Analisa Gugus Fungsi Karakterisasi Eksipien Sambung Silang Kitosan Sitrat

33 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.4. Preparasi Film

Film dibuat dengan empat formula, perbedaan dari keempat formula tersebut adalah berdasarkan dari eksipien pembentuk filmnya. F1, F2 dan F3 menggunakan eksipien hasil sambung silang kitosan dengan natrium sitrat sedangkan F4 merupakan film pembanding sehingga eksipien yang digunakan sebagai pembentuk filmnya adalah kitosan yang tidak mengalami proses sambung silang. Film tersebut ditambahkan gliserin sebanyak 70 vb dari kitosan dan kitosan sitrat yang digunakan. Gliserin berfungsi sebagai plastisizer pada film sehingga mengurangi kerapuhan film Nadarajah, Kandasamy, 2005. Kitosan, gliserin dan verapamil HCl dilarutkan dengan asam asetat 4 dan diaduk dengan pengaduk magnetik selama satu jam. CPF yang telah homogen didiamkan selama 24 jam untuk menghilangkan gelembung. CPF tersebut kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 50 o C selama 20 jam. Selanjutnya film disimpan dalam wadah kedap udara sampai bobot konstan. Setelah dilakukan pengamatan kestabilan bobot maka diketahui film akan konstan pada hari ke 5.

4.5. Karakterisitik film

4.5.1. Viskositas Tabel 4.5.

Viskositas Cairan Pembentuk Film dari Keempat Formula Film No Nama sampel Viskositas cPs 1 F1 590 2 F2 590 3 F3 581 4 F4 730 Viskositas cairan pembentuk film kitosan F4 memiliki nilai viskositas lebih besar yaitu 730 cPs dari cairan pembentuk film yang berasal dari eksipien sambung silang kitosan sitrat pH 4, pH 5, pH, 7 yaitu 581, 590, dan 590 cPs. Viskositas dari cairan pembentuk film kitosan sitrat yang lebih rendah dapat terjadi akibat eksipien sambung silang kitosan sitrat mengandung natrium sitrat 15 dari total kitosan. Kitosan merupakan 34 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta polimer pembentuk film sehingga jika kitosan jumlahnya berkurang maka dapat membuat viskositas CPF menjadi lebih rendah.

4.5.2. Organoleptis Film

Gambar 4.5. Pengamatan Visual Keempat Formula Film Berdasarkan pengamatan secara visual film F1, F2, F3 dan F4 berwarna kuning transparan berbau asam yang berasal dari asam asetat yang digunakan sebagai pelarut. Film F1 dan F2 saat setelah dikeringkan pada permukaan atas filmnya terdapat cairan yang berbentuk seperti tetesan. Tetesan tersebut berdasarkan uji spektrofotometer UV mengandung verpamil HCl. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi ketidakstabilan verpamil HCl dengan formula yang digunakan. Pada F3 dan F4 tidak terdapat cairan yang berbentuk seperti tetesan tersebut namun permukaan film tersebut lengket yang menandakan bahwa verapamil HCl tersebut masih mengalami ketidakstabilan walaupun jumlahnya tidak sebanyak yang terjadi pada film F1 dan F2. Pengamatan secara mikroskopik dilakukan pada penampang membujur dan melintang dengan perbesaran 100x. Hasil pengamatan mikroskopik tersebut terlihat pada gambar 4.5. Pengamatan mikroskopik dengan penampang membujur dilakukan dengan menggunakan sampel pada bagian permukaan bawah film. 35 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Keterangan: Penampang membujur film: A F1; B F2; C F3; D F4 Gambar 4.5. Penampang Membujur Keempat Formula Film Keterangan: Penampang melintang film: a F1; b F2; c F3; d F4 Gambar 4.5. Penampang Melintang Keempat Formula Film Berdasarkan pada pengamatan penampang membujur tersebut terlihat bahwa verapamil hidroklorida terdapat banyak diluar permukaan film. Pada penampang melintang terlihat bahwa verapamil pada keempat formula film tersebar di bagian permukaan atas dan bawah serta terdapat dibagian tengah film. Pada gambar penampang membujur film F1, F2 dan F3 terlihat terdapat serat-serat halus yang menjerat verapamil HCl. Hal tersebut terjadi akibat proses sambung silang yang terjadi pada F1, F2 dan F3.