Kesimpulan KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Karena rentannya pariwisata dari segi politik dan keamanan, maka pemerintah Bali tidak saja mengandalkan subsektor dari sektor pariwisata dalam usaha untuk meningkatkan perekonomiannya, maka sektor lainnya seperti sektor pertanian juga harus diperhatikan, karena sektor ini dapat memberikan kontribusi terhadap PDRB terbesar kedua setelah sektor pariwisata, kurang lebih 60 persen masyarakatnya adalah petani, lahannya yang subur, petaninya ulet dan sistem pengairannya terorganisir yang terkenal dengan subak. Seperti subsektor tanaman bahan makanan dan sub sektor peternakan, memberikan koefisien yang tinggi dalam penyerapan tenaga kerja. Suatu upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan transaksi bisnis yang efektif antara usaha kecil dan agribisnis skala besar dan agroindustri. Sistim usaha ini dapat dikembangkan melalui suatu kerjasama joint venture atau kemitraan partnership dengan kesatuan bisnis yang bervariasi seperti penyedia input input suppliers, penyedia mesin dan paralatan machinery and equipment supplier, petani dan agroindustri. Untuk mendukung ini pemerintah harus dapat memainkan peran dalam kebijakan industrialisasi yang pos itip dalam meningkatkan pertanian yaitu dengan merasionalisasi struktur regulasi dan insentif. Berdasarkan hasil simulasi peningkatan investasi kepada sektor-sektor potensial yaitu sektor pertanian dan sektor pariwisata sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, ditemukan bahwa di satu sisi telah meningkatkan perekonomian provinsi Bali, yang ditunjukkan oleh peningkatan output, penyerapan tenaga kerja, namun di sisi lain distribusi pendapatan rumahtangga masih menunjukkan kesenjangan antar golongan rumahtangga. Hal ini memberikan implikasi bahwa strategi kebijakan pembangunan ekonomi provinsi Bali ke depan tidak hanya ditujukan untuk mengejar peningkatan output dan tenaga kerja semata, melainkan harus dapat mengupayakan pemerataan pendapatan antar golongan rumahtangga. Terkait dengan hal ini kebijakan dapat dilakukan dalam jangka pendek yaitu melalui kebijakan bantuan langsung tunai. Dalam jangka panjang perlu melakukan pemberdayaan bagi rumahtangga berpendapatan rendah seperti, pemberian bantuan modal usaha dan program pendampingan untuk pembinaan. Selain itu pe ngembangan sektor-sektor ekonomi yang berdampak langsung pada peningkatan pendapatan rumahtangga berpendapatan rendah tersebut, perlu diprioritaskan, seperti subsektor perikanan, kehutanan dan perkebunan dari sektor pertanian yang tidak mampu untuk menarik sektor hulunya dan juga tidak mampu untuk mendorong sektor hilirnya. Begitu juga terhadap sektor pariwisata, di mana sub-subsektor yang langsung mempengaruhi sektor pariwisata, seperti subsektor restoran dan rumah makan, subsektor hotel dan subsektor travel biro juga mempunyai keterkaitan ke belakang dan ke depan lebih rendah dibandingkan dengan subsektor industri makanan, minuman dan tembakau dan industri tekstil, pakaian jadi, alas kaki dan barang dari kulit. Pemerintah provinsi Bali harus tanggap terhadap temuan ini, sehingga tujuan untuk mensejahterakan masyarakat dapat tercapai. Penerapan strategi sektor pertanian dan sektor pariwisata yang padat tenaga kerja. Khususnya yang berbasis pada bahan baku pertanian, merupakan solusi yang tepat dalam upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengadaan lapangan kerja di Provinsi Bali. Berdasarkan uraian di atas terdapat beberapa implikasi kebijakan dalam studi ini. Dari aspek makroekonomi, pertama, memberikan stimulus ekonomi berupa suntikan dana dalam menumbuh kembangkan sektor pertanian dan pariwisata melalui investasi pemerintah dan swasta. Untuk menciptakan dan mendorong pihak swasta menginvestasikan dananya perlu diberikan kemudahan dalam bentuk data base, penyediaan infrastruktur, kemudahan sistem administrasi birokrasi, dan kemudahan