V DINAMIKA PERTUMBUHAN KAWASAN PERMUKIMAN DI PINGGIRAN KOTA METROPOLITAN JABODETABEK
5.1 Pendahuluan
Metropolitan adalah wilayah perkotaan yang merupakan perwujudan perkembangan alamiah dari suatu kawasan permukiman yang berkembang sangat
pesat. Perkembangan tersebut menyebabkan jumlah penduduk dan luas wilayah yang membesar dengan karakteristik dan persoalan yang spesifik Angotti 1993.
Pertambahan penduduk dalam suatu wilayah perkotaan selalu diikuti oleh peningkatan kebutuhan ruang untuk menampung berbagai kegiatan penduduknya
sebagai akibat peningkatan tuntutan kebutuhan dalam aspek kehidupannya. Kota sebagai perwujudan ruang geografis yang menampung berbagai kegiatan
penduduk akan selalu mengalami pertumbuhan dari waktu ke waktu. Kota yang tumbuh dan berkembang secara terus menerus menyebabkan
wilayah kota tidak lagi dapat menampung kegiatan penduduknya. Oleh karena wilayah kota secara administratif terbatas, maka pinggiran kota urban fringe
harus mampu untuk menampung limpahan-limpahan kegiatan yang tidak terakomodir dalam wilayah kota tersebut. Hal ini menyebabkan pertumbuhan
perkotaan di Indonesia terutama di kota besar dan metropolitan menurut Firman 2003 secara fisik ditandai oleh pertumbuhan kawasan permukiman yang pesat
pada wilayah pinggiran kota. Proses pengembangan kawasan permukiman pada wilayah pinggiran kota dikenal sebagai proses suburbanisasi Mayhey, 1997;
Jakson 1985 dalam Rustiadi 1997. Rustiadi 2000 menyatakan bahwa suburbanisasi yang terjadi wilayah metropolitan Jabodetabek cenderung
menjadikan kawasan perkotaan secara fisik meluas secara acak dan semakin tidak terkendali fenomena urban sprawl.
Pinggiran kota sebagai suatu wilayah peluberan kegiatan perkembangan kota menjadikan wilayah ini mengalami pertumbuhan fisik secara cepat namun
tidak teratur dan tidak terencana sehingga menimbulkan ketidakefisienan dan kemubaziran. Salah satu implikasi fisik akibat tersebut diatas adalah dapat dilihat
dari dinamika perubahan penggunaan lahan yang dapat didekati dari analisis perubahan tutupan lahan Arifien 2012.
Kecenderungan perubahan penggunaan lahan metropolitan Jabodetabek dari tahun 1982 -2005 terlihat sangat siginfikan terlihat dari areal terbangun dalam hal
ini adalah kawasan permukiman. Pada tahun 1982-1992 kawasan permukiman terkonsentrasi hanya di pusat yaitu kota Jakarta. Kemudian pada tahun 2000-2005
tampak terjadi peningkatan kawasan permukiman yang secara visual menyebar di pinggiran kota Jakarta menuju arah Bogor, Tangerang dan Bekasi. Keadaan ini
disajikan pada Gambar 13.
Keterangan : Warna merah adalah lahan terbangun Sumber : Tim P4W 2007
Gambar 13 Penggunaan lahan metropolitan Jabodetabek tahun 1982-2005 Perkembangan kawasan permukiman di wilayah penelitian terjadi sangat
pesat dan cenderung kurang terkendali menyebabkan dampak negatif terhadap kondisi lingkungan antara lain konversi lahan pertanian ke penggunaan lahan
Tahun 1982
Tahun 2000 Tahun 2005
Tahun 1992
bukan pertanian, terjadi invasi lahan-lahan konservasi sempadan, resapan air, dataran banjir, spekulasi tanah, konsumsi lahan produktif dalam skala besar,
pelanggaran penggunaan lahan dan pertumbuhan permintaan transportasi dan energi. Keadaan ini mengakibatkan terjadi kondisi degradasi lingkungan sehingga
proses pertumbuhan akan mengarah pada ketidakberlanjutan. Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan penelitian ini adalah mengkaji
dinamika perubahan penggunaan lahan kawasan permukiman di wilayah penelitian, untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan analisis perubahan
penggunaan lahan dan kecenderungan pertumbuhan penggunaan lahan kawasan permukiman, analisis kesesuaian penggunaan lahan eksisiting dengan arahan
Rencana Tata Ruang Wilayah dan analisis variabel-variabel yang mempengaruhi dinamika perubahan penggunaan lahan kawasan permukiman. Hasil kajian ini
merupakan masukan bagi pengelolaan kawasan permukiman di pinggiran kota wilayah metropolitan di masa yang akan datang.
