Penentuan Kondisi Hidrolisis Asam

86 menyebabkan penurunan pembentukan RS3. Hasil penelitian Kim dan Kwak 2009 tersebut mempertegas penjelasan di atas bahwa pembentukan RS3 sangat dipengaruhi oleh suhu pemanasan dan siklus autoclaving-cooling. Gambar 34 . Kadar pati resisten pati garut sebagai akibat pengaruh jumlah siklus autoclaving-cooling dengan waktu pemanasan 15 menit. S3= 3 siklus autoclaving; S5= 5 siklus autoclaving. Angka pada histogram yang disertai huruf yang berbeda menyatakan berbeda nyata α=0,05 Berdasarkan Gambar 34, perlakuan autoclaving-cooling pati garut dengan 3 siklus juga dapat meningkatkan kadar RS3 hingga lebih dari lima kali lipat sedangkan yang diproses dengan 5 siklus hampir enam kali lipat. Namun demi- kian, hasil uji beda nyata menunjukkan tidak ada perbedaan kadar RS3 yang nyata p0,05 antara pati garut yang diberi perlakuan 3 siklus dan 5 siklus. Dengan pertimbangan efisiensi proses pembuatan RS3, maka perlakuan autoclaving- cooling 3 siklus dengan waktu pemanasan selama 15 menit dipilih pada tahap penelitian selanjutnya tahap penentuan kondisi hidrolisis asam dan debranching.

