Hasil analisis distribusi pendapatan rumahtangga dapat dilanjutkan dengan melihat tingkat ketimpangan pendapatan antara golongan rumahtangga hasil analisis disajikan pada
Tabel 6.4. Analisis dilakukan dengan cara pendapatan masing- masing golongan rumahtangga ditentukan dengan mencari pe ndapa tan golongan rumahtangga yang paling kecil pada Tabel 6.3,
kemudian semua pendapatan golongan rumahtangga dibagi dengan pendapatan rumahtangga yang paling kecil tersebut. Dalam ko lom Social Accounting Matrix Provinsi Bali Tahun 2007,
dapat dijelaskan bahwa pendapatan golongan rumahtangga yang terkecil adalah golongan rumahtangga buruh tani, yakni sebesar 136,241 juta rupiah, sehingga pendapatan buruh tani
ditetap sebagai pembanding nilai ama dengan 1. Kemudian pendapatan golongan rumahtangga pengusaha pertanian sebesar 2,617,149 juta rupiah dibagi dengan 136,241 juta rupiah sama
dengan 19.21 persen dan seterusnya. Begitu juga dengan simulasi 1, simulasi 2 dan simulasi 3 mempunyai metode yang sama. Tabel 6.4 tentang ketimpangan pendapatan rumahtangga, dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 6.4. Ketimpanga n Pendapatan Rumahtangga
Sumbe r: Social Acounting Matrix Provinsi Bali Tahun 2007 diolah. Pertama, dari nilai dasar Social Accounting Matrix Provinsi Bali Tahun 2007 dapat
dilihat bahwa rumahtangga pengusaha pertanian mempunyai pendapatan 19 kali lebih besar dari pendapatan rumahtangga buruh tani, pendapatan rumahtangga golongan rendah di desa 18 kali
lebih besar dari pendapatan rumahtangga buruh tani. Selanjutnya, rumahtangga penerima
Go longan Ru mahtangga Nilai
Dasar Simu lasi
1 Simu lasi
2 Simu lasi
3 Buruh Tani
1.00 1.00
1.00 1.00
Pengusaha Pertanian 19.21
23.44 19.11
21.16 Go longan Rendah di Desa
18.63 18.43
17.86 18.13
Penerima Pendapatan di Desa 4.46
4.61 4.30
4.45 Go longan Atas di Desa
21.89 22.92
20.00 21.38
Go longan Rendah Di Kota 28.94
22.99 27.27
25.24 Penerima Pendapatan di Kota
7.21 6.63
6.97 6.95
Go longan Atas di Kota 41.37
37.87 37.34
37.59
pendapatan di desa, rumahtangga golongan atas di desa, rumahtangga golongan rendah di kota, rumahtangga penerima pendapatan di kota, rumahtangga golongan atas di kota memiliki
pendapatan berturut-turut 4 kali, 22 kali, 29 kali, 7 kali, dan 41 kali lebih besar dari pendapatan rumahtangga buruh tani.
Kedua, dengan memberikan stimulus ekonomi kepada sektor pertanian sebesar 100 miliar rupiah simulasi 1, pendapatan rumahtangga pengusaha pertanian, rumahtangga golongan
rendah di desa, rumahtangga penerima pendapatan di desa, rumahtangga golongan atas di desa, rumahtangga golongan rendah di kota, rumahtangga penerima pendapatan di kota, rumahtangga
golongan atas di kota, berturut-turut menjadi 23 kali,18.43 kali, 5 kali 23 kali, 23 38 kali pendapatan rumahtangga buruh tani. Bila dibandingkan dengan kondisi sebelum diberikan
stimulus ekonomi pada sektor pertanian, tingkat ketimpangan pendapatan secara keseluruhan mengalami penurunan.
