2,33 Model pengelolaan perikanan tangkap di teluk lampung dalam perspektif efisiensi interaksi antar stakeholder

86 Teluk Lampung khususnya di PPI Lempasing sebagai pusat kegiatan perikanan tangkap. Kebutuhan air tawar yang ada masih rendah rating 2, namun akan dapat memenuhi kebutuhan yang lebih besar bila kegiatan perikanan tangkap dikembangkan mengingat sumber air tawar yang ada berlimpah. Saat ini, kapasitas suplai air tawar dari instalasi PDAM yang tersedia adalah 1.029.396 liter per hari atau 375.729.540 liter per tahun. Sedangkan kapasitas suplai yang diperuntukkan untuk armada perikanan tangkap Teluk Lampung sekitar 23.000 liter per hari atau 8,4 juta liter per tahun. Tabel 17 Faktor strategis internal pengelolaan perikanan tangkap di Teluk Lampung No Faktor Internal Bobot Rating Skor Kekuatan : 1 SDM yang bisa direkrut banyak 0,17 3 0,51 2 SPBU instalasi BBM tersedia dan berfungsi baik 0,08 2 0,16 3 Pelabuhan perikanan yang memadai 0,05 2 0,1 4 Pabrik es yang selalu dapat mensuplai kebutuhan es 0,09 3 0,27 5 Sumber air tawar yang berlimpah 0,07 2 0,14 6 Unit penangkapan yang ada umumnya ramah lingkungan dan tidak banyak interaksi merusak dengan perairan 0,11 2 0,22 Kelemahan : 7 Ketentuan jumlah tangkapan yang diperbolehkan 80 MSY belum diketahui secara luas di nelayan 0,18 3 0,54 8 Ukuran kapal dan mesin yang belum standar semua 0,05 2 0,1 9 Konflik internal perikanan tangkap di lokasi 0,11 1 0,11 10 Pengaturan hari operasi yang belum tertib 0,09 2 0,18 Jumlah

1.00 2,33

Sumber : Hasil Wawancara dan Survei Lapang 2007 Dalam kaitan dengan sifat ramah lingkungan dan tidak banyak interaksi merusak dengan perairan, maka jumlah unit penangkapan tersebut harus sesuai dengan daya dukung luasan perairan yang dapat dimanfaatkan. Luas perairan yang diperlukan 1 unit sero untuk beroperasi 0,25 mil 2 atau jarak antar sero sekitar 500 meter di sepanjang garis pantai. Sedangkan luas perairan yang diperlukan untuk operasi 1 unit jaring insang hanyut JIH, payang, dan bagan perahu masing-masing adalah 1 mil 2 , 1 mil 2 , dan 0,25 mil 2 . Operasi ketiga unit penangkapan ini paling 87 dekat 1 mil dari pantai. Menurut Depdagri 2006, panjang garis pantai Teluk Lampung sekitar 99,38 mil luasan perairan pantai yang cocok untuk sero 99,38 mil x 1 mil = 99,38 mil 2 dan luasan total perairannya mencapai 6413,72 mil 2 Responden dari kelompok pedagangpengolah dan investor menyatakan ketidak-teraturan operasi penangkapan ikan, khususnya waktu operasi, menyebabkan ketidak-teraturan produksi ikan di PPI Lempasing. Dampak dari ketidak-teraturan ini adalah ketidak-stabilan produksi yang menjadi kendala bagi para pelaku bisnis perikanan tangkap, khususnya pedagang ikan skala besar. Pengusaha perikanan lokal sulit untuk memperoleh hasil tangkapan dalam jumlah besar secara teratur. Kesulitan ini merupakan kendala dalam melakukan kontrak perdagangan yang efisien dan menguntungkan. Selain itu, menurut responden dari kelompok nelayan, spesifikasi kapal yang digunakan untuk penangkapan ikan . Kelemahan pertama dari perikanan tangkap Teluk Lampung adalah belum diketahuinya secara luas oleh nelayan potensi lestari sumberdaya perikanan MSY di perairan Teluk Lampung. Ketidak-tahuan nelayan akan hal ini cukup mengkhawatirkan. Kegiatan penangkapan yang berlangsung selama ini dianggap oleh Dinas Kelautan Propinsi Lampung masih terkendali, belum ada indikasi kelangkaan pada beberapa jenis ikan utama, seperti lemuru, kembung, teri, tongkol dan tenggiri karena produksi masih menunjukkan peningkatan Tabel 4.4. Ikan- ikan tersebut umumnya ditangkap oleh sero, jaring insang hanyut, payang, dan bagan perahu. Penurunan produksi hanya terjadi pada ikan tongkol. Berdasarkan hasil penelitian Malanesia 2007, MSY sumberdaya ikan perairan Teluk Lampung sekitar 19.963,62 tontahun atau 30 lebih rendah dari produksi tahun 2006 Tabel 5. Informasi ini sebaiknya segera disosialisasikan kepada stakeholders perikanan di Teluk Lampung Konflik internal merupakan kelemahan utama yang terjadi pada pengelolaan perikanan tangkap di Teluk Lampung rating 1. Beberapa konflik yang umum terjadi adalah konflik fishing ground, konflik penggunaan bom ikan, konflik tambat labuh, konflik relokasi aktivitas nelayan, dan lain-lain. Beberapa konflik tersebut ada yang belum selesai sehingga berpotensi mengganggu pengelolaan perikanan tangkap ke depan. Uraian tentang konflik ini sudah dijelaskan dalam Bagian 4.2. 