Latar Belakang Pengelompokan pulau kecil dan ekosistemnya berbasis geomorfologi di Indonesia

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan sumberdaya ikan berada pada kondisi akses terbuka karena adanya anggapan bahwa perairan laut sulit diberi batas atau zonasi. Selain itu, pola migrasi ikan yang bersifat multi lintas, seperti lintas samudra dan lintas musim, juga masih menjadi penyebab terjadinya penangkapan ikan yang bersifat akses terbuka. Namun, pulau-pulau kecil dan ekosistemnya mempunyai area pengaruh yang terbatas dan menjadi bagian dari proses keberlanjutan ketersediaan sumberdaya ikan. Di negara kepulauan Indonesia, pulau-pulau kecil dan ekosistemnya dapat dibangun sebagai suatu bentuk pembatasan pada jarak tertentu. Informasi karakteristik pulau kecil dan ekosistemnya perlu diketahui terlebih dahulu agar wilayah yang dibatasi merupakan perairan laut yang memiliki sifat relatif homogen. Batas ini adalah batas imajiner yang memungkinkan pengelolaan ekosistem laut menjadi lebih sesuai dengan karakteristik alamiahnya. Perolehan informasi karakteristik biogeofisik pulau kecil dan ekosistemnya memerlukan suatu teknik yang sesuai bagi puluhan ribu pulau kecil dan ekosistemnya yang terdapat pada wilayah dengan luas sekitar delapan juta kilometer persegi. Pulau kecil adalah salah satu ekosistem laut Gambar 1. Pulau kecil memiliki keunikan geologis dan ekologis sebagai hasil proses dari beberapa ekosistem di sekitarnya dan membentuk sistem perikanan yang spesifik menurut ruang dan waktu. Pulau-pulau kecil di Indonesia memiliki nilai penting dari sisi politik, sosial, ekonomi, budaya, pertahanan, dan keamanan Dutton, 1998. Di sisi lain, konsep negara kepulauan telah diperjuangkan melalui deklarasi Juanda tanggal 13 Desember 1957, dan dimanifestasikan ke dalam konsep geopolitik dan geostrategi yaitu wawasan Nusantara. Nusantara archipelagic dipahami sebagai konsep kewilayahan nasional dengan penekanan bahwa wilayah negara Indonesia terdiri atas pulau-pulau yang dihubungkan oleh laut Dephankam dan BPPT, 1999. Penelitian di bidang perikanan sebagian besar membahas cara mengetahui posisi ikan dan pola perpindahannya. Sebagai contoh, perikanan internasional sejak tahun 2002 memiliki dua program yaitu memperkirakan data sumberdaya yang akurat di daerah Zona Ekonomi Eksklusif ZEE dan mengembangkan teknologi perikanan yang sejalan dengan perkembangan zaman informasi. Dari kedua program ini dilakukan studi untuk mengkaji tentang aspek ekonomi sumberdaya ikan dan selanjutnya memperkirakan tangkapan maksimum lestari Maximum Sustainable Yield Sugimori et al., 2006. Di sini aspek lingkungan yang terkait dengan ekosistem laut belum menjadi prioritas kajiannya. Siklus hidup perkembangbiakan ikan tidak terlepas dari substrat dasar sehingga kondisi biogeofisik pulau kecil dan ekosistemnya perlu mendapat perhatian untuk dikaji. Pada Undang-Undang UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Pasal 4, menyebutkan bahwa, kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat 3 paling jauh 12 dua belas mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas danatau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 13 sepertiga dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupatenkota. Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai suatu kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnyaPenataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kriteria yang perlu disepakati yaitu “pembagian zonasi ruang wilayah kerja“ untuk menetapkan batasan tanggung jawab masing-masing sektor dan menghindari terjadinya tumpang tindih kepentingan, tugas, dan wewenang. a Pulau Makalehi di Kabupaten Sitaro yang termasuk pulau kecil terluar berbatasan dengan negara Filipina. Pulau ini terbentuk di samudra, berbentuk melingkar, dan terdapat danau di tengahnya. Karakteristik fisik ini mengindikasi- kan sebagai pulau tipe vulkanik. b Pulau-pulau Semangkau, Besar, Nur, Cingam, Par, Terih, Nabi, dan Arus di Kota Batam. Contoh pulau- pulau kecil ini dengan jarak berdekatan dan secara fisik tergabungkan oleh perairan laut dangkal. Di sini terbentuk gugus- pulau. Gambar 1 Contoh pulau kecil dari citra Landsat. 