Kedua, dengan memberikan stimulus ekonomi kepada sektor pariwisata sebesar 100 miliar rupiah simulasi 1, pendapatan rumahtangga pengusaha pertanian, rumahtangga golongan
rendah di desa, rumahtangga penerima pendapatan di desa, rumahtangga golongan atas di desa, rumahtangga golongan rendah di kota, rumahtangga penerima pendapatan di kota, rumahtangga
golongan atas di kota, berturut-turut menjadi 19 kali, 17.86 kali, 4 kali, 20 kali, 27 kali, 7 kali, dan 37 kali pendapatan rumahtangga buruh tani. Bila dibandingkan dengan simulasi 1, tingkat
ketimpangan pendapatan secara keseluruhan lebih kecil dengan diberikannya stimulus ekonomi pada sektor pariwisata simulasi 2. Dengan kata lain distribusi pendapatan menjadi lebih merata
dengan diberikan stimulus ekonomi pada sektor pariwisata dibandingkan apabila stimulus ekonomi diberikan pada sektor pertanian..
Keempat, simulasi 3, ketimpangan golongan rumahtangga pengusaha pertanian mempunyai ketimpangan sebesar 21 kali terhadap golongan rumahtangga buruh tani turun dari
semula, lebih rendah dari simulasi 1 tetapi lebih tinggi dari simulasi 2. Golongan rumahtangga golongan rendah di desa mempunyai ketimpangan sebesar 18 kali terhadap golongan
rumahtangga buruh tani, turun dari semula dan lebih rendah dari simulasi 1 tetapi lebih tinggi dari simulasi 2. Golongan rumahtangga penerima pendapatan di desa mempunyai ketimpangan 4
kali terhadap golongan rumahtangga buruh tani, turun dari semula lebih rendah dari simulasi 1 dan lebih tinggi dari simulai 2. Golongan rumahtangga golongan atas di desa mempunyai
ketimpangan terhadap golongan rumahtangga buruh tani sebesar 21 kali turun dari semula dan turun pula dari simulasi 1 tetapi lebih tinggi dari simulasi 2 . Golongan rumahtangga golongan
rendah di kota mempunyai ketimpangan terhadap golongan rumahtangga buruh tani sebesar 25 kali menurun dari semula tetapi naik dari simulasi 1 dan lebih rendah dari simulasi 2. Golongan
rumahtangga penerima pendapatan di kota mempunyai ketimpangan terhadap golongan rumahtangga buruh tani hampir 7 kali turun dari semula tetapi sama denga simulasi 1 dan
simulasi 2. Golongan rumahtangga golongan atas di kota mempunyai ketimpangan terhadap golongan rumahtangga buruh tani sebesar 37 kali turun dari semula dan turun pula dari simulasi
1 hampir sama dengan simulasi 2. Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan dilihat dari ketimpangan pendapatan
rumahtangga masing- masing golongan rumahtangga yang tertinggi menikmati pendapatan dari stimulus ekonomi adalah golongan rumahtangga golongan atas di kota, karena masyarakat
golonga n atas di kota merupakan masyarakat pembisnis, mempunyai moda l besar, serta memiliki akses yang tinggi dalam segala bidang, sektor apapun yang di shock justeru yang menikmatinya
ada lah golongan atas yang ada di kota, seda ngkan yang terenda h ada lah golongan rumahtangga
buruh tani, yang sebagian besar adalah masyarakat rendah dan sebagian besar berada di pedesaan. Untuk analisis berikutnya yang dgunakan sebagai acuan terhadap ketimpangan
pendapatan rumahtangga adalah ketimpangan yang tertinggi pada masing- masing golongan rumahtangga yaitu golongan rumahtangga golongan atas dikota.
VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dirumuskan beberapa kesimpulan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa sektor pariwisata masih memegang peranan
yang dominan dalam pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan yang lebih merata dalam perekonomian Provinsi Bali. Namun dalam penyerapan tenaga kerja masih lebih rendah dari
sektor pertanian. Walaupun sektor pariwisata masih tetap mendominasi dalam pertumbuhan ekonomi dan pemerataan distribusi pendapatan, kontribusi sektor pertanian ini tidak perlu
diragukan. Sektor pertanian telah teruji pada masa krisis 1998 sampai pada perbaikan ekonomi pada saat itu, sektor ini sangat berperan untuk mengatasi krisis tersebut. Pada masa mendatang
diperluka n percepatan transformasi struktural pereko nomian dari ketergantungan pada sektor pertanian primer ke industri pengolahan, khususnya industri pengolahan skala kecil dan
menengah yang termasuk ke dalam kelompok agroindustri. Secara spesifik dari hasil analisis dalam studi ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Sektor pariwisata lebih besar peranannya dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan distribusi pendapatan yang lebih merata dibandingkan dengan sektor
pertanian. Namun untuk penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian yang mempunyai peranan lebih besar.
