Kaitan pulau kecil dengan perikanan pantai

Bentuk pulau kecil bervariasi dan pada analisis menggunakan citra satelit dapat menggunakan cara memperbesar zoom in dan memperkecil zoom out obyek. Memperbesar citra untuk analisis aspek morfologi dan memperkecil citra untuk analisis aspek morfoarrangement. Pada saat memperbesar atau memperkecil juga dapat dibangun variasi citra komposit sesuai dengan kondisi pulau kecil. Selain itu, hasil analisis pulau kecil dari citra satelit dapat bersifat melengkapi peta yang telah tersedia. Misal, Pulau Pomana Gambar 29 dan Gosong-goni Gambar 41 b belum dipetakan pada Peta Rupa Bumi Indonesia Tahun 1999 skala 1:25.000.

4.4.2 Kaitan pulau kecil dengan perikanan pantai

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi ikan disajikan pada Tabel 28. Perhitungan dilakukan tanpa memperhatikan ukuran, jadi untuk ikan sejenis yang berbeda ukuran dijumlahkan angkanya. Hasil pengumpulan data jenis dan jumlah ikan disajikan pada Lampiran 11. Kaitan antara pulau kecil dengan perikanan pantai dianalisis berdasarkan indeks tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan Tabel 28 diketahui terdapat nilai yang kontras antara stasiun Pulau Palue Timur PT kedalaman 10 m dan stasiun Pulau Pomana-besar Selatan PS kedalaman 3 m. Di stasiun PT menunjukkan indeks keanekaragaman H’ dan keseragaman E tertinggi dan indeks dominansi C terendah. Nilai H’ = 2,758 berarti stabilitas komunitas biota dalam kondisi sedang atau kualitas air tercemar sedang. Nilai E = 0,954 artinya bahwa, keberadaan setiap jenis biota di perairan ini dalam kondisi seragam atau keseragaman antar spesies relatif tinggi atau jumlah individu masing-masing spesies relatif seragam. Nilai C = 0,067 berarti tidak terdapat spesies yang mendominansi spesies lain atau struktur komunitas dalam keadaan stabil. Sebaliknya, di stasiun PS pada kedalaman 3 m memiliki indeks keanekaragaman dan keseragaman terendah dan indeks dominansi tertinggi. Nilai H’ = 0,915 berarti stabilitas komunitas biota dalam kondisi tidak stabil atau kualitas air tercemar berat. Nilai E = 0,357 artinya bahwa keberadaan setiap jenis biota di perairan ini dalam kondisi tidak seragam. Nilai C = 0,660 berarti terdapat spesies yang mendominansi spesies lain, atau struktur komunitas labil karena terjadi tekanan ekologis stres. 130 Tabel 28 Indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi ikan Stasiun pengambilan sampel Keaneka ragaman H’ Keseragaman E Dominansi C Pulau Palue Timur PT 10 m 2,758 0,954 0,067 3 m 2,267 0,784 0,168 Pulau Babi Selatan BS 10 m 2,017 0,764 0,211 3 m 2,205 0,778 0,152 Pulau Babi Utara BU 10 m 1,428 0,557 0,139 3 m 0,915 0,357 0,660 Pulau Pomana-besar Selatan PS 10 m 1,827 0,735 0,238 3 m 2,454 0,930 0,100 Pulau Pomana-besar Barat PB 10 m 2,221 0,769 0,166 3 m 1,922 0,678 0,197 Gunung-sari Dalam GD 10 m 2,220 0,708 0,131 3 m 1,795 0,663 0,298 Gunung-sari Luar GL 10 m 1,666 0,576 0,276 Sumber : Hasil analisis data perikanan dengan formula 5, 6, dan 7. Indeks Stasiun Gambar 42 Grafik indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi ikan. 131 Tabel 28 dan Gambar 42 di atas menjelaskan bahwa kondisi perikanan pantai di stasiun PT lebih baik dibandingkan dengan stasiun PS. Stasiun