Preparasi Eksipien Sambung Silang Kitosan Sitrat Preparasi Film

30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta penyerbukan menjadi sulit, sehingga eksipien sambung silang kitosan sitrat yang dihasilkan berupa serpihan. Kitosan tidak berbau sedangkan kitosan sambung silang sitrat berbau asam. Bau asam dari kitosan sambung silang sitrat berasal dari asam asetat yang digunakan sebagai pelarut kitosan pada saat proses sambung silang dengan natrium sitrat.

4.3.3. Penentuan Derajat Keasaman pH Tabel 4.3.

Uji Derajat Keasaman Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat No Nama sampel Derajat keasaman pH 1 Kitosan pembanding 7,844 ± 0.059 2 F1 5,242 ± 0,027 3 F2 5,275 ± 0,038 4 F3 5,275 ± 0,038 Penentuan derajat keasaman dilakukan terhadap kitosan dan kitosan sambung silang kitosan-sitrat dengan konsentrasi 2 dalam aquades. Dari hasil penentuan derajat keasaman pH kitosan memiliki pH 7,844 sedangkan kitosan yang telah disambung silang dengan sitrat pH 4, 5, dan 7 masing masing memiliki pH 5,242; 5,275; 5,275 secara berturut turut. Hal tersebut menunjukkan bahwa kitosan sambung silang sitrat memiliki pH lebih rendah dari kitosan. Perubahan pH ini terjadi akibat penggunaan pelarut asam asetat pada proses sambung silang. Perbedaan pH eksipien sambung silang kitosan sitrat juga dipengaruhi oleh pH larutan natrium sitrat yang digunakan, semakin rendah pH natrium sitrat yang digunakan maka pH ekspien yang dihasilkan juga akan semakin rendah.

4.3.4. Derajat Substitusi Tabel 4.3.

Uji Derajat Substitusi Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat No Nama sampel Derajat Substitusi gmol 2 F1 1,424 3 F2 5,399 4 F3 7,5 Pengujian derajat substitusi dari kitosan sambung silang sitrat dilakukan dengan menggunakan titrasi asam basa secara tidak langsung. 31 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Eksipien F1, F2, F3 memiliki derajat subtitusi secara berturut turut 1,424; 5,399 ; dan 7,5 grammol. Hasil derajat substitusi tersebut menunjukkan bahwa F3 dengan sambung silang larutan natrium sitrat pH 7 memiliki jumlah kandungan sitrat yang paling besar yang selanjutnya diikuti oleh pH 5 dan pH 4. Hasil derajat substitusi ini sesuai dengan hasil turbidimetri yang menunjukan bahwa ikatan sambung silang kitosan dengan sitrat paling besar terjadi pada larutan natrium sitrat pH 7.

4.3.5. Analisa Gugus Fungsi

Gambar 4.3 . Spektrum FTIR Kitosan Sitrat pH4 ; pH 5; pH 7 dan Kitosan 32 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 4.3. Spektrum FTIR Kitosan Sitrat pH4 ; pH 5; pH 7 dan Kitosan Gugus fungsi Bilangan Gelombang cm -1 Kitosan sitarat pH 4 Kitosan sitarat pH 5 Kitosan sitarat pH 7 Kitosan pembanding -OH, -NH 2 3476,84 3473,95 3476,84 3294,56 -NH 3+ 3053,15 2879,85 3053,45 - -N-H bend 1665,60 1656,92 1665,60 1556.92 -C=O 1589,41 1575,91 1589,41 1588,45 -COO - 1384,95 1409,06 1384,95 - Analisis gugus fungsi dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan gugus fungsi pada eksipien kitosan-sitrat. Analisa gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan Fourier Transform Infrared FTIR. Spektrum IR kitosan dan kitosan sitrat pH 4; pH 5; pH 7 ditunjukan pada gambar 4.3. Spektrum IR kitosan dan kitosan sitrat memiliki puncak pada 3500-3000 cm -1 yang menunujukkan terdapatnya gugus OH dan NH 2 . Kitosan sitrat pH 4; pH 5; dan pH 7 terdapat puncak 3100- 3053 cm -1 yang menunjukkan terdapatnya gugus NH 3 + gugus ini merupakan hasil interaksi antara amida dari kitosan dengan sitrat. Pada spektrum kitosan puncak 1655 cm -1 dan 1600.02 cm -1 menunjukan adanya gugus N-H dan C=O, pada spektrum kitosan sitrat puncak yang menunjukkan gugus N-H dan C=O mengalami perubahan yaitu puncak 1656,92 cm -1 yang menunjukkan gugus N-H memiliki serapan yang lebih rendah dari serapan dengan gugus yang sama pada spektrum kitosan. Puncak 1588,45 cm -1 pada spektrum kitosan sitrat yang merupakan gugus karbonil memiliki serapan yang lebih tajam dibandingkan dengan gugus karbonil pada spektrum kitosan. Hal tersebut terjadi karena terjadinya interaksi antara amida pada kitosan dengan karboksilat dari sitrat sehingga gugus amida berkurang karena berubah menjadi NH 3 + dan C=O bertambah akibat gugus karboksilat yang berasal dari sitrat. Puncak 1375 cm -1 pada spektrum kitosan merupakan gugus C-O. Puncak 1407,13 pada spektrum kitosan sitrat merupakan gugus COOH - yang terbentuk dari ikatan sambung silang atara kitosan dengan sitrat Pavia, Donald L., Gary M. Lampman, George S. Kriz, dan James R. Vyvyan, 2008. 33 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.4. Preparasi Film

