102
Gambar 43.
Struktur granula pati garut yang dimodifikasi dengan perlakuan hidrolisis asam, debranching dan autoclaving-cooling. 1 Hidroli-
sis asam-debranching 1,3 Ug -autoclacving-cooling 3x; 2 Hidrolisis asam-debranching 10,4 Ug+autoclacving-cooling 3x.
a= pembesaran 500x; b=pembesaran 800x. Tanda panah pada gam- bar menunjukkan bagian granula pati yang mengalami hidrolisis.
4.3.4. Perubahan Struktur Pati Garut
4.3.4.1. Distribusi Amilosa dan Amilopektin
Perubahan profil distribusi amilosa dan amilopektin dari pati garut sebagai akibat dari perlakuan modifikasi pati garut dianalisis dengan menggunakan Gel
Permeation Chromatography GPC dan dinyatakan sebagai nisbah total karbo-
hidrat. Kromatogram GPC pada seluruh pati garut, baik sebelum maupun setelah
modifikasi, memiliki dua fraksi, yaitu fraksi I Fr-I dan fraksi II Fr-II Gambar 44
. Hasil penelitian terdahulu juga memperlihatkan dua fraksi pada kromatogram GPC, yaitu pada pati beras Mujoo dan Ali 1999, pati gandum, kentang dan
tapioka Singh dan Ali 2000, dan pati jagung tinggi amilosa Ozturk et al. 2009. Fraksi I merupakan fraksi amilopektin dengan bobot molekul besar, sedangkan
fraksi II Fr-II merupakan fraksi amilosa dan gula-gula sederhana dengan bobot molekul kecil. Fraksi I terdapat pada fraksi nomor 1 sampai 30, sedangkan fraksi
II terdapat pada fraksi nomor 31 sampai 48.
1b
2b 1a
2a
Gambar 4
Gam
hidrat pad dingkan d
besar per persentase
dapat dilih sentase pe
besar peru perlakuan
nisbah tot amilosa d
karbohidra
44 . Profil G
HW-65F D1=Deb
mbar 44 se
da fraksi I d dengan pati
rubahan ter e nisbah to
hat pada T
eningkatan t ubahan frak
modifikas tal karbohid
dan gula sed at pada frak
GPC pati ga F. AC=Auto
branching 1
ecara umum dan fraksi I
garut alami rsebut terja
otal karboh
abel 8 . Tab
total karboh ksi amilosa
i. Data-dat drat pada f
derhana ya ksi I yang m
arut dan te oclaving-co
1.3 Ug pati m memperli
II untuk set i maupun pa
adi dianalis hidrat pada
bel tersebut hidrat pada
a dengan b ta tersebut
fraksi II y ang selalu d
menunjukka ermodifikasi
ooling 3 sik
, D10=Debr ihatkan peru
tiap perlaku ati yang dib
sis secara masing-m
t juga mem fraksi II un
bobot mole memperlih
yang menun diikuti deng
an penuruna i pada shep
klus; H2= h ranching
10 rubahan nisb
uan modifik berikan perl
kuantitatif masing fraks
mperlihatkan ntuk menun
ekul rendah hatkan adan
njukkan pen gan penuru
an fraksi am parose toyo
hidrolisis 2 0.4 Ug pati
bah total k kasi, baik d
lakuan. Seb sebagai ju
si sebagai- n perubahan
njukkan seb h sebagai a
nya pening ningkatan f
unan nisbah milopektin.
103 opearl
jam, i
karbo- diban-
berapa umlah
mana n per-
berapa akibat
gkatan fraksi
h total
104
Table 8 . Nisbah total karbohidrat pati garut pada fraksi I dan II sebelum dan
setelah perlakuan modifikasi dari hasil analisis GPC
Perlakuan
1
Fraksi I nomor fraksi 1-30
Fraksi II nomor fraksi 31-48
Peningkatan fraksi II
2
Pati garut alami 70,80
29,20 AC 66,91
33,09 13,33
H2 22,67
77,33 164,84
H2AC 10,06 89.94
208,03 D1AC
35,56 64,44
120,67 D10AC
8,20 91,80
214,40 H2D1AC
5,70 94,30
222,96 H2D10AC 8,13 91,87
214,64
1
AC=autoclaving-cooling 3 siklus; H2= Hidrolisis 2 jam; D1= debranching 1,3 Ug pati; D10= debranching 10,4 Ug pati.
