13
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab II berisi kajian pustaka, penelitian yang relevan, kerangka pikir, dan hipotesis tindakan. Pada bagian kajian pustaka berisi uraian teori-teori yang
dikelompokkan dalam lima kelompok. Teori pertama membahas tentang prestasi belajar, teori kedua tentang metode inkuiri terbimbing Guided Inquiry
Approach, teori ketiga tentang IPA untuk Sekolah Dasar, teori yang keempat
membahas tentang siswa kelas V Sekolah Dasar, dan teori kelima membahas tentang Penelitian Tindakan Kelas PTK. Bagian penelitian yang relevan berisi
beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Bagian kerangka berpikir berisi jalan pikiran peneliti mengenai
penerapan metode inkuiri terbimbing dalam meningkatkan prestasi belajar siswa SD kelas V. Selanjutnya, bagian terakhir membahas hipotesis tindakan yang berisi
dugaan sementara atas hasil penelitian yang dilakukan.
A. Kajian Pustaka
1. Prestasi belajar
a. Pengertian prestasi belajar
Mulyasa 2013:189 mengungkapkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang setelah menempuh kegiatan belajar,
sedangkan belajar pada hakikatnya merupakan usaha sadar yang
dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik akan menghasilkan prestasi belajar,
berupa perubahan-perubahan perilaku, yang oleh Bloom dan kawan- kawan kelompokkan ke dalam kawasan kognitif, afektif, dan psikomotor.
Sedangkan menurut Lanawati Akbar, 2004:168 Prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidik terhadap proses belajar dan hasil belajar siswa
sesuai dengan tujuan instruktusional yang menyangkut isi pelajaran dan perilaku yang diharapkan dari siswa. Sejalan dengan definisi tersebut,
Olivia 2011:73 mengungkapkan bahwa prestasi belajar adalah puncak hasil belajar yang dapat mencerminkan keberhasilan siswa terhadap
tujuan belajar yang ditetapkan. Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidik
terhadap perubahan perilaku siswa dari yang belum mampu menjadi mampu meliputi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Penilaian atau asessmen hasil belajar oleh pendidik dimaksudkan untuk mengukur kompetensi atau kemampuan tertentu. Hosnan
2014:387 menjelaskan bahwa assesmen autentik adalah pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk
ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Assesmen autentik atau penilaian nyata diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar
belajar atau tidak, apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh positif terhadap perkembangan, baik intelektual maupun mental siswa.
Menurut Hosnan
2014:389 penilaian
autentik harus
menyeimbangkan tiga kompetensi. Penilaian yang dilakukan cukup memberi cakupan terhadap aspek pengetahuan kognitif, sikap afektif,
dan keterampilan psikomotor secara seimbang. Proses pengukuran aspek kognitif digunakan dengan cara lisan atau tulisan. Aspek kognitif
dapat diukur menggunakan tes esai dan objektif. Kedua jenis tes ini dapat digunakan untuk mengukur keenam kategori dalam ranah kognitif. Enam
tingkatan dalam kompetensi kognitif terdiri dari pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evalusi Sunarti dan Selly,
2013:29. Penilaian aspek kognitif dilakukan setelah mempelajari suatu kompetensi dasar yang harus dicapai, akhir semester, dan jenjang satuan
pendidikan. Penilaian terhadap aspek afektif dilakukan selama berlangsungnya
kegiatan belajar mengajar, baik di dalam maupun di luar kelas Hosnan, 2013:390. Sunarti dan Selly 2014:46 juga mengungkapkan bahwa
kompetensi afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi atau nilai. Sikap adalah kecenderungan untuk merespons
suatu objek, situasi, konsep, atau orang, baik menyukai atau tidak menyukai. Penilaian sikap siswa dapat dilakukan dengan menggunakan
instrumen sikap. Instrumen yang dapat digunakan berupa kuesioner dan lembar pengamatan.