88 umumnya tidak memenuhi standar teknis sehingga operasi penangkapan ikan belum optimal. Hal ini sering menganggu kontinyuitas produksi. Masalah teknis akibat spesifikasi yang tidak standar tersebut diantaranya kecepatan kapal berkurang karena suku cadang yang lebih bagus dan mesin sering mati akibat overload operasi, dan lain-lain. Dari segi eksternal, ada lima peluang dan empat ancaman serius yang berpengaruh dalam pengelolaan perikanan tangkap di Teluk Lampung Tabel 18 Peluang pertama yang dimiliki oleh perikanan tangkap Lampung adalah kedekatan fisik geografi dengan pasar potensial, yaitu DKI Jakarta nilai 0,36. Pada tahun 2006, tercatat pengiriman ikan ke DKI Jakarta sebanyak 29 ton per hari atau 10.585 ton per tahun 36,1 dari total produksi tahun 2006. Responden memiliki keyakinan bahwa jumlah ini diperkirakan akan meningkat karena dekat secara geografis dan kebutuhan ikan konsumsi yang tinggi di DKI Jakarta. Menurut Diskanla DKI Jakarta 2005, kebutuhan ikan konsumsi di DKI Jakarta mencapai 53,3 juta ton dengan rincian 25 juta untuk konsumsi domestik dan 28,3 juta ton untuk tujuan ekspor. Namun yang dapat dipenuhi oleh kegiatan perikanan tangkap di DKI Jakarta hanya sekitar 15 . Saat ini, kedekatan dengan DKI Jakarta sebagai pasar potensial masih belum dimanfaatkan dengan baik rating 2 oleh kegiatan perikanan tangkap di Teluk Lampung. Peluang kedua tercipta karena kondisi sosial politik Lampung tergolong kondusif rating 3 dan nilai 0,36 merupakan faktor yang penting untuk berkembangnya kegiatan ekonomi, termasuk kegiatan perikanan tangkap di Teluk Lampung. Dalam kaitan dengan investasi, kegiatan perikanan tangkap di Teluk Lampung sudah menarik perhatian investor rating 3. Selama ini investasi lebih banyak terjadi pada pemasaran hasil tangkapan dan pengusahaan unit penangkapan skala besar misalnya payang. Survei lapangan menunjukkan bahwa pemasaran hasil tangkapan telah melibatkan investor luas sejak PPITPI masih di Teluk Betung Selatan sebelum tahun 1990 dan investasi pengusahaan unit penangkapan skala besar sudah menjadi 23 unit. Ke depan, minat yang tinggi dari investor ini dapat menjadi faktor yang sangat diperhitungkan dalam pengembangan perikanan tangkap 89 di Teluk Lampung. Minat investor yang tinggi dan kedekatan dengan DKI Jakarta menyebabkan kegiatan promosi tidak mengutamakan pengembangan investasi untuk kegiatan perikanan tangka. Hal ini dapat dilihat dari promosi peluang investasi yang digalakkan oleh Pemerintah Daerah yang masih banyak difokuskan pada kegiatan pariwisata, industri dan pertanian. Tabel 18 Faktor strategis eksternal pengelolaan perikanan tangkap di Teluk Lampung No Faktor Eksternal Bobot Rating Skor Peluang O : 1 Dekat dengan pasar potensial DKI Jakarta 0,18 2 0,36 2 Kondisi sosial politik yang kondusif di lokasi 0,12 3 0,36 3 Promosi potensi perikanan tangkap yang gencar 0,03 1 0,03 4 Banyak investor yang tertarik bisnis perikanan tangkap 0,10 3 0,3 5 Tenaga penyuluh instansi formal, LSM, peneliti yang banyak bagi usaha nelayan 0,07 2 0,14 Ancaman T : 6 Kegiatan monopoli harga jual menjadi rendah masih terjadi 0,18 1 0,18 7 Nelayan pendatang yang menggunakan teknologi destruktif misal : bom, pukat 0,17 1 0,17 8 Pencurian ikan oleh kapal asing yang beroperasi di Samudera Hindia 0,12 4 0,48 9 Kemacetan dalam transportasi 0,12 2 