Pengelolaan Kawasan Konservasi TINJAUAN PUSTAKA

pelaksanaan pengelolaan, para pihak bersama-sama membentuk badan pengelola untuk memutuskan strategikebijakan pengelolaan kawasan. Co- manajemen merupakan bentuk penguasaan kawasan yang mengedepankan demokrasi dan terjadi karena situasi yang kompleks. Kekuatan dari bentuk ini bergantung pada komitmen bersama para pihak dalam menjalankan kesepakatankonsensus 3. Private Protected Areas, yaitu bentuk atau tipe penguasaan kawasan, dimana pengelolaannya dilakukan oleh individu, koperasi, lembaga swadaya atau badan usaha bersama. Tipe penguasaan kawasan seperti ini pengelolaannya dapat ditujukan untuk kepentingan konservasi non-profit atau untuk memperoleh keuntungan profit melalui kegiatan ekowisata, perburuan, dan lain-lain, bergantung pada kebijakan pemilik hak kelola. 4. Community Conserved Areas, yaitu bentuk pengelolaan kawasan konservasi oleh masyarakat lokal dengan berdasarkan kearifan tradisional dan hak ulayathukum adat. Dengan demikian, maka pengelolaannya berbeda-beda antar satu daerah dengan daerah lainnya, sesuai dengan adat dan kesepakatan tradisional dari masyarakat lokal yang bersangkutan.

2.2. Pengelolaan Kawasan Konservasi

Sampai saat ini, konservasi alam di Indonesia masih menghadap berbagai masalah mendasar. Pada aras paradigma, masih relevan untuk dipertanyakan kembali benarkah berbagai kebijakan konservasi yang ada sekarang merupakan hasil dari refleksi yang berangkat dari kesadaran akan kenyataan kritis sumberdaya alam atau hanya sekedar reaksi mengikuti kecenderungan konservasi yang menggejala secara global. Pada tataran konsepsi berbagai kebijakan konservasi masih berlandaskan pada pandangan yang bersifat preservatif, yang secara kaku memandang sumberdaya alam sebagai sesuatu yang statis dan bersifat arcadian sehingga perlu diawetkan dalam sebuah museum alam yang seolah-olah terlarang untuk disentuh. Kesalahan paradigma ini pada akhirnya menyebabkan pendekatan pengelolaan kawasan konservasi pada umumnya selalu menempatkan masyarakat sebagai kelompok yang dipaksa untuk mengikuti peraturan yang ditetapkan negara. Akibatnya, pengelolaan berjalan tanpa arbitrase, tanpa komunikasi, dan rakyat sebagai pemegang kedaulatan selalu harus mengalah atau bahkan dikalahkan. Di dalam pengelolaan taman nasional hal tersebut pun tidak dapat diindahkan. Menurut Adiwibowo et al.,2008 disebutkan bahwa rentang kekuasaan Balai Taman Nasional diperoleh atau bersumber dari i kebijakan dan peraturan perundangan negara tentang kawasan konservasi juridical power, dan ii ilmu pengetahuan dan diskursus tentang konservasi keanekaragaman hayati knowledgediscourse power. Juridical power mengatur tindakan apa saja yang dilarang dan yang dibolehkan oleh negara forbidden vs allow. Sementara knowledgediscourse power memberi penilaian tindakan apa saja yang tergolong salah atau benar right vs wrong menurut ilmu pengetahuan atau diskursus konservasi. Untuk selanjutnya akan dipaparkan kebijakan dan peraturan perundangan yang menjadi landasan Balai Taman Nasional dalam mengelola kawasan taman nasional. Atas dasar ini masyarakat yang membuka atau berada di dalam kawasan konservasi baik berupa kegiatan pertanian dan permukiman dipandang sebagai perbuatan yang salah dan dilarang.

2.3. Peraturan Perundang-undangan Konservasi