2. Hasil analisis pada pengganda output bruto subsektor yang memiliki koe fisien tertinggi, dari sektor pertanian adalah subsektor peternakan, subsektor tanaman ba han maka nan da n
subsektor perikanan. Dari sektor pariwisata adalah subsektor industri makanan, minuman dan tembakau, subsektor restoran dan rumah makan, dan subsektor atraksi budaya.
3. Hasil analisis pengganda keterkaitan ke depan yang mempunyai nilai lebih dari satu yang tertinggi, dari sektor pertanian adalah subsektor peternakan, subsektor tanaman bahan
maka nan da n subs ektor pe rika nan. Kemudian dari sektor pariwisata adalah, subsektor industri makanan, minuman dan tembakau, subsektor restoran dan rumah makan serta
atraksi budaya. 4. Hasil analisis pengganda keterkaitan ke belakang yang mempunyai nilai lebih dari satu
yang tertinggi, dari sektor pertanian yaitu subsektor peternakan, subsektor perikanan dan subsektor kehutanan. Kemudian dari sektor pariwisata, adalah subsektor industri tekstil,
pakaian jadi, alas kaki dan barang dari kulit, subsektor industri makanan, minuman dan tembakau, subsektor restoran da n rumah makan, serta subsektor industri kerajinan dari
bahan galian. 5. Hasil analisis dekomposisi pengganda, dari sektor pertanian seperti subsektor tanaman
bahan makanan dan subsektor peternakan, kemudian dari sektor pariwisata, seperti subsektor industri makanan, minuman dan tembakau dan subsektor industri tekstil,
pakaian jadi, alas kaki dan barang dari kulit, lebih besar bersifat open loop, berkontribusi lebih besar kepada faktor produksi modal. Sedangkan
pendapatan rumahtangga berkontribusi lebih besar kepada rumahtangga golongan renda h di kota dan golongan atas
di kota. 6. Hasil analisis jalur ditunjukkan, sektor pertanian, pertama, jalur subsektor tanaman bahan
makanan, melalui faktor produksi menuju kelompok rumahtangga akan memberikan pengaruh total yang paling tinggi kepada golongan rumahtangga pengusaha pertanian dan
rumahtangga golongan atas di kota. Kedua, jalur subsektor peternakan, melalui faktor produksi menuju kelompok rumahtangga akan memberikan pengaruh total yang paling
tinggi kepada golongan rumahtangga pengusaha pertanian, rumahtangga buruh tani, dan rumahtangga golongan atas di desa. Sedangkan dari sektor pariwisata, pertama, jalur
subs ektor industri makanan, minuman dan tembakau, melalui faktor produksi menuju kelompok rumahtangga akan memberikan pengaruh total yang paling tinggi adalah
rumahtangga golongan atas di kota. Kedua, jalur subsektor industri tekstil, pakaian jadi, alas kaki dan barang dari kulit melalui faktor produksi menuju kelompok rumahtangga
akan memberikan pengaruh total yang paling tinggi kepada golongan rumahtangga golongan atas di kota.
7. Hasil analisis simulasi kebijakan, bahwa sektor pariwisata lebih besar peranannya dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan yang lebih merata,
dibandingkan dengan sektor pertanian. Namun sektor pertanian dapat menyerap jumlah tenaga kerja lebih besar dibandingkan dengan sektor pariwisata. Stimulus ekonomi
dengan besaran yang sama diberikan kepada kedua sektor memperlihatkan bahwa peranan sektor pariwisata menghasilkan total output bruto yang lebih besar dan distribusi
pendapatan yang lebih merata dibandingkan dengan sektor pertanian. 8. Walaupun peranan pariwisata relatif besar dari aspek pertumbuhan ekonomi yang tinggi
dan distribusi pendapatan yang lebih merata, namun kontribusi sektor pertanian dari aspek ketenagakerjaan juga patut diperhitungkan. Oleh karenanya penerapan strategi
industri pengolahan yang mesinergikan sektor pertanian dan sektor pariwisata yang menekankan pada industri- industri padat tenaga kerja dalam jangka menengah perlu
diterapkan. Dalam jangka panjang pengembangan industri pengolahan berteknologi tinggi dan padat kapital perlu pula disikapi dengan baik.