Penilaian psikomotorik dapat dilakukan dengan tes unjuk kerja, proyek, portofolio, dan penilaian produk. Tes unjuk kerja atau praktik
adalah penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Instrumen penilaian unjuk kerja adalah
lembar observasi dengan checklist atau rating scale. Sunarti dan Selly 2013:59 juga menambahkan hal yang perlu dipertimbangkan dalam
penilaian unjuk kerja yaitu langkah-langkah kinerja yang diharapkan, kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan dinilai, kemampuan khusus
yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak, dan kemampuan yang akan dinilai diurutkan
berdasarkan urutan pengamatan. b.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Mulyasa
2013:190 mengelompokkan
faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar menjadi empat, yaitu a bahan atau materi yang dipelajari; b lingkungan; c faktor instrumental; dan d kondisi
peserta didik. Dengan demikian, untuk memahami atau meningkatkan pretasi belajar, perlu didalami faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik
faktor internal maupun faktor eksternal. Mulyasa 2013:191 menambahkan bahwa faktor internal adalah
faktor diri baik secara fisiologis maupun secara psikologis. Faktor fisiologis berkaitan dengan kondisi jasmani atau fisik seseorang terutama
panca indera. Sedangkan faktor psikologis berasal dari dalam diri seseorang seperti intelegensi, minat, dan sikap.
Intelegensi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya prestasi belajar. Semakin tinggi tingkat intelegensi, makin
tinggi pula kemungkinan tingkat hasil belajar yang dapat dicapai. Jika intelegensinya rendah, maka kecenderungan hasil yang dicapainyapun
rendah. Meskipun demikian, tidak boleh dikatakan bahwa “taraf prestasi belajar di sekolah kurang, pastilah taraf intelegensinya kurang
”, karena banyak faktor lain yang mempengaruhi Mulyasa, 2013:191.
Mulyasa 2013:192 mengungkapkan bahwa minat adalah kecenderungan dan ketertarikan yang tinggi terhadap sesuatu. Oleh
karena itu, minat dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar dalam mata pelajaran tertentu. Misalnya seorang siswa yang memiliki minat
besar pada pelajaran matematika akan memusatkan perhatiannya lebih banyak, belajar lebih giat, dan akhirnya mencapai prestasi yang
diinginkan. Selain itu, Mulyasa 2013:192 juga menambahkan bahwa sikap
adalah gejala internal yang berdimensi afektif, berupa kecenderungan untuk merespon secara positif maupun negatif dengan cara yang relatif
tetap terhadap obyek, barang, dan sebagainya. Selain faktor diatas, prestasi belajar juga dipengaruhi oleh waktu dan kesempatan. Siswa yang
memiliki waktu dan kesempatan untuk belajar cenderung memiliki prestasi yang tinggi daripada yang hanya memiliki sedikit waktu dan
kesempatan untuk belajar. Dengan kata lain, dapat dikemukakan bahwa orang pandai dapat mengerjakan banyak hal dalam waktu dan kesempatan
yang relatif singkat, sementara orang bodoh membutuhkan waktu dan kesempatan yang banyak.
Faktor selanjutnya adalah faktor eksternal yang menurut Mulyasa 2013:193 digolongkan ke dalam faktor sosial dan non sosial. Faktor
sosial menyangkut hubungan antarmanusia yang terjadi dalam berbagai situasi sosial. Yang termasuk ke dalam faktor ini adalah lingkungan
keluarga, sekolah, teman, dan masyarakat pada umumnya. Sedangkan faktor non-sosial adalah faktor lingkungan seperti lingkungan alam dan
fisik misalnya keadaan rumah, ruang belajar, buku-buku sumber, dan sebagainya. Faktor eksternal dalam lingkungan keluarga baik langsung
maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar. Di samping itu, Mulyasa juga menambahkan diantara faktor
eksternal yang sudah dijelaskan ada pula faktor guru atau fasilitator. Proses pembelajaran tidak berlangsung satu arah melainkan terjadi secara
timbal balik. Pembelajaran di dalam kelas sebagian besar ditentukan oleh peranan guru.