2
Dihitung dari sebagai selisih persentase fraksi II dari pati modifikasi dengan fraksi II dari pati alami dibagi dengan fraksi II pati alami
Analisis GPC menunjukkan persentase fraksi amilosa Fr-II pada pati garut alami sebesar 29,20, sedangkan fraksi amilopektin Fr-I sebesar 70,80. Fraksi
amilosa ini lebih tinggi dibandingkan kadar amilosa dari hasil analisis spektros- kopi 24,64. Hal ini disebabkan Fr-II dari analisis GPC juga mengukur fraksi
gula-gula sederhana dengan bobot molekul rendah, terutama yang terdapat pada fraksi nomor 48.
a Pengaruh Autoclaving-cooling
Nisbah total karbohidrat fraksi amilopektin Fr-I dari pati garut yang diberi perlakuan autoclaving-cooling sebanyak 3 siklus AC mengalami penurunan,
sedangkan pada fraksi amilosa Fr-II mengalami peningkatan sebesar 13,33
Tabel 8. Hasil ini bersesuaian dengan yang dilaporkan oleh Ozturk et al. 2009
pada jagung tinggi amilosa Hylon 7 dan Hylon 5 yang diberi perlakuan auto- claving-cooling
sebanyak 3 siklus. Fraksi berbobot molekul tinggi dengan bobot molekul 3,200 KDa pada Hylon 7 dan Hylon 5 secara berturut-turut menurun
sebesar 50,0 dan 23,71. Sementara itu, fraksi berbobot molekul rendah pada Hylon 5 3,200-960 KDa, 960-30 KDa dan 30 KDa meningkat sebesar 18,5.
Penurunan fraksi I dan peningkatan fraksi II ini berasal dari hidrolisis amilosa dan amilopektin rantai terluar. Penurunan fraksi amilopektin Fr-I pada
pati garut yang diberi perlakuan autoclaving-cooling tersebut AC disebabkan
105 oleh degradasi molekul amilopektin sebagai akibat proses pemanasan suhu tinggi
secara berulang-ulang. Peningkatan fraksi II lebih kecil dibandingkan peningkatan kadar ami-
losanya 14,20. Perbedaan antara kadar amilosa dengan fraksi amilosa setelah autoclaving-cooling
disebabkan oleh recovery hasil pengukuran total karbohidrat dari fraksi pati garut dari proses autoclaving-cooling sebesar 97,09 sehingga
fraksi amilosa yang terukur dengan GPC menjadi lebih rendah dibandingkan dengan kadar amilosa yang berasal dari hasil analisis dengan menggunakan spek-
trofotometer. Penelitian yang dilakukan oleh Mujoo dan Ali 1999 menyebutkan bahwa recovery total karbohidrat pada sampel pati beras dengan menggunakan
GPC adalah sebesar 71,4-98,1 dengan rata-rata sebesar 84,2. Degradasi pati tidak hanya terjadi karena proses autoclaving-cooling tetapi
juga karena proses lain yang menggunakan panas seperti roasted-parboiled rice dan proses ekstruksi pada gandum, jagung dan kentang Mujoo dan Ali 1999.
Proses autoclaving dengan suhu tinggi memicu terjadinya depolimerisasi parsial pati singkong yang menyebabkan pembentukan molekul dengan bobot yang lebih
rendah Mutungi et al. 2009. Hal yang sama juga terjadi pada pati sagu yang mengalami perlakuan autoclaving Leong et al. 2007.
b Pengaruh Hidrolisis Asam dan Siklus Autoclaving-cooling
Perlakuan hidrolisis asam dengan hanya menggunakan HCl 2,2N selama 2 jam H2 menyebabkan peningkatan Fr-II hingga 164,84, sedangkan yang
dikombinasikan dengan siklus autoclaving-cooling H2AC meningkat hingga
208,03 dibandingkan pati garut alaminya Tabel 8. Peningkatan Fr-II pada pati
garut yang mengalami hidrolisis tersebut H2AC disebabkan oleh terjadinya degradasi molekul amilopektin dan amilosa pada daerah amorf. Kehilangan pun-
cak terjadi pada Fr-I dan peningkatan komponen berbobot molekul rendah Fr-II Singh dan Ali, 2000; Franco et al. 2002; Ferrini et al. 2008.
Fraksi II mengandung fraksi amilosa, amilopektin dan amilosa hasil hidro- lisis oleh asam. Degradasi daerah amorf terjadi karena asam berdifusi ke dalam
granula pati dan menyerang atom oksigen pada ikatan glikosidik yang terdapat pada
α-1,4 atau α-1,6 sehingga menghasilkan senyawa intermediet karbokationik
106 yang tidak stabil dan dapat bereaksi dengan air dalam granula pati Chung dan Lai
2007. Pati garut yang mengalami hidrolisis asam selama 2 jam H2 mengalami
peningkatan Fr-II yang cukup besar 168,84 yang diikuti dengan menurunnya
puncak Fr-I secara tajam Gambar 44. Hal ini berkaitan dengan struktur pati
garut yang tergolong kristalin tipe A yang ditandai dengan struktur yang lebih
rapat di bagian heliks pada molekul amilopektin di daerah amorf Gambar 10.
