6.1.2 Pola Penggunaan Lahan dan Status Kepemilikan
Berdasarkan hasil observasi langsung dilapangan, maka dengan asumsi penduduk Sidomakmur menggarap lahan kawasan untuk kegiatan budidaya
sebesar 2 Ha per KK, maka diperkirakan hingga saat ini luas lahan yang telah dirambah mencapai 392 ha. Umumnya para perambah menggunakan lahan
tersebut untuk dijadikan kebun kopi, sawah serta pemukiman Gambar 9.
Gambar 9. Jenis Penggunaan Lahan di Kawasan TNBBS: a
Pemukiman; b Sawah; c Kebun Kopi; d Belukar Sawah ditandai dengan tanaman padi dan batas pematang pada lahannya,
sedangkan untuk kebun ditandai dengan hanjuang maupun jenis pepohonan tertentu. Lokasi kebun ada yang jauh dari rumah dan ada juga yang dekat dengan
rumah. Dari hasil penelitian didapat bahwa 119 KK 60,71 membangun
rumah dengan lokasi yang dekat dengan lahan garapan mereka Tabel 16. a
b
c d
Tabel 16. Jarak Rumah ke Lahan Garapan
Kategori Jumlah responden
Dekat 953 m 119
60,71 Jauh 953m
77 39,29
Jumlah 38 100,00
Dari Tabel 17 dapat dilihat bahwa sebanyak 168 KK 85,71 penduduk
Sidomakmur memanfaatkannya menjadi perkebunan kopi dengan luas total sebesar 336 ha dan sisanya untuk peruntukan lain seperti sawah 24 ha, dan
pemukiman 20 Ha dan semak belukar 12 ha.
Tabel 17. Luas dan Jenis Penggunaan Lahan dalam Kawasan TNBBS
Jenis Penggunaan Lahan Luas Total ha
Jumlah KK
Kebun Kopi 336
168 85,71
Kebun Cengkeh 20
10 5,10
Sawah Ladang 24
12 6,12
Belukar 12 6
3,06
Jumlah 392 196
100,00
Berdasarkan hasil observasi, secara umum ada 3 tiga proses kepemilikan lahan kawasan TNBBS di Dusun Sidomakmur yaitu: 1 masyarakat
pada umumnya memperoleh lahan garapan mereka dengan cara membuka sendiri, 2 membayar ganti rugi kepada pemilik sebelumnya maupun 3 warisan
dari pemilik sebelumnya. Membuka sendiri artinya, masyarakat membuka hutan maupun semak belukar untuk dijadikan lahan garapan dan belum terjadi proses
pindah tangan. Ganti rugi adalah proses pindah tangan dari lahan garapan melalui proses transaksi antara kedua belah pihak. Ganti rugi disini adalah
proses pembayaran sejumlah uang dari pihak kedua kepada pihak pertama sebagai ganti rugi dari jerih payah pihak pertama yang telah menggarap kebun
yang bersangkutan. Sedangkan warisan artinya masyarakat mendapatkan lahan dari dari anggota keluarga lainnya yang memiliki hubungan darah.
Tabel 18 menunjukkan bahwa 38 KK 19,39 memperoleh lahan
dengan cara ganti rugi, 112 KK 57,14 membuka sendiri dan 46 KK mendapatkan lahan garapan tersebut dari warisan 23,47 . Dari hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa secara umum penduduk Sidomakmur memperoleh
lahan garapan di dalam kawasan TNBBS dengan cara membuka sendiri hutan ataupun semak belukar yang terdapat di kawasan.
Tabel 18. Status Kepemilikan Lahan Garapan
Proses Kepemilikan Lahan Garapan Jumlah KK
Ganti rugi 38
19,39 Buka Sendiri
112 57,14
Warisan 46 23,47
Jumlah 196 100,00
Proses pembukaan lahan hutan untuk dijadikan kebun diawali dengan pembukaan kawasan hutan untuk pemukiman. Hanya saja tahun bermukim
seorang perambah tidak selalu sama dengan tahun dimana ia mulai menggarap lahan pertanian. Perbedaan ini disebabkan karena ketika awal bermukim,
biasanya para perambah tidak langsung membuka lahan pertanian, mengingat pada saat tersebut modal dan tenaga yang tersedia masih sangat terbatas. Untuk
mengatasi masalah tersebut, pada umumnya mereka bekerja sebagai buruh tani pada perambah-perambah yang sudah ada sebelumnya. Setelah modal yang
terkumpul dirasa cukup, maka perambah tersebut akan berusaha untuk memiliki lahan garapan sendiri, baik dengan merambah kawasan hutan maupun dengan
ganti rugi terhadap lahan yang tak terawat. Kebanyakan petani-petani tersebut merupakan petani pionir yang melakukan kegiatan perambahan hutan dengan
metode slash and burn. Mengingat pada periode waktu tersebut jumlah petani yang ada tidak sebanyak sekarang, maka petani-petani tersebut biasanya
cenderung memiliki lahan pertanian yang cukup banyak dan luas.
6.1.3. Mata Pencaharian dan Tingkat Pendapatan