39 Daerah kristalin merupakan daerah residu resisten asam yang merupakan
struktur klaster amilopektin. Hasil pengamatan dengan menggunakan Small-Angle Neutron Scatteri
ng dan Small-Angle X-ray Scattering menunjukkan hilangnya ruang di antara kristalin dan amorf sebagai akibat hidrolisis asam. Hal ini meng-
indikasikan bahwa terjadi pemutusan di dalam klaster dan hidrolisis amilosa menjadi amilosa dengan rantai lebih pendek yang ditandai dengan penurunan
kemampuan pengikatan iodin pada pati
Muhr et al. 1984.
Wurzburg 1989 menunjukkan bahwa jumlah amilosa atau fraksi linear meningkat pada tahap awal proses modifikasi asam. Hal tersebut menunjukkan
bahwa asam turut menghidrolisis bagian amilopektin yang mudah dijangkau. Wurzburg 1989 juga menjelaskan bahwa selama modifikasi asam, granula pati
tidak mengalami kehilangan sifat birefringence dan pembengkakan. Hal ini mem- buktikan bahwa asam cenderung menyerang daerah amorf dibandingkan daerah
kristalin. Beberapa peneliti melaporkan pengaruh kombinasi pengasaman dan auto-
claving-cooling terhadap kadar RS3. Zhao dan Lin 2009 melaporkan bahwa pati
pisang yang dihidrolisis dengan HCl 1N selama 6 jam yang dilanjutkan dengan proses pemanasan pada 121
o
C selama 1 jam dan pendinginan pada 4
o
C proses dilakukan sebanyak 3 siklus meningkatkan kadar RS3 dari 1,51 menjadi
16,02. Pati jagung yang dihidrolisis dengan asam sitrat 0,1M selama 12 jam yang dilanjutkan dengan proses pemanasan pada 121
o
C selama 20 menit dan pendinginan 4
o
C dengan jumlah siklus yang sama juga meningkatkan kadar RS3 dari 8,0 menjadi 11,0. Hidrolisis asam lebih atau kurang dari 12 jam meng-
hasilkan pembentukan RS3 yang lebih rendah. Mun dan Shin 2006 melaporkan bahwa pati jagung yang dihidrolisis dengan HCl 0,1N selama 6 jam menyebabkan
peningkatan kadar RS3 menjadi 13,8-14,9.
2.5.4. Debranching oleh Enzim Pullulanase
Enzim pullulanase EC 3.2.1.4.1 atau pullulan 6-glucanohydrolase meru- pakan enzim mikrobial yang dihasilkan dari Klebsiella pneumoniae. Enzim ini
memecah ikatan glikosidik α-1,6 yang merupakan ikatan percabangan pada mole-
kul amilopektin atau limit desktrin. Pemutusan ikatan percabangan debranching
40 oleh pullulanase terjadi pada ikatan glikosidik
α-1,6 secara acak pada bagian
dalam Gambar 18.
Gambar 18. Pemotongan ikatan α-1,6 pada titik percabangan molekul amilo-
pektin oleh enzim pullulanase. Garis miring pada titik percabangan amilopektin menunjukkan titik pemotongan oleh enzim pullulanase
modifikasi dari Sajilata et al. 1998
Pengaruh perlakuan debranching rantai amilopektin dengan enzim pullula- nase dalam meningkatkan kadar RS3 telah dilaporkan oleh beberapa peneliti
Gon-zales-Soto et al. 2004; 2007; Leong et al. 2007; Pongjanta et al. 2009a; Miao et al. 2009; Mutungi et al. 2009; Ozturk et al. 2009. Hasil penelitian
tersebut memberikan kadar RS3 yang berbeda-beda untuk jenis pati dan kondisi proses debranching yang berbeda. Secara umum, kadar RS3 dipengaruhi oleh
konsentrasi enzim pullulanase dan waktu inkubasi selama proses debranching, serta suhu dan waktu pemanasan autoclaving dan pendinginan cooling setelah