2 Seiring dengan perubahan pendekatan pembangunan yang bergeser dari pendekatan sektoral ke pendekatan kawasan, maka diperlukan perencanaan pembangunan secara terpadu dan berkelanjutan di sebuah wilayah kepulauan. Tata ruang yang dimaksud mencakup penetapan peruntukan lahan yang terbagi menjadi empat zona yaitu: 1 zona preservasi, 2 zona konservasi, 3 zona penyangga, dan 4 zona budidaya zona pemanfaatan Dahuri et al., 1996. Terhadap pulau-pulau kecil di Indonesia perlu dilakukan penataan menurut kondisi lingkungan alami natural environment untuk suatu desain sistem pembangunan negara maritim berkelanjutan. Di ruang wilayah ekosistem laut terkandung sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai sektor kepentingan yang berbeda. Sumberdaya ikan, saat ini, dijadikan sebagai penggerak utama di sektor kelautan oleh pemerintah. Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil antarsektor, antara pemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahtaraan masyarakat UU RI No. 27 Tahun 2007. Tahun 1987, Jawatan Hidro Oseanografi menghitung pulau-pulau di Indonesia sebanyak 17.508 pulau yaitu 5.707 pulau bernama dan 11.801 pulau belum memiliki nama, yang disahkan oleh Menhankam melalui surat Nomor: B858MIX1987. Tahun 2006, Pusat Survei Geologi melakukan pengelompokan pulau-pulau kecil berdasarkan tektonogenesis menjadi empat kelompok. Tahun 2008, Tim Nasional pembakuan nama rupabumi telah melakukan verifikasi di lapangan terhadap 8.172 pulau untuk 25 provinsi. Proses verifikasi masih berlangsung di delapan provinsi lainnya, yaitu Nangroe Aceh Darusalam, Banten, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan. Kebiasaan masyarakat pulau kecil sebagai nelayan atau petani dalam mengelola lingkungan dipengaruhi oleh kondisi fisiknya. Nelayan Indonesia sebagian besar memanfaatkan perairan laut dangkal atau zona neritik. Perairan ini merupakan daerah ikan yang produktif dan banyak mendapat pengaruh dari daratan. Pulau-pulau kecil dan ekosistemnya memiliki karakteristik fisik dan potensi alam yang terkandung di dalamnya yang dapat dimanfaatkan guna pemenuhan kebutuhan ekonomi dan sosial. Perencanaan pengelolaan pulau kecil dan semua ekosistem laut yang terkait memerlukan informasi kondisi biogeofisik dan sosial- ekonomi. Dalam hal ini dapat dimengerti bahwa, pemahaman terhadap karakteristik 3 biogeofisik pulau kecil dan ekosistemnya dapat memengaruhi sikap dan pola tindak dalam mengelola lingkungan kepulauannya terutama pada pengelolaan berbasis tradisional. Saat ini, untuk mengimbangi laju pembangunan yang pesat, maka informasi karakteristik biogeofisik pulau-pulau kecil dan ekosistemnya sangat diperlukan. Data penginderaan jauh satelit dapat memberikan informasi secara spasial, kualitatif, dan kuantitatif serta dapat diperoleh secara cepat dan akurat. Teknologi penginderaan jauh satelit telah berkembang sejak dekade tujuh-puluhan dan didukung oleh piranti lunak pengolahan citra dan Sistem Informasi Geografis SIG merupakan salah satu teknologi yang dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan informasi tersebut. Keunggulan ini sesuai untuk diterapkan di Indonesia, karena variasi luas cakupan citra dan variasi tingkat kedetailan informasi ekosistem laut dapat ditampilkan dalam keterkaitan antar obyek secara spasial. Selanjutnya berbagai komponen terkait dianalisis untuk perencanaan pengelolaan wilayah ekosistem daerah penangkapan ikan. Salah satu sifat data penginderaan jauh satelit adalah mempunyai variasi tingkat resolusi spasial, sehingga data ini secara bertingkat dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan akurasi perolehan informasi karakteristik fisik permukaan bumi atau bentuklahan suatu pulau kecil. Identifikasi bentuklahan melalui analisis geomorfologi adalah didasarkan pada relief dan proses pembentukannya. Pada prakteknya hasil analisis ini banyak dipakai oleh bidang- bidang aplikasi lain, seperti bidang perencanaan, pengelolaan, dan pengembangan sumberdaya alam, melalui pengaturan tata ruang wilayah dan daerah.

1.2 Perumusan Masalah