Setelah mengetahui teori tersebut dapat diketahui faktor apa saja yang mempengaruhi prestasi belajar. Faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar antara lain faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari faktor fisiologis berkaitan dengan kondisi jasmani atau fisik
seseorang terutama panca indera. Sedangkan faktor psikologis berasal dari dalam diri seseorang seperti intelegensi, minat, dan sikap. Faktor
eksternal sosial terdiri dari lingkungan keluarga, sekolah, teman, dan masyarakat pada umumnya. Faktor eksternal yang terakhir adalah faktor
non-sosial. Faktor non-sosial adalah faktor lingkungan seperti lingkungan
alam dan fisik misalnya keadaan rumah, ruang belajar, buku-buku sumber, dan sebagainya.
2. Metode Inkuiri Terbimbing Guided Inquiry Method
a. Pengertian Metode Inkuiri
Metode pembelajaran diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk
kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran Kurniasih dan Berlin, 2014:56. Menurut Hamdayama 2014:31 inkuiri
berasal dari kata to inquire inquiry yang berarti ikut serta atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan
melakukan penyelidikan. Sependapat dengan Hamdayana, Gulo menyatakan dalam Trianto, 2009:166 bahwa strategi inkuiri berarti
suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara
sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Sasaran utama kegiatan
pembelajaran inkuiri adalah 1 keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar; 2 keterarahan kegiatan secara logis dan
sistematis pada tujuan pembelajaran; dan 3 mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.
Kondisi umum yang merupakan syarat timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa adalah aspek sosial di kelas dan suasana terbuka yang mengundang
siswa berdiskusi, inkuiri berfokus pada pengujian hipotesis, dan penggunaan fakta sebagai informasi atau fakta Sanjaya, 2009:166. Dari
paparan ahli tersebut peneliti menyimpulkan bahwa metode inkuiri adalah cara yang digunakan untuk menyampaikan pembelajaran yang melibatkan
siswa secara aktif untuk mencari dan menemukan pengetahuannya sendiri melalui
kegiatan pengamatan,
bertanya, mengajukan
dugaan, mengumpulkan
data, dan
menyimpulkannya sendiri
sehingga pengetahuan yang diperoleh lebih bermakna.
b. Pengertian Metode Inkuiri Terbimbing
Metode inkuiri memiliki beragam macam. Sund dan Trowbridge dalam Mulyasa 2007:109 mengemukakan ada tiga macam inkuiri. Ketiga
macam metode inkuiri yaitu inkuiri terbimbing guided inquiry, inkuiri bebas free inquiry, dan modified free inquiry.
Menurut Dewi dkk 2013 dalam e-journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha volume 3 tahun 2013, pembelajaran
inkuiri terbimbing menekankan pada proses penemuan sebuah konsep sehingga muncul sikap ilmiah pada diri siswa. Metode inkuiri terbimbing
dapat dirancang penggunaannya oleh guru menurut kemampuan mereka atau menurut tingkat perkembangan intelektualnya karena anak SD
memiliki sifat yang aktif, sifat ingin tahu yang besar, terlibat dalam suatu situasi secara utuh dan reflektif terhadap suatu proses dan hasil-hasilnya
yang ditemukan. Berpijak dari hal tersebut kelebihan metode inkuiri
terbimbing adalah guru mampu membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi.
Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap- tahap pemecahannya.
Amin 2005 juga menambahkan dalam Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia volume 3 nomor 3 November 2005 yang dikutip oleh Sochibin
2004:97, pembelajaran Guided Discovery Inquiry Laboratory Lesson GDILL
adalah pembelajaran penemuan dengan bimbingan. Guru memberikan bantuan yang cukup besar dalam pembelajaran dan siswa
melakukan pendidikan melalui prosedur langkah demi langkah. Menurut Ali, dikutip juga oleh Sulistyowati, 2004 GDILL merupakan metode
pembelajaran inkuiri terbimbing dimana pelaksanaan penyelidikan dilaksanakan oleh siswa berdasarkan petunjuk-petunjuk guru. Petunjuk
diberikan pada umumnya berbentuk pertanyaan membimbing. c.
