Kondisi Sosial Ekonomi Perambah

b. Mempercepat proses mineralisasi dan pencucian unsur-unsur hara. c. Mempercepat proses erosi. 3. Terhadap iklim mikro: a. Meningkatkan jumlah Karbondioksida CO 2 dan mengurangi Oksigen O 2 di udara. b. Meningkatkan suhu adara. 4. Terhadap masyarakat: a.Menghasilkan sumber penghasilkan masyarakat. b.Kekurangan air pada tanaman pangan yang diusahakan. c.Menurunkan pendapatan masyarakat, karena potensi sumberdaya hutan yang dimanfaatkan berkurang. d.Menimbulkan banjir dan tanah longsor yang dapat mengakibatkan kerugian harta maupun jiwa penduduk.

2.10.3. Kondisi Sosial Ekonomi Perambah

Masyarakat di sekitar kawasan konservasi mempunyai sistem sosial ekonomi dan budaya tersendiri dengan ekosistem dalam kawasan konservasi. Menurut kaidah ekologi, bila suatu sistem berdekatan umumnya akan terjadi eksploitasi dari ekosistem yang kuat terhadap yang lemah. Fenomena yang umum adalah eksploitasi terhadap kawasan konservasi oleh sistem sosial sekitarnya. Untuk mengetahui perkembangan perambah hutan terlebih dahulu kita perlu mendalami sosial ekonomi dan budaya dari sukuetnis, teknologi usaha tani yang dimiliki, pengaruh vegetasi dan pengaruh tanah Dove, 1988. Masyarakat sekitar kawasan konservasi pada umumnya bekerja sebagai petani. Untuk dapat hidup layak, diperlukan luas lahan minimal 1-2 ha dan biasanya mereka menanami lahan tersebut dengan tanaman pangan maupun tanaman perkebunan kopi, cengkeh, lada. Saat ini pertambahan penduduk cenderung meningkat sehingga jumlah petani dengan sendirinya juga akan bertambah. Ini berarti kebutuhan lahan bagi penduduk di sekitar kawasan konservasi menjadi semakin tinggi Pusat Studi Lingkungan Unila, 1984. Soemarwoto 1978 menyatakan karena pertumbuhan jumlah penduduk petani, maka luas lahan menunjukkan kecenderungan yang semakin kecil. Sehingga kebutuhan terhadap lahan garapan oleh masyarakat akan selalu bertambah. Dengan meningkatnya jumlah petani tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan daya dukung lingkungan, dalam hal ini lahan pertanian Soemarwoto, 1978. Hal ini dapat mendorong para petani terutama yang berada di sekitar kawasan konservasi, untuk merambah kawasan hutan guna memenuhi kebutuhan mereka akan lahan garapan. Semakin besar kebutuhan lahan untuk pertanian maka semakin besar pula tingkat gangguan keamanan terhadap kawasan hutan Direktorat Jenderal Kehutanan, 1983. Contoh kasus, salah satu penyebab terjadinya peningkatan jumlah penduduk di kecamatan Sumberjaya kabupaten Lampung Barat adalah akibat adanya program transmigrasi dari Pulau Jawa. Para transmigran ini merehabilitasi kebun-kebun kopi tua kosong atau membuka kawasan hutan untuk bercocok tanam kopi Budidarsono, et al, 2002;35. Banyak orang Jawa yang pada awalnya hanya datang sebagai buruh musiman untuk memanen kopi, mulai membudidayakan kopi sendiri dengan membangun kebun dan secara aktif membuka areal hutan yang luas Selain pengaruh faktor kepadatan penduduk, jumlah anggota keluarga perambah juga dianggap berpengaruh terhadap luas lahan yang digarap Fakultas Kehutanan IPB, 1986. Tingkat pendidikan yang rendah dan adanya persepsi masyarakat yang menganggap hutan sebagai sumber daya alam yang bebas untuk dibudidayakan semakin mendorong masyarakat sekitar hutan untuk menyerobotmerambah lahan hutan Wirdinata, 1988. Tingkat kesadaran masyarakat diasumsikan berbanding lurus dengan tingkat pendidikan atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat maka tingkat kesadaran tentang pentingnya pemeliharaan kawasan hutan konservasi semakin tinggi pula Direktorat Jenderal Kehutanan, 1983. Disamping itu faktor pendorong lainnya adalah ketidaktahuan masyarakat akan arti dan fungsi kawasan konservasi hutan, sehingga banyak tindakan masyarakat yang tidak mendukung kelestarian kawasan tersebut Fakultas Kehutanan IPB, 1986. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan terhadap kawasan hutan oleh masyarakat sekitar hutan seperti perambahan hutan adalah pengetahuan masyarakat itu sendiri tentang kawasan hutan Fakultas Kehutanan IPB, 1977. Pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai kawasan hutan dan fungsi hutan akan mempengaruhi sikap mereka terhadap hutan yang kemudian akan tercermin pada interaksinya pada hutan, terutama kaitannya dengan aktivitas perambahan lahan hutan yang mereka lakukan Fakultas Kehutanan IPB, 1977. Menurut Ginting 1972 dalam Yani 1995 perladangan merupakan salah satu pilihan masyarakat yang disebabkan oleh beberapa alasan utama yaitu teknologi yang sederhana dan sudah dikuasai masyarakat setempat serta intensitas penggunaan tenaga kerja rendah yang sangat cocok untuk daerah yang kurang penduduknya. Ada 2 dua tipe sistem perladangan di Indonesia saat ini, yaitu tipe perladang berpindah dengan cara merambah hutan dan tinggal menetap di dalam kawasan hutan dan tipe peladang berpindah dengan cara merambah hutan dan tinggal menetap di luar kawasan hutan Suwardjo, 1993. Mirip dengan tipe perladangan yang dikemukakan oleh Suwardjo, Greenland 1974 dalam Srivasta 1986 dalam Yani 1995 juga membedakan peladang berupa perpindahan peladang yang diikuti dengan perpindahan tempat tinggal. dan perpindahan peladang yang tidak selalu diikuti dengan perpindahan tempat tinggal.

2.11. Partisipasi dan Kolaborasi