4.2.2. Penentuan Kondisi Hidrolisis Asam

Sebagaimana telah diulas dalam tinjauan pustaka, perlakuan hidrolisis pati dengan HCl lintnerization dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah fraksi amilosa rantai pendek dengan bobot molekul rendah yang merupakan hasil degra- dasi fraksi amilosa rantai panjang dan amilopektin. Apabila jumlah fraksi amilosa 2,12 a 10,91 b 12,15 b 2 4 6 8 10 12 14 Pati Alami S3, 15 S5, 15 Pati Resisten Siklus dan Waktu Autoclaving 87 rantai pendek meningkat, maka semakin banyak fraksi amilosa yang teretrogra- dasi atau terkristalisasi, sehingga proses pembentukan RS3 semakin tinggi dan diharapkan dapat berdampak pada penurunan daya cerna pati. Fraksi amilosa sebagai struktur linear akan memfasilitasi ikatan silang dengan adanya ikatan hidrogen sehingga struktur amilosa membentuk kristalit yang kompak Shin et al. 2004; Lehmann et al.2003; Aparicio-Saguilán et al.2005; Zhao dan Lin 2009. Pada tahap penelitian ini, pati garut diberi perlakuan hidrolisis asam dengan menggunakan larutan HCl 1,1 N dan 2,2 N dan waktu hidrolisis selama 2, 4 dan, 6 jam pada suhu 35 o C. Suspensi pati yang digunakan dalam tahap ini adalah sebesar 20 bb, sedangkan proses autoclaving-cooling yang dipilih adalah dengan mene- rapkan 3 siklus dan waktu pemanasan autoclaving selama 15 menit. Proses hidrolisis asam pada granula pati berlangsung dalam dua tahap. Pada tahap pertama, rantai amilosa dan titik percabangan ikatan glikosidik α-1,6 pada amilopektin pada daerah amorf mengalami degradasi oleh asam. Hasil hidrolisis ini menghasilkan fraksi amilosa rantai pendek dan residu kristalit klaster amilo- pektin yang sudah terhidrolisis bagian rantai panjangnya atau rantai C. Pada tahap kedua, residu kristalit yang berada daerah kristalin mengalami hidrolisis dengan laju yang lebih lambat. Hal ini disebabkan oleh struktur kristalit yang lebih kompak sehingga penetrasi asam dalam bentuk H 3 O + lebih sulit Jayakody dan Hoover 2002; Aparicio-Saguilan et al. 2005; Mun dan Shin 2006. a Daya cerna pati in vitro Gambar 35 memperlihatkan pengaruh konsentrasi HCl dan waktu hidrolisis terhadap daya cerna pati. Daya cerna pati garut yang diproses dengan kombinasi hidrolisis asam dengan autoclaving-cooling sebanyak 3 siklus pada konsentrasi HCl 1,1N dan waktu hidrolisis selama 2, 4 dan, 6 jam secara berturut-turut adalah 32,13, 48,37 dan 55,9. Nilai daya cerna pati tersebut lebih tinggi dibanding- kan dengan pati garut yang dihidrolisis dengan larutan HCl 2,2N pada waktu hidrolisis yang sama, yaitu sebesar 22,04, 25,41 dan 31,40. Seluruh pati garut hasil perlakuan tersebut memiliki daya cerna pati yang lebih rendah diban- dingkan dengan pati garut alaminya 84,35. Daya cerna pati semakin rendah dengan meningkatnya konsentrasi HCl pada waktu hidrolisis yang sama. Peningkatan konsentrasi asam berakibat pada penin linea meng demi kasi runan Gam 2,2N selam meng losa 2 jam sebag cooli jam, hidro tidak cerna ngkatan hid ar glukan de galami retr ikian, pati y autoclaving n daya cern mbar 35 . Da wa dis Pati garut N memiliki ma 4 dan 6 j ghasilkan fr rantai panja m kemungk gai akibat ing . Semak maka sema olisat-hidrol k optimal u a patinya. drolisis frak engan bobot rogradasi y yang sudah g-cooling s nanya. aya cerna pa aktu inkuba sertai huruf t yang dihid daya cerna jam Gamb raksi amilos ang. Fraksi inan adalah kombinasi kin lama pro akin banyak lisat dengan untuk pemb ksi amilosa t molekul y yang dapat dihidrolisis emakin sul ati garut se si selama h yang berbe drolisis sela a lebih ren bar 35 . Pro sa rantai pe amilosa ran h fraksi yan perlakuan oses hidroli k amilosa ra n bobot mol bentukan R rantai panj ang lebih re memicu p s asam dan it untuk dic ebagai akiba hidrolisis as eda menyata ama 2 jam ndah diban oses hidroli endek yang ntai pendek g cukup op hidrolisis isis pati ga antai panjan lekul yang t RS3 dan m njang dan m endah, sehin peningkatan dikombina cerna serta at pengaruh am. Angka akan berbed pada konse dingkan ya sis pati garu berasal dar hasil hidro ptimum untu asam dan arut dengan ng yang terh terlalu rend mengakibatk menghasilka ngga pati le kadar RS3 asikan deng berakibat p h konsentras pada histo da nyata α= entrasi HCl ang dihidro ut selama 2 ri hasil degr lisis pati ga uk pemben- siklus aut HCl selam hidrolisis m ah DP10 kan peningk 88 an molekul ebih mudah 3. Dengan gan modifi- pada penu- si HCl dan gram yang =0,05 l 1,1N dan olisis asam 2 jam dapat radasi ami- arut selama -tukan RS3 to-claving- ma 4 dan 6 mem-bentuk , sehingga katan daya 89 Menurut Schmiedl et al. 2000 derajat polimerisasi yang baik untuk terjadi- nya retrogradasi pati adalah dengan derajat polimerisasi DP antara 10-35 pada konsentrasi gel pati yang tinggi. Dijelaskan pula bahwa panjang rantai α-1,4-D- glukan dengan DP ∼20 dapat membentuk RS3 yang optimum. Penghilangan hidrolisat dengan DP10 dapat dilakukan dengan pencucian menggunakan etanol 80, kemudian dikeringkan dan dimodifikasi dengan autoclaving-cooling sehingga diharapkan proses pembentukan RS3 semakin optimal Mutungi et al. 2009. Penelitian lain menunjukkan hasil yang berbeda terhadap kondisi optimum untuk terjadinya retrogradasi pati, yaitu DP 20-25 pada pati gandum Slijestrom et al. 1989, DP 19-26 pada pati kentang Eerlingen et al. 1993, dan DP 16-26 pada pati garut Srichuwong et al. 2005a. Namun, Bjorck et al. 1987 melaporkan bahwa retrogradasi pati umumnya terjadi pada DP 20-30. Berdasarkan hasil di atas dan dengan mempertimbangkan efisiensi proses, maka kondisi hidrolisis asam yang dipilih adalah hidrolisis asam dengan menggu- nakan larutan HCl 2,2N selama 2 jam. Untuk tahap penelitian selanjutnya, kombi- nasi perlakuan hidrolisis asam tersebut yang dipilih. b Kadar Amilosa Gambar 36 menunjukkan bahwa kadar amilosa pati garut hasil hidrolisis asam pada konsentrasi HCl 2,2N selama 2 jam lebih tinggi 30,13 dibanding- kan kadar amilosa pati garut alami 24,64 dan yang hanya diberi perlakuan siklus autoclaving-cooling 28,12. Kadar amilosa tertinggi dicapai pada pati garut dihidrolisis dengan HCl 2,2N selama 2 jam yang dilanjutkan dengan proses autoclaving-cooling selama 3 siklus, yaitu 31,55. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kadar amilosa bukan hanya disebabkan oleh perlakuan hidrolisis asam tetapi juga dari akibat proses autoclaving-cooling. Peningkatan kadar ami- losa ini bersesuaian dengan perubahan distribusi profil amilosa dan amilopektin dengan menggunakan GPC yang dibahas selengkapnya pada sub-bab 4.3.4.1. 90 Gambar 36. Kadar amilosa sebagai akibat pengaruh konsentrasi HCl dan waktu inkubasi selama hidrolisis asam. H2=Hidrolisis asam dengan HCl 2,2N selama 2 jam; AC= 3 siklus autoclaving- cooling ; H2AC=Kombinasi hidrolisis asam HCl 2,2N selama 2 jam dan siklus autoclaving-cooling. Angka pada histogram yang disertai huruf yang berbeda menyatakan berbeda nyata α=0,05

4.2.3. Penentuan Kondisi Debranching