7.2. Implikasi Kebijakan
Pembangunan ekonomi Provinsi Bali tahun 2007 yang ditinjau berdasarkan kegiatan sektoral masih diprioritaskan pada sektor pariwisata. Hal itu pada gilirannya akan
memberikan dampak terhadap peran sektor-sektor ekonomi lainnya. Studi ini menunjukkan bahwa dua sektor yang memperlihatkan peran besar di provinsi Bali sampai tahun 2007,
sektor pertanian yang mencakup subsektor tanaman ba han makanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, subsektor kehutanan dan subsektor perikanan. dan sektor pariwisata
yang mencakup subs ektor industri makanan, minuman dan tembakau, subsektor industri tekstil, pakaian jadi, alas kaki dan barang dari kulit, subsektor industri kerajinan dari bahan
galian, subsektor industri barang perhiasan, subsektor restoran dan rumah maka n, subsektor hotel, subsektor travel biro dan subsektor atraksi budaya. Berdasarkan penjelasan pada bab
sebelumnya, bahwa pariwisata merupakan sektor pemimpin leading sector, sesuai dengan hasil analisis ternyata sub-subsektor dari sektor pariwisata memberikan kontribusi tertinggi
terhadap Produk Domestik Regional Bruto, memberikan koefisien tertinggi terhadap output dan
pendapatan rumahtangga, walaupun tenaga kerja yang diserap lebih rendah dibandingkan sektor pertanian. Hal ini memberikan implikasi bahwa sektor pertanian ke
depan hendaknya diprioritaskan untuk terus ditingkatka n da lam upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Bali. Subsektor dari sektor pariwisata yaitu subsektor industri makanan, minuman dan
tembakau, subsektor industri tekstil, pakaian jadi, alas kaki dan barang dari kulit, subsektor industri kerajinan dari ba han galian, subsektor industri ba rang perhiasan da n subsektor restoran
dan rumah makan menunjukkan kemampuan suatu sektor untuk menarik pertumbuhan sektor hulunya.
Karena rentannya pariwisata dari segi politik dan keamanan, maka pemerintah Bali tidak saja mengandalkan subsektor dari sektor pariwisata dalam usaha untuk meningkatkan
perekonomiannya, maka sektor lainnya seperti sektor pertanian juga harus diperhatikan, karena sektor ini dapat memberikan kontribusi terhadap PDRB terbesar kedua setelah sektor pariwisata,
kurang lebih 60 persen masyarakatnya adalah petani, lahannya yang subur, petaninya ulet dan sistem pengairannya terorganisir yang terkenal dengan subak.
Seperti subsektor tanaman bahan makanan dan sub sektor peternakan, memberikan koefisien yang tinggi dalam penyerapan tenaga kerja. Suatu upaya yang dapat dilakukan adalah
memberikan transaksi bisnis yang efektif antara usaha kecil dan agribisnis skala besar dan agroindustri. Sistim usaha ini dapat dikembangkan melalui suatu kerjasama joint venture atau
kemitraan partnership dengan kesatuan bisnis yang bervariasi seperti penyedia input input suppliers, penyedia mesin dan paralatan machinery and equipment supplier, petani dan
agroindustri. Untuk mendukung ini pemerintah harus dapat memainkan peran dalam kebijakan industrialisasi yang pos itip dalam meningkatkan pertanian yaitu dengan merasionalisasi struktur
regulasi dan insentif. Berdasarkan hasil simulasi peningkatan investasi kepada sektor-sektor potensial yaitu
sektor pertanian dan sektor pariwisata sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, ditemukan bahwa di satu sisi telah meningkatkan perekonomian provinsi Bali, yang ditunjukkan oleh
peningkatan output, penyerapan tenaga kerja, namun di sisi lain distribusi pendapatan rumahtangga masih menunjukkan kesenjangan antar golongan rumahtangga. Hal ini memberikan
implikasi bahwa strategi kebijakan pembangunan ekonomi provinsi Bali ke depan tidak hanya ditujukan untuk mengejar peningkatan output dan tenaga kerja semata, melainkan harus dapat
mengupayakan pemerataan pendapatan antar golongan rumahtangga. Terkait dengan hal ini