Sifat Mekanis Film Daya Mengembang Film

43 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 4.5. Uji Daya Mengembang Film waktu perendaman menit Daya mengembang F1 F2 F3 F4 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 5 47,60 ± 4,86 51,59 ± 0,67 48,26 ± 1,14 156,38 ± 10,35 10 54,81 ± 5,19 49,12 ± 3,42 45,16 ± 5,34 170,16 ± 7,95 15 53,41 ± 9,95 41,43 ± 5,47 39,87 ± 4,36 162,27 ± 5,29 30 47,47 ± 13,31 33,03 ± 4,53 28,77 ± 4,13 125,44 ± 4,29 60 38,67 ± 12,07 28,72 ± 2,78 23,20 ± 4,26 107,09 ± 5,83 90 34,56 ± 9,40 27,52 ± 2,58 21,06 ± 4,34 99,78 ± 4,54 120 32,17 ± 9,08 26,88 ± 2,46 20,47 ± 3,39 95,74 ± 3,94 Daya mengembang dilakukan dengan menggunakan medium dapar fosfat pH 6,8 dan dilakukan selama 2 jam. Film F3 memiliki persentase daya mengembang yang paling sedikit kemudian dilanjutkan oleh F2, F1 dan terakhir adalah F4. Daya mengembang film kitosan dipengaruhi interaksi ionik diantara ikatan kitosan di mana ikatan antarpolimer kitosan tersebut dipengaruhi oleh kerapatan ikatan sambung silangnya. Peningkatan derajat ikatan sambug silang dapat menurunkan daya mengembang film Mi et al., 1997; Mi et al., 1999; Sezer and Akbuga, 1995, Tiwary Kumar Asohok dan Vikas Rana, 2010. Hal ini menunjukkan bahwa film F3 memiliki derajat sambung silang yang paling tinggi sehingga ikatan antarpolimer kitosannya rapat. Ikatan antarpolimer kitosan yang rapat mengakibatkan film memiliki kemampuan mengembang yang paling kecil. F4 memiliki kemampuan mengembang yang paling besar karena F4 merupakan film yang menggunakan eksipien kitosan yang tidak dilakukan sambung silang. Hal tersebut membuat ikatan antar polimer kitosan pada F4 sedikit sehingga daya mengembang film F4 paling tinggi. 44 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4.5. Daya Mengembang Film Keempat Formula Persentase daya mengembang film F1, F2, F3, dan F4 mengalami perubahan yang paling signifikan pada menit ke-5. Daya mengembang film yang signifikan pada menit awal terjadi akibat pH asam yang terkandung dalam film. pH asam pada film ini menyebabkan film menjadi terprotonasi sehingga daya mengembang film meningkat secara signifikan Honary, Soheyla, Behnam Hoseinzadeh dan Payman Shalchian, 2010. Pada film F1 dan F4 puncak persentase daya mengembang terjadi pada menit ke-10, sedangkan film F2 dan F3 pada menit ke-5. Perbedaan tersebut akibat perbedaan dari derajat kerapatan ikatan sambung silang kitosan. Uji daya mengembang keempat formula film dianalisa menggunakan SPSS, berdasarkan analisa SPSS tersebut keempat formula film memiliki kemampuan mengembang yang berbeda secara bermakna p 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa sambung silang mempengaruhi daya mengembang film yang ditunjukkan dengan perbedaan signifikan. Hasil analisa SPSS ini juga menunjukkan bahwa perbedaan pH larutan natrium sitrat mempengaruhi daya mengembang film yang ditunjukkan dari uji SPSS terhadap film F1, F2, dan F3 yang menunjukkan perbedaan secara bermakna p 0,05. 20 40 60 80 100 120 140 160 180 50 100 150 d ay a m e n g e m b an g waktu menit F1 F2 F3 F4 45 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.5.10. Pelepasan Verapamil HCl secara Invitro

Pelepasan verapamil HCl diuji menggunakan medium dapar fosfat pH 6,8 selama 2 jam. Pengujian pelepasan secara in vitro ini menunjukkan bahwa keempat formula film mengalami pelepasan yang besar burst release pada menit awal pengujian. Hal ini terjadi akibat banyak verapamil HCl yang berada permukaan film dan pada menit ke-5 tersebut daya mengembang keempat film sangat baik sehingga verapamil yang terlepas dari film meningkat sangat tinggi. Pada waktu berikutnya pelepasan verapamil HCl meningkat secara perlahan. Oleh sebab itu untuk menentukan kinetika model pelepasan verpamil terhadap keempat formula ini dimulai dengan data pelepasan obat pada menit ke-5. Tabel 4.5. Pelepasan Kumulatif Verapamil HCl dari Keempat Formula waktu menit Kumulatif