0,24 Jumlah 1,00 2,26 Sumber : Hasil Wawancara dan Survei Lapang 2007 Faktor penyuluhan dan pembinaan yang diberikan oleh tenaga penyuluh dari instansi formal, LSM, dan peneliti cukup sering terjadi dalam kegiatan perikanan di Teluk Lampung. Pembinaan yang diberikan oleh tenaga penyuluh dari instansi formal dan LSM umumnya berkaitan dengan kegiatan penangkapan ramah lingkungan, keselamatan dalam operasi penangkapan, analisis kelayakan usaha, dan kelembagaan mikro. Sedangkan pembinaan oleh peneliti umumnya dilakukan oleh peneliti BRKP dan kalangan akademisimahasiswa yang mengambil penelitian S2S3 di Teluk Lampung dalam pelibatan nelayan pada berbagai kegiatan penelitian yang bersifat pelestarian lingkungan dan optimasi kegiatan penangkapan. Dalam kaitan dengan ancaman, introduksi teknologi luar yang cenderung mengejar hasil tangkap yang lebih banyak namun destruktif, misalnya penggunaan 90 bom ikan dan teknologi pukat pantai merupakan ancaman yang sangat mengganggu pengelolaan perikanan tangkap di Teluk Lampung. Saat ini, penggunaan bom yang dipelopori oleh nelayan pendatang kapal dari Buton masih terus berlanjut rating 1 dan mengganggu kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan nelayan pancing dan bagan. Sejak tahun 2003, penggunaan bom ikan di Teluk Lampung sudah menimbulkan korban jiwa 3 orang, cacat fisik 8 orang, dan kerusakan terumbu karang dan SDI lebih dari 100 kasus. Kegiatan monopoli dalam perdagangan pembeli tunggal dan harga rendah masih terjadi walaupun sudah ada fasilitas tempat pelelangan ikan. Perdagangan ikan yang tidak fair ini merupakan ancaman serius bagi keberlanjutan perikanan tangkap di Teluk Lampung. Peluang terjadinya monopoli ini selalu ada karena kekuatan beberapa investor lokal sudah melemah, Pada saat yang sama, beberapa investor yang kuat mendapat kesempatan untuj mengambil untung yang sebesar- besarnya karena pasar yang dekat ke Jakarta. Monopoli pembelian ikan pernah terjadi pada tahun 1992 – 1997 dan pada saat blooming hasil tangkap tahun 2007 yang menyebabkan harga ikan menurun drastis. Pencurian ikan oleh kapal asing yang beroperasi di Samudera Hindia termasuk sebagai ancaman yang penting mengingat Teluk Lampung berhubungan langsung dengan perairan bebas di Samudera Hindia. Secara geografis letaknya jauh, namun karena letak secara geografis yang demikian mengharuskan petugas keamanan laut, TNI AL dan Pemerintah Daerah harus selalu tetap waspada rating 4. Kemacetan transportasi yang sering terjadi akibat kerusakan jalan lintas Sumatera dan padatnya penyeberangan di Pelabuhan Bakaehuni-Merak selalu menjadi masalah meskipun pengaruhnya selama ini belum terlalu disajikan karena volume distribusi hasil tangkapan belum terlalu banyak rating 2. Namun bila pengelolaan perikanan tangkap dikembangkan di kemudian hari, kemacetan transportasi tersebut harus diantisipasi dari sekarang, minimal dalam bentuk rencana distribusi alternatif hasil tangkapan ke pasar potensial. 91 Berdasarkan faktor internal dan eksternal yang teridentifikasi Tabel 17 dan Tabel 18, status pengelolaan perikanan tangkap Teluk Lampung saat ini adalah pada kuadran V karena nilai total faktor strategis internal dan eksternal masing- masing adalah 2,33 dan 2,26 Gambar 11. Status ini mencerminkan bahwa pengelolaan masih berada dalam status pertumbuhan yang stabil. Untuk status seperti ini, pengembangan pengelolaan disarankan untuk diarahkan menuju pertumbuhan kuadran I. Gambar 11 Status pengelolaan perikanan tangkap Teluk Lampung dengan melihat skor faktor strategis internal dan eksternal kuadran V Berdasarkan kombinasi faktor internal kekuatan dan kelemahan dan faktor eksternal peluang dan ancaman, strategi generik adalah strategi memanfaatkan kekuatan dan peluang SO, memanfaatkan kekuatan dan meredam kelemahan ST, mengatasi kelemahan dan memanfaatkan peluang WO dan mengatasi kelemahan dan meredam