Pengembangan Pengelolaan Perikanan Tangkap

121 pernah mencapai taraf sangat serius berkaitan dengan pemanfaatan TPI yang dimiliki masing-masing dan bentuk realisasi PAD yang didapat keduanya dari PPI Lempasing. Konflik ini selesai melalui negosiasi dalam bentuk beberapa pertemuan Pemerintah Kota dan Pemerintah Propinsi difasilitasi oleh Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Dari pengalaman yang ada, negosiasi yang melibat pihak ketiga memang dianggap jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah besar dimana kedua belah sama-sama bertahan dengan pendiriannya. Proses negosiasi terhadap konflik tersebut cukup baik karena setiap tahapan menghasilkan beberapa kesepakatan yang mengarahkan pada perdamaian. Sedangkan menurut Liana et al,. 2001, konflik kewenangan yang terjadi pada wilayah pesisir dapat melibatkan instansi di atas sebagai penengah atau pembuatan kebijakan yang kemudian sama-sama dijalankan oleh instansi di bawahnya yang berinetraksi langsung di lokasi. Terkait dengan ini, negosiasi antara Pemerintah Kota dengan Pemerintah Propinsi terkait kendali pengelolaan PPITPI Lempasing dapat melibatkan Pemerintah Pusat. Bila mengacu kepada peraturan yang ada, maka dalam pengelolaan PPITPI Lempasing terjadi tumpang tindih kewenangan, dimana lokasi PPITPI Lempasing berada dalam wilayah administrasi Pemerintah Kota dan ini sesuai dengan Undang-Undang OTDA. Namun dari segi skala, maka pengelolaan PPITPI Lempasing telah masuk masuk dalam otoritas Pemerintah Propinsi. Terkait dengan ini, maka pembagian kewenangan melalui beberapa tahapan negosiasi merupakan upaya terbaik sehingga kedua belah pihak tetap dapat menjalan peran masing-masing di lokasi. Hasil akhir dari penyelesaian ini adalah Kesepakatan Bersama MoU yang berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor B.340MEN-KPVIII2002 Tanggal 21 Agustus 2002; Surat Kadis Perikanan dan Kelautan Kota Bandar Lampung Nomor 03039402.22005 tanggal 31 Mei 2005.