proses debranching. Pongjanta et al. 2009a membandingkan proses debranching pati beras
tinggi amilosa dengan menggelatinisasi dahulu suspensi pati 15 pada suhu 95
o
C dan 121
o
C selama 30 menit, lalu dihidrolisis oleh enzim pullulanase 8 Ug pati pada 55
o
C dan waktu inkubasi pada selang 0-24 jam. Hasilnya menunjukkan bahwa pati beras yang dipanaskan pada 121
o
C memberikan kadar RS3 lebih tinggi dibandingkan pada 95
o
C untuk kondisi debranching yang bersesuaian. Semakin lama proses debranching maka proses hidrolisis amilopektin semakin banyak
sehingga dihasilkan amilosa rantai pendek yang dapat memperbanyak peluang pembentukan RS3. Kombinasi pemanasan pada 121
o
C dengan waktu inkubasi
41 selama 24 jam memberikan kadar RS3 paling tinggi 18,33 bila dibandingkan
kombinasi suhu dan waktu inkubasi lainnya. Pongjanta et al. 2009a juga mela- porkan bahwa proses debranching meningkatkan kadar RS3 pati beras tinggi ami-
losa sebanyak 4 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan yang diproses tanpa debranching
pada kondisi autoclaving-cooling yang sama. Pengaruh debranching terhadap kadar RS3 juga dilaporkan oleh
Gonzales- Soto et al. 2004; 2007. Mereka melakukan proses
modifikasi pati pisang melalui proses debranching-autoclaving-cooling dengan menggunakan enzim pulullanase
pada berbagai konsentrasi 0,5; 2,6; 5,3; 10,6; 15.9 dan 21,1 Ug pati
pada suhu inkubasi 50
o
C dengan selang waktu 2-10 jam. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan enzim pullulanase pada konsentrasi 10,6 Ug pati dengan waktu
inkubasi 5 jam memberikan kadar RS3 yang optimal Gonzales-Soto et al. 2004. Gonzales-Soto et al. 2007 juga membandingkan suspensi pati pisang yang dihi-
drolisis oleh enzim pullulanase dan dipanaskan di dalam otoklaf 121
o
C selama 30
menit dengan waktu pendinginan yang berbeda suhu 4
o
C dan 32
o
C. Hasilnya menunjukkan bahwa suhu pendinginan 4
o
C dan 32
o
C tidak memberikan kadar RS3 yang berbeda nyata. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa nilai Water
absorpstion index WAI dari pati hasil perlakuan debranching-autoclaving-
cooling menurun dengan meningkatnya kadar RS3.
Mutungi et al. 2009 melakukan proses debranching pati singkong dengan enzim pullulanase 25 Ug pati
selama 24 jam. Proses debranching dilakukan setelah pemanasan dahulu di dalam otoklaf pada 121
o
C selama 15 menit. Hasil modifikasi tersebut dapat meningkatkan kadar RS3 dari 21,4 menjadi 88,4.
Peningkatan kadar RS3 yang menyolok ini berhubungan dengan peningkatan jumlah fraksi amilosa rantai pendek
DP 10-24 sebesar 58,9. Mutungi et al. 2009 juga melaporkan bahwa pencucian pati singkong yang telah mengalami
debranching dengan air deionisasi dapat menurunkan jumlah rantai glukan dengan
DP10. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Lehmann et al. 2003, rantai glukan dengan DP10 dapat menghalangi pembentukan RS3. Proses penghilangan rantai
glukan dengan DP10 juga berkontribusi pada peningkatan peluang terjadinya pembentukan RS3.
