan kelembagaan yang seharusnya menjadi dasar dari seluruh proses pembangunan baik sosial, ekonomi, politik, teknologi maupun pengelolaan sumber daya alam Djogo et al. 2003. Salah satu metode yang dapat dipakai untuk analisis ini adalah Interpretative Structural Modelling ISM, metode ini cukup efektif untuk menangani sekaligus menstrukturkan issu-issu yang kompleks seperti kelembagaan dalam hal ini mencakup posisi, peran dan sinergi stakeholders dalam pengelolaan kawasan permukiman, karena ISM dapat digunakan untuk mendefinisikan dan memperjelas persoalan, menilai dampak dan mengidentifikasi hubungan antar kebijakan Dewi 2010. Metode ISM adalah proses analisis menggunakan komputer yang memungkinkan individu-individu atau kelompok mengembangkan peta hubungan yang kompleks diantara banyak elemen yang terlibat dalam situasi yang kompleks. Metode ISM sering digunakan untuk memberikan pemahaman dasar pada situasi yang kompleks, serta menyusun tindakan untuk memecahkan masalah. Metode ISM yang dikembangkan oleh Saxena tahun 1992 Eriyatno 2003; Marimin 2004, merupakan teknik permodelan yang memberikan basis analisis program, dimana informasi yang dihasilkan sangat berguna bagi fondasi kebijakan serta perencanaan strategis Eriyatno 2003. Metode ISM dibagi dalam dua bagian, yaitu penyusunan hierarki dan klasifikasi sub elemen Eriyatno dan Sofyar 2007. Metode ISM menganalisis elemen-elemen sistem dan memecahkannya dalam bentuk grafik dari hubungan langsung antar elemen dan tingkat hierarki Marimin 2004. Penyusunan tingkat hierarki berdasarkan lima kriteria Eriyatno 2003 yaitu : 1. Kekuatan pengikat bond strength di dalam dan antar kelompoktingkat; 2. Frekuensi relatif dari osilasi guncangan, dimana tingkat yang lebih rendah lebih mudah terguncang dibandingkan dengan tingkat yang lebih tinggi; 3. Konteks, dimana tingkat yang lebih tinggi beroperasi pada jangka waktu yang lebih lambat; 4. Liputan containment dimana liputan yang lebih tinggi mencakup pula tingkat yang lebih rendah; 5. Hubungan fungsional, dimana tingkat yang lebih tinggi mempunyai peubah lambat yang mempengaruhi peubah cepat di tingkat bawahnya. Struktur dari sistem hierarki dibutuhkan untuk menjelaskan pemahaman terhadap perihal yang dikaji. Menurut Saxena dalam Eriyatno 2003 program terdiri dari sembilan elemen yaitu: 1. Sektor masyarakat yang terpengaruh program 2. Kebutuhan dari program 3. Kendala utama program 4. Perubahan yang dimungkinkan 5. Tujuan dari program 6. Tolok ukur untuk menilai setiap tujuan program 7. Aktivitas yang dibutuhkan untuk perencanaan tindakan 8. Ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai setiap aktivitas program 9. Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program Selanjutnya setiap elemen dari program yang dikaji akan diuraikan menjadi sejumlah sub elemen dan ditetapkan hubungan kontekstual antar sub elemen tersebut.

2.7 Model Sistem Dinamis

Perkembangan kawasan permukiman di pinggiran kota metropolitan bersifat sangat kompleks dan dinamis Heripoerwanto 2009; Firman 2004a; Uguy 2006. Untuk itu proses analisisnya harus menyeluruh dan berkembang sesuai dengan waktu. Pendekatan kesisteman merupakan pendekatan untuk menyelesaikan masalah yang kompleks, dinamis dan probabilistik Eriyatno 2003 dan didasarkan pada Cybernetic, holistic dan effectiveness Kholil 2005.