5.2 Pengembangan Pengelolaan Perikanan Tangkap

Faktor internal dan eksternal yang terkait dengan pengelolaan perikanan tangkap di Teluk Lampung perlu diupayakan untuk memberi manfaat positif bagi 122 optimalisasi pengelolaan perikanan tangkap dan penggambaran arah pengembangan yang tepat. Matriks internal-eksternal IE yang dikembangkan membantu untuk penggambaran kondisi kini pengelolaan perikanan tangkap dan arah pengembangan yang sebaiknya dilakukan terkait kondisi pengelolaan tersebut. Bila mencermati Gambar 11, maka posisi atau kondisi pengelolaan perikanan tangkap di Teluk Lampung masih dalam kategori pertumbuhan dengan konsentrasi pada integrasi horizontal atau stabilitas. Bila dibandingkan dengan kondisi ideal pengelolaan yaitu Kuadran I maka meskipun pengelolaan perikanan tangkap saat ini mengalami pertumbuhan dan stabil, tetapi pertumbuhan tersebut masih rendah. Terkait dengan ini, maka pengelolaan perlu dikembangkan lagi dengan cara memperbaiki faktor internal horizontal yang berkaitan variabel kekuatan dan kelemahan hingga dicapai suatu kestabilan internal skor FI bertambah 1,67. Adapun hal-hal yang perlu diperbaiki atau dibenahi terkait dengan faktor internal ini antara lain masalah SPBU dan penggunaan BBM, fasilitas pelabuhan, ketersediaan air tawar, ukurankapasitas kapal, konflik internal yang berkepanjangan, penertiban hari operasi, dan lain-lain. Selanjutnya bila hal ini tercapai, maka pengembangan dapat dilanjutnya dengan mengoptimalkan pencapaian semua peluang yang ada dan menetralisir berbagai ancaman lebih besar yang mungkin terjadi skor FE bertambah 1,74. Hal-hal yang dapat dibenahi terkait dengan faktor eksternal ini antara lain pemanfaatan pasar potensial, promosi potensi dan prospek perikanan tangkap kepada investor, alat tangkap destruktif dari luar pendatang, praktek monopoli, dan lain-lain. Hal sejalan dengan dengan rencana pengelolaan wilayah pesisir dan lautan DKP 2002 yang menunjukkan bahwa visi sektoral pengelolaan sumberdaya peisir dan lautan, telah mendorong instansi teknis berlomba-lomba membuat peraturan pendukung, melakukan promosi, dan merangsang aktivitas bisnis perikanan dan pemanfaatan potensi pasar sesuai dengan kepentingannya masing-masing yang bermuara pada peningkatan pendapatan asli daerahnya dan kesejahteraan masyarakat pesisir. Demikian pula, ada kecenderungan daerah akan membuat peraturan-peraturan daerah berdasarkan kepentingan daerahnya masing- masing. Penguatan faktor eksternal untuk terkait pengelolaan perikanan tangkap 123 perlu mendapat dukungan penuh Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung dan Propinsi Lampung sebagai pengatur kebijakan dan regulasi di Teluk Lampung. Dukungan tersebut diharapkan tidak mengutamakan sentimen dan ego daerah yang melahirkan “ketidakpastian” hukum bagi semua kalangan yang berkaitan dan berkepentingan dengan kegiatan perikanan tangkap Teluk Lampung, tetapi semata untuk menggali potensi daerah, mengoptimalkan peluang pasar yang ada dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Sedangkan menurut Zerner 1994, pelaku bisnis perikanan tangkap harus melakukan pembenahan secara internal sehingga tahan dan stabil terhadap dinamika bisnis serta konflik yang terjadi sambil mengupayakan reduksi terhadap konflik-konfik yang ada. Bila melihat hasil analisis SWOT tersebut, ternyata cukup banyak faktor yang perlu dibenahi untuk menjadikan pengelolaan perikanan di Teluk Lampung lebih ideal. Namun hal ini dapat dilakukan dengan memadukan berbagai faktor internal dan eksternal tersebut sehingga menjadi menjadi lebih mudah dan efiesien untuk dilakukan dan membantu pengembangan perikanan tangkap ke depan. Dalam konteks analisis SWOT, hal ini dapat dilakukan antara dengan : a. Memadukan faktor kekuatan-peluang sasaran SO, yaitu melalui : • Lebih memperhatikan penyerapan ABKSDM yang terlatih dan telah mendapat pembinaan atau pelatihan yang diperlukan dari penyuluhtenaga teknis yang sesuai • Sosialisasi upaya penghematan penggunaan BBM dalam operasi penangkapan • Aparat Pemerintah dengan dibantu stakeholders yang berkepentingan di lokasi harus dapat menjaga kondisi sosial politik yang kondusif di lokasi terutama mendorong investor berbisnis di pelabuhan dan pabrik es b. Memadukan faktor kekuatan-ancaman sasaran SW, yaitu melalui : • Pengembangan unit penangkapan yang ramah lingkungan dan tidak destruktif • Pengembangan jaringan pipa suplai air tawar bebas macet dan optimasi penggunaannya 124 c. Memadukan faktor kelemahan-peluang sasaran WO, yaitu melalui : • Ketentuan terkait dengan potensi lestari sumberdaya ikan MSY belum diketahui secara luas di nelayan • Pengembangan kapal dan alat tangkap yang dapat berinteraksi baik dengan perairan • Konflik internal perikanan tangkap di lokasi d. Memadukan faktor kelemahan-ancaman sasaran WT, yaitu melalui : • Pengaturan hari operasi yang dapat menstabilkan volume produksi dan harga jual • Standarisasi dan permejaan mesin kapal standar yang bersaing dengan kapal asing Dalam kaitan dengan model pengelolaan dalam penelitian ini yang antara lain mengoptimalkan alokasi faktor sumberdaya dalam pengelolaan perikanan tangkap, maka dengan mengakomodir perpaduan faktor internal dan eksternal tersebut, kegiatan optimalisasi sumberdaya dalam model pengelolaan perikanan tangkap di Teluk Lampung dapat mencakup sasaran : 1 Optimalisasi produksi perikanan sesuai MSY 2 Optimalisasi penyerapan tenaga kerja perikanan tangkap 3 Optimalisasi penggunaan BBM 4 Optimalisasi penggunaan es 5 Optimalisasi penggunaan air dari kapasitas instalasi PDAM 6 Optimalisasi pemanfaatan luasan perairan yang layak untuk kegiatan penangkapan ikan. Sedangkan jenis unit penangkapan ikan yang dikembangkan dalam model adalah unit penangkapan ikan utamadiandalkan dalam menangkap berbagai jenis ikan potensial di Teluk Lampung. Ikan potensial dan stoknya masih cukup di Teluk Lampung diantaranya ikan lemuru, kembung, teri, tongkol dan tenggiri ikan kembung, tongkol dan tenggiri dengan unit penangkapan utama berupa sero, jaring insang hanyut JIH, payang, dan bagan perahu. Terkait dengan ini, maka 125 keempat jenis unit penangkapan ikan tersebut seyogyanya menjadi obyek pengembangan dalam model pengelolaan perikanan tangkap di Teluk Lampung. Selanjutnya , upaya pengembangan tersebut harus memperhatikan hak-hak perikanan tradisional traditional fishing rights seperti yang dinyatakan dalam Konvensi Hukum Laut International UNCLOS, 1982 Pasal 51 ayat 1 tentang negara kepulauan. Hal ini penting upaya pengelolaan dan pengembangan perikanan tangkap benar-banar dapat membawa manfaat bagai masyarakat nelayan di Teluk Lampung dan benih-benih konflik yang ada tidak berkembang. Menurut Djalal 2002, kategori “hak perikanan tradisional” harus diperhatikan tersebut dapat mengacu kepada ketentuan : 1. Nelayan-nelayan yang bersangkutan secara tradisional telah menangkap ikan di suatu perairan tertentu. 2. Nelayan-nelayan tersebut telah mempergunakan secara tradisional alat-alat tertentu. 3. Hasil tangkapan mereka secara tradisional adalah jenis ikan tertentu. 4. Nelayan-nelayan yang melakukan penangkapan ikan tersebut haruslah nelayan- nelayan yang secara tradisional telah melakukan penangkapan ikan di daerah tersebut.

5.3. Pengelolaan Optimal Sumberdaya Perikanan Tangkap di Teluk Lampung