Disolusi F1 F2 F3 F4 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 5 57,12 ± 6,87 52,19 ± 3,17 35,83 ± 6,21 66,37 ± 6,16 10 62,78 ± 4,74 63,34 ± 1,07 42,36 ± 2,85 75,08 ± 1,86 15 77,18 ± 8,19 71,40 ± 3,59 52,67± 6,75 84,54 ± 8,00 30 79,11 ± 6,17 76,10 ± 3,77 66,19 ± 3,81 87,88 ± 6,97 60 86,42 ± 7,26 81,55 ± 5,45 68,03± 4,15 94,52 ± 0,57 120 94,04 ± 5,17 90,04 ± 11,31 78,28 ± 3,39 96,34 ± 0,44 30 40 50 60 70 80 90 100 110 50 100 150 ku m u lai tf d isolusi waktu menit F 1 F2 F3 F4 46 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4.5. Profil Pelepasan Verapamil HCl pada Keempat Formula Film dalam Medium Dapar Fosfat pH 6,8 Kinetika pelepasan verapamil HCl pada keempat formula film dianalisa dengan menggunakan kurva orde nol, orde satu, dan higuchi. Kinetika orde nol menunjukkan pelepasan obat yang konstan pada setiap waktu dan tidak dipengaruhi oleh konsentrasi obat dalam sediaan. Kinetika orde satu menunjukkan bahwa kecepatan pelepasan obat dipengaruhi oleh konsentrasi obat dalam sediaan. Kinetika Higuchi menyatakan bahwa kecepatan pelepasan obat dipengaruhi oleh waktu Uvakanta Dash1, Padala Narasimha Murthy, Lilakanta Nath dan Prasanta Chowdhury, 2010. Tabel 4.5 . Model Kinetika Pelepasan Verapamil HCl Kinetika F1 F2 F3 F4 Orde nol y = 0.2745x + 65.1 y = 0.2655x + 61.8 y = 0.323x + 44.3 y = 0.2103x + 75.7 R² = 0.7446 R² = 0.7553 R² = 0.7527 R² = 0.6386 k = 0.2745 k = 0.2655 k = 0.3233 k = 0.2103 Orde satu y = -0.0069x + 1.6 y = -0.0053x + 1.6 y = -0.0038x + 1.7 y = -0.0079x + 1.4 R² = 0.9403 R² = 0.9272 R² = 0.8609 R² = 0.8621 k = 0.002996 k = 0.0023013 k = 0.00165 k = 0.00343 Higuchi y = 3.9665x + 54.0 y = 3.8387x + 51.0 y = 4.6877x + 31.1 y = 3.1439x + 66.6 R² = 0.8625 R² = 0.876 R² = 0.8777 R² = 0.7915 k = 3.9665 k =3.8387 k = 4.6877 k= 3.1439 Analisa kinetika pelepasan film F1, F2, F3, dan F4 menggunakan kurva menunjukkan bahwa kinetika pelepasan film F1, F2, dan F4 mengikuti orde satu, sedangkan F3 mengikuti model kinetika Higuchi. Film F1, F2, dan F4 menunjukkan nilai linearitas R 2 yang dihasilkan dari kurva orde satu lebih besar dari R 2 yang dihasilkan oleh kurva linearitas orde nol dan higuchi. Sedangkan F3 memiliki R 2 terbesar pada kurva linearitas higuchi. Berdasarkan hasil kinetika orde satu tersebut, nilai k laju pelepasan verapamil yang tertinggi dari keempat formula film adalah F4. Film F4 yaitu film yang mengandung kitosan yang tidak mengalami sambung silang. Sedangkan pelepasan verapamil HCl yang terendah adalah film F3 yaitu film yang berasal dari kitosan sambung silang sitrat pH 7. 47 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Hasil uji pelepasan secara invitro ini menunjukkan bahwa semakin tinggi derajat sambung silang kitosan dengan sitrat maka daya mengembang film semakin rendah sehingga pelepasan pada film tersebut juga lebih lambat. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilaporkan F.L. Mi, S.S. Shyu, T.B. Wong, S.F. Jang, S.T. Lee, dan K.T. Lu, 1999 dan J. Bergera, M. Reist, J.M. Mayer dan, O. Felt, 2003. Berdasarkan hasil analisis statistik SPSS laju pelepasan obat k keempat formula pada kinetika orde nol menunjukkan bahwa F3 dengan F4 p 0,005 memiliki perbedaan bermakna sedangkan laju pelepasan F1 dan F2 dengan formula lainnya tidak memiliki perbedaan secara bermakna. Laju pelepasan pada kinetika orde satu keempat formula tidak memiliki yang perbedaan bermakna. Laju pelepasan pada kinetika model higuchi F3 dengan F4 memiliki perbedaan bermakna sedangkan laju pelepasan F1 dan F2 dengan formula lainnya tidak memiliki perbedaan secara bermakna p 0,005. Laju pelepasan F3 dan F4 berbeda bermakna terjadi karena perbedaan derajat sambung silang kitosan yang tinggi. Hal ini didukung oleh data derajat substitusi dan turbidimetri yang menunjukkan bahwa sambung silang kitosan-sitrat dengan menggunakan larutan natrium sitrat pH 7 memiliki nilai sambung silai terbesar dibandingkan formula lain.