Potential Urban = adalah kawasan yang pada saat ini ciri utamanya
itu, jaringan seperti jalan, utilitas merupakan faktor yang memfasilitasi hubungan antar sesama manusia, yang berarti terjadi interaksi antara manusia
sebagai penghuni dengan lingkungan sebagai huniannya. Pengembangan kawasan permukiman membutuhkan sumberdaya alam
seperti lahan dalam jumlah besar. Dalam rangka pengelolaan kawasan permukiman berkelanjutan, pengembangan permukiman harus mengacu pada
konsep keseimbangan antara kemampuan ekosistem dalam menyediakan lahan untuk permukiman dibandingkan dengan kebutuhan lahan permukiman. Oleh
karena itu, untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup secara berkelanjutan pengaturan terhadap pengembangan permukiman, sehingga tidak melampaui
daya dukung lahan yang sesuai bagi permukiman. Perkembangan permukiman berkaitan dengan pengembangan kota. Menurut Sullivan et al. 2004 dalam
Heripoerwanto 2009 menyatakan hubungan antara buffer dan pengembangan kota. Mereka menemukan bahwa pengembangan kota selalu memangsa lahan
pertanian untuk dijadikan perumahan dan menghadapkan petani dengan calon penghuni serta sering menjadikan suatu konflik.
Heripoerwanto 2009 menegaskan bahwa literatur tentang pengelolaan permukiman di Indonesia tidak ditemui. Yang sering ditemui adalah literatur
tentang pertumbuhan kota baru seperti diungkapkan oleh Firman 2004. Itupun konsentrasinya di Jabodetabek dan meneliti permukiman yang dikelola oleh
pengembang swasta. Sementara itu, untuk kawasan permukiman yang terbentuk atas perumahan yang dibangun oleh banyak pengembang dengan skala luas yang
kecil dan dikelilingi oleh rumah-rumah yang dibangun secara individual tidak ditemukan. Melihat kenyataan ini Heripoerwanto 2009 menyatakan bahwa
tidak ada kebijakan pengembangan permukiman di pinggiran metropolitan Indonesia.
Menciptakan lingkungan permukiman berkelanjutan sangat krusial karena aktivitas permukiman berkontribusi terhadap permasalahan lingkungan dan
memegang peranan penting dalam perbaikan kesejahteraan manusia dengan memfasilitasi pembangunan sosial, kultural dan ekonomi URDI 2006.
Keberlanjutan kualitas permukiman, tidak hanya tergantung pada upaya
manusia dan masyarakat pemukimnya, melainkan juga oleh faktor luar permukiman. Di Indonesia, mengingat sekitar 80 permukiman dibangun dan
dikembangkan oleh masyarakat sendiri, pemukim adalah unsur utama yang menjamin perkembangan yang berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan sektor perumahan dan permukiman diartikan sebagai pembangunan perumahan dan permukiman termasuk di dalamnya
pembangunan kota berkelanjutan sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi sodial, ekonomi dan kualitas lingkungan tempat hidup dan bekerja semua orang.
Inti pembangunan perumahan dan permukiman berkelanjutan adalah upaya untuk meningkatkan kualitas hidup secara berkelanjutan Kirmanto 2005
Pembangunan berkelanjutan sektor perumahan dan permukiman akan mendominasi penggunaan lahan dan pemanfaatan ruang. Untuk itu, perlu
dipertimbangkan empat hal utama, yaitu: 1 pembangunan yang secara sosial dan kultural bisa diterima dan dipertanggung jawabkan, 2 pembangunan yang
secara politis dapat diterima, 3 pembangunan yang layak secara ekonomis, dan 4 pembangunan yang bisa dipertanggung jawabkan dari segi lingkungan. Hanya
dengan jalan mengintegrasikan keempat hal tersebut secara konsisten dan konsekuen, pembangunan perumahan dan permukiman dapat berjalan secara
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan Soenarno 2004. Konsep pembangunan berkelanjutan tidak hanya ditujukan untuk
keharmonisan lingkungan akan tetapi juga keberlanjutan jangka panjang dengan berbasis sumber daya alam Khanna et al. 1999. Tiga pilar utama pembangunan
berkelanjutan adalah dimensi lingkungan, dimensi sosial dan dimensi ekonomi. Ketiga pilar tersebut oleh beberapa pihak dapat dikembangan sesuai kebutuhan.
The United Nation Commision on Sustainable Development UNCSD menambahkan pilar ke empat pembangunan berkelanjutan yaitu kelembagaan
UNCSD 2001. Selanjutnya Fisheries Centre UBC juga memasukan dimensi teknologi sebagai pilar ke lima UBC 2006.
Operasional dari konsep pembangunan berkelanjutan dilakukan melalui konsep daya dukung Khanna et al. 1999; Richard 2002. UUPPLH No. 322009
mendefinisikan daya dukung lingkungan sebagai kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lain. Berdasarkan
konsep daya dukung lingkungan tersebut, maka daya dukung fisik kawasan permukiman dapat diartikan sebagai kemampuan lingkungan untuk mendukung
kegiatan permukiman. Kemampuan lingkungan untuk mendukung kegiatan permukiman secara berkelanjutan ditentukan oleh kapasitas pendukung,
kapasitas asimilasi dan alokasi optimal sumberdaya Dewi 2010. Kapasitas pendukung permukiman berkelanjutan dalam implementasinya dijabarkan
menjadi status keberlanjutan permukiman. Kapasitas asimilasi kawasan permukiman dijabarkan menjadi kemampuan kawasan permukiman untuk
menampung penduduk.
Alokasi optimal
dari sumberdaya
dalam implementasinya dijabarkan sebagai alokasi lahan untuk dijadikan permukiman.