PT dekat dengan bentuklahan terumbu pinggiran yang berkembang pada batuan vulkanik. Pantai di stasiun PT, relatif rendah kemungkinan terjadinya longsoran piroklastik produk Gunung Rokatenda. Stasiun PS berhadapan dengan bentuklahan terumbu dinding tanduk yang berkembang di dekat bentuklahan tombolo. Pantai ini secara relatif sangat rentan terhadap sedimentasi yang berasal dari pasir di dataran bentuklahan tombolo yang digunakan sebagai permukiman. Nilai indeks ini membuktikan bahwa ada kaitan erat antara karakteristik biogeofisik pulau kecil dengan perikanan pantai. Nilai indeks dominansi C antara BS dan BU hampir sama yang menunjukkan tidak terdapat spesies yang mendominansi dan struktur komunitas stabil, tetapi ada sedikit perbedaan nilai yaitu BS lebih tinggi daripada BU. Hal ini menunjukkan bahwa ekologis di stasiun BS lebih tertekan, dominansi ikan lebih tinggi, dan struktur komunitas lebih labil. Kasus di Pulau Babi atau stasiun BS dan BU tersebut menunjukkan perbedaan kondisi perikanan pantai pada pulau kecil yang sama yang disebabkan oleh karakteristik biogeofisik bentuklahan yang berlainan. Stasiun BS berada dekat dengan bentuklahan rawa payau dan rataan pasang surut dengan karakteristik biogeofisik memiliki tingkat kerentanan sedimentasi lebih tinggi, sedangkan stasiun BU berada dekat dengan bentuklahan terumbu pinggiran yang relatif luas dengan tingkat kerentanan sedimentasi lebih rendah. Di sini diketahui bahwa perikanan pantai yang berhadapan dengan bentuklahan yang rentan sedimentasi akan kurang baik kualitasnya dibandingkan dengan perikanan pantai yang berhadapan dengan bentuklahan yang kurang rentan sedimentasi. Artinya bahwa kondisi perikanan pantai ada korelasi dengan tingkat sedimentasi bentuklahan di pulau kecil. Kasus di Pulau Pomana-besar atau stasiun PS dan PB ini menunjukkan adanya perbedaan tekanan ekologis perikanan pantai akibat perbedaan tingkat kerentanan sedimentasi dari daratan pulau kecilnya. Stasiun PS berhadapan dengan bentuklahan tombolo yang digunakan sebagai permukiman, sedangkan stasiun PB berhadapan dengan bentuklahan perbukitan plato yang digunakan sebagai perkebunan. Bentuklahan tombolo mempunyai potensi sedimentasi lebih tinggi dibandingkan dengan bentuklahan perbukitan plato. Perbukitan plato ini merupakan karst dengan proses pelarutan sehingga sedimentasinya sangat 132 rendah. Pengaruh perbedaan tingkat sedimentasi ini juga ditandai oleh perbedaan tahap pertumbuhan bentuklahan terumbu. Bentuklahan perbukitan plato dengan sedimentasi lebih rendah berhadapan dengan bentuklahan terumbu pelataran bergoba, sedangkan bentuklahan tombolo berhadapan dengan bentuklahan terumbu dinding. Terumbu pelataran bergoba merupakan tahap pertumbuhan bentuklahan lebih lanjut dari terumbu dinding. Kasus di Pulau Gunung-sari atau stasiun GD dan GL menunjukkan bahwa perbedaan kondisi perikanan pantai terkait dengan karakteristik biogeofisik antara bagian dalam dan bagian luar bentuklahan terumbu cincin atau atol. Kondisi perikanan pantai di stasiun GD bagian dalam atol lebih baik dibandingkan dengan stasiun GL bagian luar atol, dan kedalaman 10 m lebih baik dibandingkan dengan kedalaman 3 m. Dengan kata lain, bagian dalam atol lebih terjaga dan