Strategi Metode Inkuiri Terbimbing Beberapa strategi untuk menunjang pembelajaran kooperatif
metode GDILL menurut Sochibin 2009 dalam Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia no 5 tahun 2009 halaman 96-101 adalah sebagai berikut:
Pertama dilakukan pembagian kelompok yang terdiri dari 5-6 siswa. Jumlah anggota tersebut diharapkan lebih efektif dibanding dari jumlah
siswa yang lebih banyak. Pembagian tugas dapat lebih terencana dengan baik dan masing-masing lebih mencurahkan waktu untuk tugasnya.
Pembentukan kelompok sebaiknya dilakukan oleh guru agar kemampuan siswa dalam kelompok merata.
Kedua adalah pembagian tugas terstruktur misalnya melaksanakan praktikum dengan memperhatikan langkah kerja yang ada pada LKS,
menjawab pertanyaan pada LKS, dan melaksanakan diskusi setelah kegiatan praktikum selesai. Pembagian tugas kepada masing-masing
siswa dalam kelompok perlu dilakukan oleh guru semua kelompok bertanggungjawab terhadap tugasnya masing-masing. Pembagian tugas
kepada masing-masing
siswa dapat
mendorong siswa
lebih bertanggungjawab, bukan hanya terhadap dirinya melainkan juga
terhadap kelompoknya, karena keberhasilan kelompok terletak pada keberhasilan individu. Keberhasilan individu dalam pembelajaran
dengan menggunakan metode inkuiri terbimbing ini diantaranya adalah berhasil mengembangkan prestasi belajar siswa yang meliputi sikap,
keterampilan, dan pengetahuan. d.
Langkah-langkah Penerapan Metode Inkuiri Ada beberapa tahapan dalam pembelajaran yang menggunakan
metode inkuiri. Langkah-langkah metode inkuiri dalam proses pembelajaran menurut Hosnan 2014:342-344 yaitu:
1 Orientasi
Orientasi merupakan langkah untuk membina suasana pembelajaran yang responsif dengan mengondisikan agar siswa
siap melaksanakan proses pembelajaran. Dalam tahap orientasi,
siswa diajak menggunakan kemampuannya untuk memecahkan suatu masalah.
2 Merumuskan masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan
yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Dikatakan teka-teki dalam rumusan
masalah yang ingin dicapai disebabkan masalah itu tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang
tepat. 3
Merumuskan hipotesis Hipotesis
adalah jawaban
sementara dari
suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai jawaban sementara,
hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak
pada setiap siswa adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat
merumuskan jawaban atau perkiraan sementara dari suatu permasalahan yang dikaji.
4 Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Tugas
dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan
pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan.
5 Menguji hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang
diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Dalam menguji hipotesis, yang terpenting adalah mencari tingkat keyakinan
siswa atas jawaban yang diberikan. Kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi tetapi harus
didukung data
yang ditemukan
dan dapat
dipertanggungjawabkan. 6
Merumuskan kesimpulan Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan
temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan merupakan inti dalam proses
pembelajaran sehingga untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru membimbing dan menunjukkan kepada
siswa data mana yang relevan. Trianto 2009:172 juga menambahkan beberapa tahap inkuiri
yang terdiri dari 6 fase. Tahapan inkuiri menurut Trianto dapat dilihat
secara lengkap pada Tabel II.1
Tabel II.1 Tahap pembelajaran Inkuiri menurut Trianto 2009:172
Fase Perilaku Guru
1. Menyajikan pertanyaan
atau masalah. Guru membimbing siswa mengidentifikasi
masalah-masalah dituliskan di papan tulis. Guru membagi siswa dalam kelompok.
2. Membuat hipotesis.
Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk curah pendapat dalam membentuk
hipotesis. Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan
permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan.
3. Merancang percobaan.
Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menentukan langkah-langkah yang
sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan. Guru membimbing siswa mengurutkan
langkah-langkah percobaan.