5.2 Metode Analisis Dinamika Tutupan Lahan Kawasan Permukiman di
Wilayah Penelitian 5.2.1
Jenis dan Sumber Data
Data yang dipakai dalam penelitian terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer berupa sampel data untuk mengecek hasil interpretasi citra
sesuai atau tidak dengan kenyataan di lapangan yang dilakukan melalui observasi lapangan. Data sekunder berupa peta-peta digital dan dokumen-dokumen dari
berbagai instansi seperti P4W-IPB, Bappeda, BIG, Biotrop dan BPS.
5.2.2 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer berupa sampel data dilakukan dengan cara mencatat koordinat tutupan lahan terbangun di lapangan dengan GPS yang
tersebar meliputi seluruh kecamatan dalam wilayah penelitian. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui kunjungan ke instansi, telaah dokumen dan elektronik
serta mengunduh dari media elektronik. Data sekunder berupa peta digital yaitu peta tutupan lahan 1982, 1992, 2000,2005, 2010 yang didapatkan dari hasil
interpretasi citra LandSat TM, RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025 Perda
No 19 Tahun 2008, RTRW Kota Bekasi tahun 2011-2031 Perda No 13 Tahun 2011 dan RTRW Kota Depok tahun 2012-2032 belum diperdakan. Data
sekunder lainnya berupa data kependudukan, fasilitas sosial dan ekonomi di wilayah penelitian.
5.2.3 Analisis Dinamika Pertumbuhan Tutupan Lahan Kawasan Permukiman
Analisis dinamika pertumbuhan tutupan lahan kawasan permukiman dilakukan terhadap 3 bagian wilayah penelitian Kecamatan Gunung Putri
Kabupaten Bogor, Kecamatan Jati Sampurna Kota Bekasi dan Kecamatan Tapos serta Cimanggis Kota Depok dan seluruh wilayah penelitian. Metode yang
digunakan untuk melihat dinamika pertumbuhan penggunaan lahan dilakukan dengan melakukan analisis perubahan penggunaan lahan kawasan permukiman
dalam kurun waktu tahun 1982 -2010 melalui analisis citra tahun liputan 1982, 1992, 2000, 2005 dan 2010 yang berbasis sistem informasi geografis SIG
dengan perangkat lunak ArcGIS dan ERDAS IMAGE 8.6. Selanjutnya dilakukan analisis model pertumbuhan dan penghitungan nilai index sprawl yang digunakan
untuk melihat kecenderungan dan besaran pertumbuhan penggunaan lahan kawasan permukiman. Dalam penyusunan model kecenderungan pertumbuhan
penggunaan lahan kawasan permukiman di wilayah penelitian sebagai variabel tak bebas adalah persentase rasio lahan kawasan permukiman dan sebagai variabel
bebas adalah tahun pengamatan. Index sprawl Staley 1999 merupakan indikator besarnya lahan yang diambil oleh kegiatan perkotaan dalam hal ini kawasan
permukiman yang dapat menunjukkan kecepatan perubahan laju suburbanisasi dan ukuran besarnya tekanan pembangunan wilayah. Perhitungan nilai index
sprawl di wilayah penelitian dilakukan dengan membandingkan persentasi pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan tingkat suburbanisasi dalam hal ini
pertumbuhan kawasan permukiman selama periode tahun 2005-2010. Rumus index sprawl yang digunakan adalah sebagai berikut:
Index Sprawl = pertumbuhan kawasan permukiman pertumbuhan penduduk