42 Ozturk et al. 2009
melakukan modifikasi pati jagung tinggi amilosa, yaitu Hylon V H5 dan Hylon 7 H7, dengan perlakuan debranching oleh enzim
pullulanase dengan konsentrasi 1,5 Ug pati pada suhu 60
o
C selama 48 jam. Proses autoclaving-cooling dilakukan pada suhu 123
o
C dan 133
o
C dan dilanjutkan dengan penyimpanan pada suhu rendah 4
o
C, selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan oven dan freeze dryer. Hasilnya menunjukkan bahwa pengeringan
pati yang telah dimodifikasi dalam oven memberikan kadar RS3 lebih tinggi bila dibandingkan dengan freeze dryer. Berat molekul menurun dan kadar RS3
meningkat dengan meningkatnya waktu inkubasi selama debranching. Kadar RS3 pati jagung H7 lebih tinggi dibandingkan dengan H5 pada kondisi proses
debranching yang sama. Berdasarkan hasil analisis menggunakan DSC, proses
debranching-autoclaving-cooling menurunkan suhu puncak T
p
dan meningkat- kan nilai entalpi pada kedua jenis pati jagung tersebut. Kelarutan dan kapasitas
pengikatan air juga lebih tinggi dibandingkan dibandingkan pati alaminya. Kadar RS3 dari pati sagu yang optimal diperoleh dari hasil perlakuan
debranching menggunakan enzim pullulanase pada konsentrasi 40 Ug pati
dengan waktu inkubasi 8 jam dan dilanjutkan dengan penyimpanan pasta pati sagu pada suhu 80
o
C selama 7 hari Leong et al. 2007. Perlakuan ini dapat mengha- silkan kadar RS3 sebesar 11,6. Leong et al. 2007 juga menunjukkan bahwa
proses debranching dari pati sagu dapat menurunkan fraksi amilopektin. Semakin lama waktu inkubasi, maka semakin menurun kadar amilopektin yang memiliki
bobot molekul besar dan semakin meningkat fraksi amilosa berbobot molekul rendah. Hasil pengukuran dengan menggunakan difraksi sinar X menunjukkan
bahwa derajat kristalinitas pati sagu hasil modifikasi tersebut menurun menjadi 15,73 bila dibandingkan dengan pati sagu alaminya 26,47.
Miao et al. 2009 melakukan proses debranching pati jagung tinggi amilo- pektin waxy maize dengan konsentrasi 10, 20 atau 40 Ug pati dengan waktu
inkubasi 6 jam, kemudian dilanjutkan dengan pemanasan di dalam otoklaf pada 121
o
C selama 30 menit dan disimpan pada 4
o
C selama 2 hari. Hasilnya menunjuk- kan bahwa kadar RS3 meningkat dengan meningkatnya konsentrasi enzim pullu-
lanase yang digunakan.
43
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2009 sampai April 2010. Proses ekstraksi pati garut menggunakan lini proses ekstraksi pati di F-Technopark,
Fakultas Teknologi Pertanian Fateta, Institut Pertanian Bogor IPB. Pengu- jiananalisis menggunakan beberapa laboratorium di dalam dan di luar IPB, yaitu
Laboratorium Kimia Pangan dan Laboratorium Biokimia Pangan di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta-IPB; Laboratorium Rekayasa Proses Pangan
di South East Asia Food Agricultural Science and Technology Seafast Center IPB, dan Food Chemistry Laboratory, Department of Sustainable Resource
Science, Mie University , Jepang.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi garut kultivar creole
berumur 10-11 bulan yang diperoleh dari Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika, Cimanggu, Bogor. Sebagai pembanding digunakan pati
resisten tipe III RS3 komersial Novelose 330 dari National Starch and Che- mical Co. Bahan kimia yang digunakan untuk proses modifikasi pati terdiri atas
larutan HCl dan NaOH, enzim pullulanase Sigma P-2986 dan bufer asetat 0,1M pH 5,2. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis proksimat pati garut adalah
heksana, K
2
SO
4
, HgO, H
2
SO
4
, NaOH, Na
2
S
2
O
3
, HCl, H
3
BO
3
, merah metil dan biru metil E. Merck. Analisis karakterisasi kimia pati garut alami dan yang telah
dimodifikasi menggunakan bahan kimia sebagai berikut: bufer fosfat pH 6,0 dan pH 7,0, enzim Thermamyl
α-amilase Sigma A-3403, NaOH, enzim protease Sigma P-3910, enzim amiloglukosidase Sigma A-9913, enzim pepsin Sigma
P-7000, enzim pankreatin Sigma P-1750, enzim isoamilase Haya Shibara Bio- chemical Laboratories Inc., enzim
α-amilase Fluca, etanol, aseton, NaBH
3
CN, APTS C
16
H
8
NNa
3
O
9
S
3,
8-ami-nopyrene-1,3,6-trisulfonic acid trisodium , air
bebas ion, akuades, NaHCO
3
, HCl, heksana, asam borat, asam asetat, KI, I
2
, asam dinitrosalisilat DNS, pati murni E. Merck, maltosa murni, waxy maize
E. Merck, H
3
BO
3
, dan Na
2
S
2
O
5
, NaK tartarat, fenol, glukosa, indikator fenolftalin,