4. Melakukan percobaan
untuk memperoleh informasi.
Guru membimbing siswa mendapatkan informasi melalui percobaan.
5. Mengumpulkan data dan
menganalisis data. Guru memberi kesempatan pada tiap
kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul.
6. Membuat kesimpulan
Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan.
Dalam penelitian ini, langkah-langkah pembelajaran inkuiri yang digunakan oleh peneliti adalah langkah pembelajaran menurut Hosnan.
e. Keunggulan dan Kelemahan Metode Inkuiri
Pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang banyak dianjurkan karena memiliki beberapa keunggulan. Beberapa keunggulan
metode inkuiri menurut Hosnan 2014:344 yaitu 1 pembelajaran inkuiri menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor secara seimbang sehingga pembelajaran inkuiri dianggap
lebih bermakna. 2 pembelajaran inkuiri dapat memberikan ruang pada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka. 3 inkuiri
merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan
tingkah laku berkat adanya pengalaman. 4 pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata.
Berbeda dengan pendapat Hosnan, ada beberapa perbedaan keunggulan pembelajaran inkuiri menurut Suyadi 2013:126 diantaranya
adalah 1 menekankan pada pengembangan aspek kognitif secara progresif. 2 siswa lebih aktif dalam mencari dan mengolah informasi.
3 siswa memahami konsep dasar dan ide dengan lebih baik. 4 membantu siswa menggunakan ingatan dalam mentransfer konsep yang
dimilikinya kepada situasi proses belajar yang baru. Metode inkuiri selain memiliki keunggulan juga memiliki
kelemahan. Kelemahan metode inkuiri menurut Hosnan 2014:344 yaitu jika strategi ini digunakan sebagai pembelajaran, maka akan sulit
mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa, sulit dalam merencanakan pembelajaran karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar,
kadang-kadang dalam mengimplementasikannya memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang
telah ditentukan, dan selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka pembelajaran
inkuiri akan sulit diimplementasikan oleh setiap siswa. Selain beberapa
kekurangan yang telah disebutkan di atas, Suyadi 2013:127 juga menambahkan kelemahan inkuiri yaitu jika guru kurang spesifik
merumuskan teka-teki atau pertanyaan kepada siswa dengan baik untuk memecahkan masalah secara sistematis, maka siswa akan bingung dan
tidak terarah dan pada sistem pembelajaran klasikal dengan jumlah siswa yang relatif banyak, penggunaan strategi pembelajaran inkuiri sukar
untuk dikembangkan dengan baik.
3. IPA untuk Sekolah Dasar
a. Pengertian IPA
Menurut Trianto 2012:136 IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam,
lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka,
jujur, dan sebagainya. IPA Sains berupaya membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang
alam seisinya yang penuh dengan rahasia yang tak habis-habisnya Samatowa, 2011:1. Dengan tersingkapnya tabir rahasia alam satu per
satu, serta mengalirnya informasi yang dihasilkannya, jangkauan sains semakin luas dan lahirlah sifat terapannya, yaitu teknologi adalah lebar.
Sains dan teknologi kini mengetahui budaya ilmu pengetahuan dan teknologi yang saling mengisi komplementer, ibarat mata uang, di satu
sisinya mengandung hakikat sains the nature of science dan sisi yang lainnya mengandung makna teknologi the meaning of technology.
IPA di SD hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu anak didik secara alamiah Samatowa, 2011:2. Hal ini akan
membantu mereka mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban berdasarkan bukti serta mengembangkan cara berpikir ilmiah.