Dengan struktur heliks yang lebih rapat tersebut, maka jumlah ikatan α-1,6 dan
jumlah rantai per klaster menjadi lebih banyak Wang et al. 1998; Takeda dan Hanashiro 2003; Srichuwong et al. 2005a. Karena hidrolisis asam lebih mudah
menyerang daerah amorf, maka akan lebih banyak titik percabangan α-1,6 yang
dapat dihidrolisis asam dan menyebabkan Fr-II meningkat cukup tinggi. Hal ini berbeda dengan pati kentang yang memiliki kristalin tipe B dengan struktur heliks
yang lebih jarang, sehingga jumlah titik percabangan α-1,6 lebih sedikit. Dengan
demikian, hidrolisis oleh HCl 0,5N selama 1,5 jam hanya meningkatkan Fr-II sebesar 31 Singh dan Ali 2000.
Pati garut yang diberi perlakuan hidrolisis asam dan autoclaving-cooling H2AC mengalami peningkatan Fr-II lebih besar 208,03 dibandingkan
dengan yang hanya diberi perlakuan asam H2 164,84 Tabel 8. Hal ini dise-
babkan amilopektin dan amilosa pati garut mengalami degradasi selama proses hidrolisis dan autoclaving-cooling. Selama proses autoclaving, depolimerasi ami-
lopektin dan amilosa menjadi amilosa rantai pendek lebih mudah apabila pati sudah mengalami hidrolisis asam. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh
Mujoo dan Ali 1999, Mutungi et al. 2009 dan Leong et al. 2007 sebagaimana telah dijelaskan di atas.
c Pengaruh Debranching dan Siklus Autoclaving-cooling
Perlakuan debranching dilakukan pada dua konsentrasi enzim pulllanase, yaitu 1,3 dan 10,4 Ug pati garut D1AC dan D10AC. Enzim pullulanase ditam-
bahkan setelah proses autoclaving. Hal ini dimaksudkan untuk menggelatinisasi granula pati secara sempurna sehingga enzim pullulanase dapat menghidrolisis
pati lebih efisien. Hidrolisis pati oleh enzim pullulanase menghasilkan amilosa rantai pendek yang diharapkan dapat menghasilkan DP yang optimal untuk proses
107 pembentukan RS3 yang merupakan pati hasil retrogradasi Pongjanta et al.
2009a. Semakin banyak fraksi amilosa berantai pendek, maka semakin banyak kemungkinan untuk meningkatkan pembentukan RS3 selama proses autoclaving-
cooling Pongjanta et al. 2009a; Ozturk et al. 2009. Profil DP dari pati garut hasil
perlakuan dibahas secara lengkap pada sub-bab 4.3.4.2 tentang hasil analisis Fluo- rophore-Assisted Capillary Electrophoresis
FACE. Analisis GPC menunjukkan bahwa masih ditemukan puncak pada Fr-I baik
pada penggunaan konsentrasi pullulanase 1,3 Ug pati maupun pada konsentrasi
10,4 Ug pati Gambar 44. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua amilopektin
terhidrolisis sempurna dan menghasilkan fraksi amilosa rantai pendek. Pada peng- gunaan konsentrasi enzim pullulanase konsentrasi rendah D1AC puncak pada
Fr-I lebih tinggi dibandingkan dengan puncak yang terbentuk pada penggunaan enzim pullulanase konsentrasi tinggi D10AC. Hal ini mengakibatkan pening-
katan Fr-II pada D1AC lebih rendah 120,67 dibandingkan D10AC 214,40
Tabel 8. Pati D10AC mengalami penurunan puncak pada Fr-I dan mengalami
peningkatan puncak pada Fr-II. Hasil ini berkesesuaian dengan hasil penelitian Ozturk et al. 2009 pada pati jagung Hylon 7 dan Hylon 5, yaitu semakin lama
waktu hidrolisis dengan enzim pullulanase 0-48 jam maka semakin rendah
puncak Fr-I dan semakin meningkat puncak Fr-II Gambar 44. d
Pengaruh Hidrolisis Asam, Debranching dan Siklus Autoclaving-cooling
Pengaruh kombinasi perlakuan asam, debranching dan autoclaving-cooling
H2D1AC dan H2D10AC terhadap profil GPC dapat dilihat pada Gambar 44.
Pada Fr-I tidak ditemukan adanya puncak karena pati garut sudah mengalami hidrolisis asam. Namun, nisbah total karbohidrat pada Fr-I pada setiap nomor
fraksi lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan hidrolisis asam dengan auto- claving-cooling
H2AC. Pada Fr-II terjadi peningkatan nisbah total karbohidrat yang lebih tinggi baik pada konsentrasi enzim pullulanase 1,3 Ug pati H2D1AC
222,96 maupun pada konsentrasi 10,4 Ug pati H1D10AC 214,60 diban- dingkan dengan perlakuan modifikasi lainnya. Peningkatan nisbah karbohidrat Fr-
II mengindikasikan lebih banyak fraksi amilosa rantai pendek yang terbentuk.
108
4.3.4.2. Distribusi Panjang Rantai Amilopektin dan Amilosa Rantai Pendek