semakin dalam kondisinya semakin baik. Hal ini ada korelasinya dengan kebiasaan nelayan setempat yang biasa mencari udang galah di bagian dalam atol pada kedalaman lebih dari 10 m. Perikanan pantai diketahui terdapat perbedaan kondisi menurut kedalaman perairan seperti ditunjukkan oleh indeks dominansi C di stasiun PS dimana nilai pada kedalaman 3 m lebih tinggi daripada 10 m. Artinya, pada kedalaman 3 m terjadi tekanan ekologis lebih tinggi sehingga komunitas lebih labil dan dominansi spesies ikan lebih tinggi. Stasiun PS ini berada di pulau kecil tipe terumbu berbukit tepatnya berhadapan dengan bentuklahan tombolo, yang berpotensi tinggi terjadi sedimentasi, dan terdapat bentuklahan terumbu dinding tanduk. Korelasi yang terjadi adalah pengaruh sedimentasi terhadap tekanan ekologis pada kedalaman 3 m lebih tinggi dibandingkan dengan 10 m. Di stasiun PB terjadi kondisi sebaliknya. Fenomena perikanan pantai menurut kedalaman lebih lanjut diketahui bahwa, di stasiun PS nilai H’ dan E pada kedalaman 3 m lebih rendah daripada 10 m tapi terjadi sebaliknya pada stasiun PB. Di stasiun PS, pada kedalaman 3 m kondisi keseragaman dan kestabilan lebih rendah dibandingkan dengan 10 m tapi di stasiun PB terjadi kondisi sebaliknya. Di stasiun PS, menunjukkan bahwa perikanan pantai yang berhadapan dengan bentuklahan tombolo, semakin dalam kondisinya semakin baik, dan diduga dipengaruhi oleh sedimentasi. Sebaliknya, di stasiun PB perikanan pantai yang berhadapan dengan bentuklahan perbukitan plato, semakin dalam kondisinya semakin buruk. 133 Di stasiun BS dan BU diketahui bahwa nilai H’ dan E pada kedalaman 3 m lebih tinggi daripada 10 m, berarti kondisi ikan pada kedalaman 3 m lebih seragam dan kondisi air lebih baik dibandingkan dengan 10 m. Namun, nilai indeks dominansi C pada kedua kedalaman dan di kedua stasiun, termasuk kategori tidak terdapat spesies yang mendominasi. Di stasiun BS nilai indeks C pada kedalaman 3 m lebih rendah daripada 10 m. Secara relatif dapat diartikan bahwa, pada kedalaman 3 m di stasiun BS kurang terjadi dominansi, sebaliknya di stasiun BU lebh terjadi dominansi. Di stasiun GD diketahui bahwa nilai indeks H’ dan E pada kedalaman 3 m lebih rendah daripada 10 m, tapi terjadi sebaliknya pada stasiun GL. Berarti ikan- ikan di kedalaman 3 m kurang seragam dan kondisi air lebih tercemar dibandingkan 10 m, meskipun perbedaannya tidak begitu nyata. Nilai indeks C pada kedalaman 3 m di stasiun GD dan GL lebih tinggi dibandingkan dengan 10 m. Artinya, di pulau tipe tol ini pada kedalaman 3 m terjadi tekanan ekologis lebih tinggi sehingga komunitas lebih labil dan dominansi spesies ikan lebih tinggi. Dengan kata lain, kedua stasiun berada pada kategori bahwa tidak terdapat spesies yang mendominansi dan struktur komunitas stabil, tetapi pada kedalaman 10 m kondisinya relatif lebih baik. Secara umum hasil ini menunjukkan bahwa semakin baik kualitas biogeofisik pulau kecil dan ekosistemnya maka semakin baik pula kondisi ikan karang. Selain itu juga diketahui bahwa daratan pulau kecil yang terjaga dari pencemaran alami ataupun buatan maka kualitas ekosistem laut dan perikanannya lebih baik.

4.4.3 Pengelompokan pulau kecil berbasis geomorfologi untuk perencanaan perikanan