Fokus program pengajaran IPA di SD hendaknya ditujukan untuk memupuk minat dan pengembangan anak didik terhadap dunia mereka di
mana mereka hidup. Melalui pendidikan IPA kita mendorong anak didik untuk dapat meningkatkan iman dan takwanya kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa, pencipta alam semesta. Dari penjelasan di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa IPA adalah pengetahuan tentang alam semesta
yang menggunakan sikap ilmiah seperti mengamati dan melakukan eksperimen.
b. Hakikat IPA
Menurut Samatowa 2011:3 IPA atau science pengertiannya dapat disebut sebagai ilmu alam. IPA adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-
peristiwa yang tejadi di alam ini. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan sains adalah ilmu pengetahuan yang mempunyai objek dan menggunakan
metode ilmiah. Setiap guru harus paham akan alasan mengapa IPA diajarkan di Sekolah Dasar. Ada berbagai alasan yang menyebabkan satu
mata pelajaran dimasukkan ke dalam kurikulum suatu sekolah. Alasan itu dapat digolongkan menjadi empat yaitu: 1 IPA berfaedah bagi suatu
bangsa karena kesejahteraan materil suatu bangsa banyak sekali tergantung pada kemampuan bangsa itu dalam bidang IPA, sebab IPA
merupakan dasar teknologi, sering disebut-sebut sebagai tulang punggung pembangunan, 2 apabila diajarkan secara tepat, maka IPA merupakan
suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis 3 apabila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan
sendiri oleh anak, maka IPA tidaklah mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka dan 4 mata pelajaran IPA mempunyai nilai-nilai pendidikan
yaitu mempunyai potensi membentuk kepribadian anak secara keseluruhan Samatowa, 2011:4.
c. IPA untuk Sekolah Dasar
IPA harus disesuaikan dengan struktur kognitif anak-anak, maka perlu diajarkan keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains
didefinisikan oleh Paolo dan Marten dalam Samatowa, 2011:5 adalah: mengamati, mencoba memahami apa yang diamati, mempergunakan
pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang terjadi, dan menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan
tersebut benar. Paolo dan Martin juga menegaskan bahwa dalam IPA tercakup juga coba-coba dan melakukan kesalahan, gagal dan mencoba
lagi. Menurut De vito 1993 dalam Samatowa 2011:104 pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan sehari-hari
siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, mengajukan ide-ide siswa, membangun keterampilan skills yang
diperlukan, dan menimbulkan kesadaran siswa bahwa belajar IPA menjadi sangat diperlukan untuk dipelajari.
4. Siswa kelas V Sekolah Dasar
Menurut Jean Piaget dalam Wahyudin Agustin, 2011:37 perkembangan kognitif pada anak terjadi dalam empat tahap yaitu: 1
tahap sensorimotorik lahir –2 tahun, 2 tahap pra operasional 2-7
tahun, 3 tahap operasional konkret 7-11 tahun, dan 4 tahap operasional formal 11-16 tahun. Usia rata-rata anak Indonesia saat
masuk Sekolah Dasar adalah 6 tahun dan selesai pada usia 12 tahun. Tahapan perkembangan anak dibagi menjadi dua yaitu masa kanak-kanak
tengah 6-9 tahun dan kanak-kanak terakhir 10-12 tahun. Berdasarkan pernyataan tersebut, perkembangan kognitif anak
Sekolah Dasar 7-11 tahun berada dalam tahapan operasional konkret. Pada kurun waktu ini pikiran logis anak mulai berkembang. Dalam
usahanya mengerti tentang alam sekelilingnya menggunakan pancaindera. Namun ada kekurangan dalam tahapan operasional konkret. Anak mampu
melakukan aktivitas logis tertentu tetapi hanya dalam situasi yang konkret. Jadi ketika siswa dihadapkan pada suatu permasalahan tanpa
adanya bahan konkret, maka siswa belum mampu untuk menyelesaikan masalah dengan baik. Menurut Desmita 2011:35 Anak-anak usia
sekolah ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih muda. Anak-anak senang bermain, senang bergerak, senang
bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung.