ancaman WT. Sementara ini, analisis SWOT telah berhasil mengidentifikasi 10 strategi untuk mengatasi permasalahan yang ada dalam Total Skor Faktor Strategi Internal Tinggi III Penciutan II Pertumbuhan I Pertumbuhan Total Skor Faktor Strategi Eksternal Menengah VI Penciutan V Pertumbuhan Stabilitas IV Stabilitas Rendah IX Likuidasi VIII Pertumbuhan VII Pertumbuhan Rendah Menengah Tinggi 1 2 3 4 4 3 2 1 ● ● = posisi pengelolaan perikanan tangkap di Teluk Lampung = arah pengelolaan perikanan tangkap di Teluk Lampung 92 pengelolaan perikanan tangkap di Teluk Lampung. Ke sepuluh strategi tersebut adalah: 1 Penyerapan ABKSDM yang terlatih dan mendapat pembinaan dari penyuluh 2 Penghematan penggunaan BBM dalam operasi penangkapan 3 Stabilitas kondisi sosial politik yang kondusif untuk bisnis pelabuhan dan pabrik es 4 Penangkapan sesuai MSY untuk memenuhi pasar potensial 5 Relokasi investasi untuk pengembangan ukurankapasitas kapal perikanan tangkap 6 Minimalisir konflik internal dan mengembangkan promosi bersama yang saling menguntungkan 7 Pengembangan unit penangkapan yang ramah lingkungan dan tidak destruktif 8 Pengembangan jaringan pipa suplai air tawar bebas macet dan optimasi penggunaannya 9 Pengaturan hari operasi yang dapat menstabilkan volume produksi dan harga jual 10 Standarisasi dan peremajaan mesin kapal standar yang bersaing dengan kapal asing Selanjutnya ke sepuluh strategi tersebut dianalisis kembali dengan menggunakan Linear Goal Programming LGP untuk mencapai kondisi optimal strategi 1, 2, 3, 4, 5 dan 8, mengurangi konflik dari interaksi stakeholders terkait dengan menggunakan Structural Equation Model SEM strategi 6 dan menganalisis kebijakan perikanan dari pengelolaan perikanan tangkap di Teluk Lampung dengan menggunakan Analitycal Hierarchy Process AHP strategi 7, 9 dan 10. 93 Tabel 19 Matriks SWOT sasaran pengelolaan perikanan tangkap di Teluk Lampung Faktor Internal Kekuatan S Kelemahan W • SDM yang bisa direkrut banyak • SPBU instalasi BBM tersedia dan berfungsi baik • Pelabuhan perikanan yang memadai • Pabrik es yang selalu dapat mensuplai kebutuhan es • Sumber air tawar yang berlimpah • Unit penangkapan yang ada umumnya ramah lingkungan dan tidak banyak interaksi merusak dengan dasarperairan • Ketentuan jumlah tangkapan yang diperbolehkan 80 MSY belum diketahui secara luas di nelayan • Ukuran kapal dan mesin yang belum standar semua • Konflik internal perikanan tangkapdi lokasi • Pengaturan hari operasi yang belum tertib Faktor Eksternal Peluang O Sasaran SO Sasaran WO • Dekat dengan pasar potensial DKI Jakarta • Kondisi sosial politik yang kondusif di lokasi • Promosi potensi perikanan tangkap yang gencar • Banyak investor yang tertarik bisnis perikanan tangkap • Tenaga penyuluh instansi formal, LSM, peneliti yang banyak bagi usaha nelayan 1 Penyerapan ABKSDM yang terlatih dan mendapat pembinaan dari penyuluh 2 Penghematan penggunaan BBM dalam operasi penangkapan 3 Stabilitas kondisi sosial politik yang kondusif untuk bisnis pelabuhan dan pabrik es 4 Penangkapan sesuai MSY untuk memenuhi pasar potensial 5 Relokasi investasi untuk pengembangan kapal yang ramah terhadap perairan 6 Minimalisir konflik internal dan mengembangkan promosi bersama yang saling menguntungkan Ancaman T Sasaran ST Sasaran WT • Kegiatan monopoli harga jual menjadi rendah masih terjadi • Nelayan yang menggunakan alat tangkap destruktif • Pencurian ikan oleh kapal asing yang beroperasi di Samudera Hindia • Kemacetan dalam transportasi 7 Pengembangan unit penangkapan yang ramah lingkungan dan tidak destruktif 8 Pengembangan jaringan pipa suplai air tawar bebas macet dan optimasi penggunaannya 9 Pengaturan hari operasi yang dapat menstabilkan volume produksi dan harga jual 10 Standarisasi dan peremajaan mesin kapal standar yang bersaing dengan kapal asing 94

4.4 Optimalisasi Armada Penangkapan Ikan Teluk Lampung