Film dibuat dengan empat formula, perbedaan dari keempat formula tersebut adalah berdasarkan dari eksipien pembentuk filmnya. F1, F2 dan F3 menggunakan eksipien hasil sambung silang kitosan dengan natrium sitrat sedangkan F4 merupakan film pembanding sehingga eksipien yang digunakan sebagai pembentuk filmnya adalah kitosan yang tidak mengalami proses sambung silang. Film tersebut ditambahkan gliserin sebanyak 70 vb dari kitosan dan kitosan sitrat yang digunakan. Gliserin berfungsi sebagai plastisizer pada film sehingga mengurangi kerapuhan film Nadarajah, Kandasamy, 2005. Kitosan, gliserin dan verapamil HCl dilarutkan dengan asam asetat 4 dan diaduk dengan pengaduk magnetik selama satu jam. CPF yang telah homogen didiamkan selama 24 jam untuk menghilangkan gelembung. CPF tersebut kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 50 o C selama 20 jam. Selanjutnya film disimpan dalam wadah kedap udara sampai bobot konstan. Setelah dilakukan pengamatan kestabilan bobot maka diketahui film akan konstan pada hari ke 5.

4.5. Karakterisitik film

4.5.1. Viskositas Tabel 4.5.

Viskositas Cairan Pembentuk Film dari Keempat Formula Film No Nama sampel Viskositas cPs 1 F1 590 2 F2 590 3 F3 581 4 F4 730 Viskositas cairan pembentuk film kitosan F4 memiliki nilai viskositas lebih besar yaitu 730 cPs dari cairan pembentuk film yang berasal dari eksipien sambung silang kitosan sitrat pH 4, pH 5, pH, 7 yaitu 581, 590, dan 590 cPs. Viskositas dari cairan pembentuk film kitosan sitrat yang lebih rendah dapat terjadi akibat eksipien sambung silang kitosan sitrat mengandung natrium sitrat 15 dari total kitosan. Kitosan merupakan 34 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta polimer pembentuk film sehingga jika kitosan jumlahnya berkurang maka dapat membuat viskositas CPF menjadi lebih rendah.

4.5.2. Organoleptis Film

Gambar 4.5. Pengamatan Visual Keempat Formula Film Berdasarkan pengamatan secara visual film F1, F2, F3 dan F4 berwarna kuning transparan berbau asam yang berasal dari asam asetat yang digunakan sebagai pelarut. Film F1 dan F2 saat setelah dikeringkan pada permukaan atas filmnya terdapat cairan yang berbentuk seperti tetesan. Tetesan tersebut berdasarkan uji spektrofotometer UV mengandung verpamil HCl. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi ketidakstabilan verpamil HCl dengan formula yang digunakan. Pada F3 dan F4 tidak terdapat cairan yang berbentuk seperti tetesan tersebut namun permukaan film tersebut lengket yang menandakan bahwa verapamil HCl tersebut masih mengalami ketidakstabilan walaupun jumlahnya tidak sebanyak yang terjadi pada film F1 dan F2. Pengamatan secara mikroskopik dilakukan pada penampang membujur dan melintang dengan perbesaran 100x. Hasil pengamatan mikroskopik tersebut terlihat pada gambar 4.5. Pengamatan mikroskopik dengan penampang membujur dilakukan dengan menggunakan sampel pada bagian permukaan bawah film. 35 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Keterangan: Penampang membujur film: A F1; B F2; C F3; D F4 Gambar 4.5. Penampang Membujur Keempat Formula Film Keterangan: Penampang melintang film: a F1; b F2; c F3; d F4 Gambar 4.5. Penampang Melintang Keempat Formula Film Berdasarkan pada pengamatan penampang membujur tersebut terlihat bahwa verapamil hidroklorida terdapat banyak diluar permukaan film. Pada penampang melintang terlihat bahwa verapamil pada keempat formula film tersebar di bagian permukaan atas dan bawah serta terdapat dibagian tengah film. Pada gambar penampang membujur film F1, F2 dan F3 terlihat terdapat serat-serat halus yang menjerat verapamil HCl. Hal tersebut terjadi akibat proses sambung silang yang terjadi pada F1, F2 dan F3.