pajak. Kedua, memberlakukan kebijakan suku bunga pinjaman kredit lunak, dengan mendorong pihak perbankan dalam melakukan fungsinya dengan sungguh-sungguh. Ketiga, kebijakan-kebijakan yang nyata sepe rti kebijaka n pupuk, pe mbinaan, pembibitan, melindungi para petani dari tengkulak dan memberikan perlindungan tentang harga hasil pertanian, serta pemerintah tidak perlu melakukan impor produk-produk hasil pertanian. Kebijakan-kebijakan yang nyata untuk sektor pariwisata terutama subsektor restoran dan rumah makan, subsektor hotel dan subsektor travel biro, dengan kebijakan perpajakan, merasionalisasi struktur regulasi dan insentif. Dari aspek mikroekonomi, dalam rangka meningkatkan kinerja sektor pertanian perlu dilakukan beberapa langkah sebagai berikut: Pertama, melakukan percepatan transformasi industri pengolahan dari skala kecil ke menengah karena terbukti dapat meningkatkan pendapatan, nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja. Kedua, perlu tindakan nyata untuk menciptakan peluang dan memberikan aksesibilitas kepada para pelaku sektor pertanian dan sektor pariwisata terhadap sumber modal, mengupayakan dan menjamin ketersediaan bahan baku da n ba han pe nolong de ngan kuantitas yang cukup da n kualitas yang ba ik. Ketiga, prioritas utama perlu diberikan kepada jenis industri berbasis pertanian agroindustri karena menggunakan komponen lokal yang lebih besar. Di samping mampu mewujudk an pertumbuhan eko nomi yang tinggi , da n distribusi pendapatan yang lebih merata bagi sektor pariwisata, sedangkan sektor pertanian yang dapat mewujudkan kesempatan kerja yang lebih luas. Untuk mempercepat terwujudnya distribusi pendapatan yang lebih merata, kebijakan redistribusi pendapatan dari rumahtangga golongan atas ke rumahtangga golongan rendah juga patut dipertimbangkan. Penerapan kebijakan ini hanya akan mengurangi pedapatan rumahtangga golongan atas lebih kecil daripada dana yang direalokasikan. DAFTAR PUSTAKA Abimanyu, A. 2000. Impact of Agriculture Trade and Subs idy Policy on The Macroeconomy , Distribution, and environment in Indonesia: A Strategy for Future Industrial Development. The Developing Economies, 38 4 547 – 571. Adelnan, I. 1995. Institution and Development Strategies. The Selected Esay of Irma. University of California Press, Barkley. Adelman, I. and S. Vogel. 1991. The Relevance of ADLI to Sub-Saharan Africa. Working Paper No. 590. Department of Agricultural and Resource Economics, University of California, California. Adisasmita, R. 2008. Pengembangan Wilayah: Konsep dan Teori. Edisi Pertama. Graha Ilmu, Yogyakarta. Akita, T. 1991. Industrial Structure and The Sources of Industrial Growth in Indo nesia: An I-O Analysis Between 1971 an 1985. Asian Economic Journal, 5 2: 139-158. Alderman, H. and M. Garcia. 1993. Poverty, Household Food Security, and Nutritional in Rural Pakistan. Research Report 96 International Food Policy Research Institute, Washington, DC. _______________ 2008. Data Perbandingan Pariwisata Bali 1989 dan 2008. Dinas Pariwisata Daerah Tingkat I Bali, N itimandala Renon, Denpasar. Antara, M. 1999. Dampak Pengeluaran Pemerintah dan Wisatawan terhadap Kinerja Perekonomian Bali: Pendekatan Social Accounting Matrix. Desertasi Doktor. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anwar, M.A. 1983. Pertumbuhan Pertanian dilihat dari Pertumbuhan Produk Domestik Bruto di Indonesia, 1960-1980. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, Jakarta. Arsyad, L. 1999. Ekonomi Pembangunan. Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ekonomi YKPN, Yogyakarta. Asia - Pacific Economic Cooperation Tourism Working Group. 2002. Best Practice in Tourism Satellite Account Development in APEC member Economies. APEC Secretariat , Alexandra Point, Singapore. Australian Bureau of Statistics. 1994. Framework for the Collection and Publication of Tourism Statistics. Australian Bureau of Statistics, Canberra.