Maka dapat disimpulkan bahwa Siswa kelas V Sekolah Dasar adalah anak yang berusia sekitar 7-11 tahun. Mereka suka bermain dan
bekerja dalam kelompok. Anak tersebut berada dalam tahapan operasional konkret. Artinya anak mampu melakukan aktivitas logis
tertentu, tetapi hanya dalam situasi yang nyata. Tanpa adanya bahan yang nyata anak belum mampu menyelesaikan masalah dengan baik. Maka
dari itu, siswa kelas V SD membutuhkan benda-benda nyata serta mencoba secara langsung dalam memahami suatu materi. Penerapan
metode inkuiri terbimbing tepat diterapkan pada siswa kelas V SD karena memfasilitasi siswa dalam belajar IPA. Melalui metode inkuiri
terbimbing, Siswa diajak untuk bermain dan saling bekerja dalam kelompok untuk melakukan percobaan menggunakan media atau benda
nyata sehingga siswa lebih mudah menyimpulkan serta memahami materi.
5. Penelitian Tindakan Kelas PTK
Menurut Tampubolon 2014:19 Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh pendidikcalon pendidik di dalam kelasnya
sendiri secara kolaboratifpartisipatif untuk memperbaiki kinerja pendidik menyangkut kualitas proses pembelajaran, dan meningkatkan hasil belajar
peserta didik, baik dari aspek akademik maupun non akademik, melalui
tindakan reflektif dalam bentuk siklus daur ulang. Sementara Kusumah Dedi 2009:9 juga berpendapat bahwa Penelitian Tindakan kelas PTK
adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan cara 1 merencanakan, 2 melaksanakan, dan 3 merefleksikan tindakan
secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.
Sedangkan menurut Suyadi 2012:4 PTK adalah pencermatan yang dilakukan oleh orang-orang yang terlibat di dalamnya guru, peserta
didik, kepala sekolah dengan menggunakan metode refleksi diri dan bertujuan untuk melakukan perbaikan di berbagai aspek pembelajaran.
Dengan kata lain, PTK adalah pencermatan yang dilakukan guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki
profesinya sebagai guru sehingga hasil belajar peserta didik terus meningkat. Dari ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa PTK
adalah suatu tindakan yang dilakukan berdasarkan refleksi guru terhadap siswa di dalam kelas guna meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.
Tampubolon 2014:19 berpendapat bahwa penelitian tindakan kelas ini pertama kali dikembangkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1964,
yaitu prosedur penelitian tindakan kelas dengan empat langkah berikut: 1 perencanaan tindakan planning, 2 pelaksanaan tindakan acting, 3
observasi observing, dan 4 refleksi reflecting dalam bentuk siklus. Suyadi 2012:19-25 juga menambahkan bahwa dalam PTK minimal terdiri
dari dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yakni perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Siklus pertama khususnya refleksi pada siklus pertama menjadi dasar bagi siklus kedua.
Tahap pertama yaitu perencanaan planning. Menurut Suyadi, dalam tahap perencanaan PTK terdapat 3 kegiatan dasar yang akan
menunjang perencanaan lebih sempurna, yaitu identifikasi masalah, merumuskan masalah, dan pemecahan masalah. Tahap kedua yaitu
pelaksanaan Acting. Pelaksanaan adalah menerapkan apa yang telah direncanakan pada tahap satu, yaitu bertindak di kelas. Dalam
pelaksanaannya tindakan harus sesuai dengan rencana, tetapi harus terkesan alamiah dan tidak direkayasa. Hal ini akan berpengaruh ketika refleksi pada
tahap empat nanti, sehingga hasilnya dapat disinkronkan dengan maksud semula.
Tahap yang ketiga yaitu pengamatan observation. Pengamatan adalah alat untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai
sasaran. Pada langkah ini peneliti harus menguraikan jenis data yang dikumpulkan, cara mengumpulkan, dan alat atau instrument pengumpulan
data wawancara, observasi, dll. Tahap keempat atau terakhir dalam PTK adalah refleksi reflection. Refleksi adalah kegiatan mengemukakan
kembali apa yang telah dilakukan. Refleksi juga sering disebut dengan istilah “memantul”. Dalam hal ini, peneliti memantulkan pengalamannya ke
layar kaca sehingga tampak jelas penglihatannya, baik kelemahan dan kekurangannya.
B. Penelitian yang Relevan