Perubahan Daerah Kristalin dan Amorf Lopez-Robio et al. 2008 Pola Difraksi Sinar X Frost et al. 2009

66 suhu awal 30 o C dan dipertahankan selama 3 menit. Suhu dinaikkan secara berta- hap hingga suhu 250 o C dengan kenaikan 5 o Cmenit. DSC memplot kurva hubungan antara suhu pada sumbu x dengan aliran panas endothermic heat flow pada sumbu y Gambar 22. Gambar 22 . Kurva Differential Scanning Calorimetry DSC. T o onset temperature, T p peak temperature , T c conclusion temperature Data-data yang diperoleh untuk menunjukkan kestabilan pati terhadap panas adalah suhu onset atau onset temperature T o , suhu puncak atau peak tempera- ture T p , dan suhu akhir atau conclusion temperature T c . Nilai entalpi ΔH, Jg ditentukan dari daerah di bawah kurva antara T o dan T c Gambar 22. Derajat retro-gradasi dari pati garut dihitung sebagai persentase dari nilai ΔH pati yang telah dimodifikasi terhadap ΔH pati alami sebelum dimodifikasi.

3.4.11. Analisis Sifat Kristalinitas

Perubahan daerah kristalin dan amorf pada struktur pati sebelum dan sete- lah modifikasi diamati dengan difraksi sinar X dan FTIR sebagai berikut.

3.4.11.1. Perubahan Daerah Kristalin dan Amorf Lopez-Robio et al. 2008

Analisis dengan spektroskop Fourier Transform Infrared FTIR bertujuan untuk menentukan seberapa besar perubahan daerah kristalin dan amorf sebagai akibat dari perlakuan modifikasi. Sebanyak 90,0 mg garam potasium bromida KBr kristal dihancurkan dengan menggunakan agate mortar, lalu ditambahkan 67 ke dalam sampel pati garut alami atau yang telah dimodifikasi 10,0 mg. Cam- puran tersebut kemudian dihomogenkan dengan menggunakan mortar. Sejumlah kecil sampel tersebut kemudian diambil dan ditempatkan ke dalam tempat sampel DRS yang terdapat pada alat FTIR. Sampel selanjutnya di-scan pada bilangan gelombang wavenumber 800-1200 cm -1 . Pengamatan dititikberatkan pada spek- trum dengan bilangan gelombang 995, 1022 dan 1045 cm -1 . Bilangan gelombang pada 1022 cm -1 menunjukkan daerah amorf, sedangkan bilangan gelombang pada 1045 cm -1 menunjukkan daerah kristalin. Data yang diperoleh adalah kurva hubungan antara bilangan gelombang pada sumbu x dan absorbansi pada sumbu y. Perubahan daerah kristalinitas dihitung sebagai nisbah antara absor- bansi pada bilangan gelombang 1045 cm -1 dengan absorbansi pada 1022 cm -1 . Dengan semakin tinggi nisbahnya, maka tingkat kristalinitas semakin tinggi. Peru- bahan daerah amorf ditujukan dari nisbah antara absorbansi pada bilangan gelom- bang 1022 cm -1 dengan absorbansi pada 995 cm -1 , dengan semakin tinggi nisbah- nya, maka daerah amorf semakin tinggi.

3.4.11.2. Pola Difraksi Sinar X Frost et al. 2009

Analisis difraksi sinar X ditujukan untuk mengamati adanya perubahan wilayah amorf dan kristalin dari struktur pati, serta menentukan relatif kristali- nitas dan kristalinitas tiap peak dari pati garut sebelum dan setelah dimodifikasi. Sejumlah kecil sampel diletakkan pada wadah sampel, kemudian dimasukkan ke dalam alat difraksi sinar X. Analisis dilakukan pada 40kV dan 40 mA dan di-scan pada 2 tetra 2-30 o pada suhu kamar dengan kenaikan 0,02 o . Data yang diperoleh adalah kurva hubungan antara 2 tetra o pada sumbu x dengan intensitas a.u. pada sumbu y. Kurva yang diperoleh kemudian dihaluskan smoothing dengan meng- gunakan software algoritma Filter Kalman Rudiyanto et al. 2006 Gambar 23. Kurva yang sudah dihaluskan smoothing kemudian digunakan untuk menentu- kan daerah amorf dan kristalin. Penentuan Daerah Amorf dan Kristalin dari Struktur pati Plot dan luas daerah amorf dan kristalin dari kurva yang sudah dihaluskan Gambar 23 ditentukan dengan menggunakan model persamaan Lorentz dan Gaussian persamaan 12 software Macro Visual Basic pada MS Excel 2007. Nilai sum square error SSE persamaan 13 dihitung untuk mengetahui kede- 68 katan data dari model persamaan Lorentz dan Gaussian dibandingkan dengan data hasil pengukuran dengan difraksi sinar X yang telah dihaluskan smoothing. Gambar 23. Kurva difraksi sinar X yang sudah dihaluskan dan dibuat model Gaussian dan Lorentz. ∆ exp ∆ 12 dengan: Y0 : tinggi maksimum kurva A : bobot antara Lorentz dan Gaussian x : nilai observasi data x 0L : nilai parameter mean Lorentz Δxl : deviasi parameter Lorentz xoG : nilai parameter mean Gaussian ΔxG : deviasi parameter Gaussian 13 dengan: SSE : Sum Square Error y i : nilai observasi dari data y m : nilai model yang diperoleh dari persamaan kombinasi Lorentz dan Gaus- sian 69 Derajat Kristalinitas Derajat kristalinitas merupakan nisbah luas daerah kristalin terhadap luas daerah di bawah kurva difraksi sinar X yang dihaluskan penjumlahan antara daerah kristalin dan daerah amorf persamaan 14. Derajat kristalinitas = Daerah kristalin x 100 14 Daerah kristalin + Daerah amorf Penentuan Tipe Kristalinitas Pati Tipe kristalinitas pati A, B, C atau V ditentukan menurut pengelompokkan oleh Zobel 1988 berdasarkan kurva hasil pengukuran difraksi sinar X difrak- togram. Kristalinitas Tiap Peak Kristalinitas tiap peak merupakan nisbah luas daerah kristalin tiap peak terhadap luas total daerah kristalin dari kurva difraksi sinar X yang telah diha- luskan dikali 100 persamaan 15. Kristalinitas setiap peak = Daerah kristalin tiap peak x 100 15 Total daerah kristalin 70 ANALISIS TAHAPAN PENELITIAN Tahap I: Ekstraksi dan Karakterisasi Umbi garut Ekstraksi pati • Proksimat air, abu, protein, lemak, karbohidrat • Kadar pati • Kadar amilosa Ekstraksi dan Karakterisasi • Kadar amilosa • Profil gelatinisasi RVA • Morfologi granula pati mikroskop polarisasi, SEM Pati garut alami Tahap II: Penentuan Kondisi Proses Modifikasi 1. Siklus autoclaving-cooling: a Pemanasan awal sebelum • Kadar amilosa 2. Hidrolisis asam HCl 0.1N, 0.2N; 2, 4, 6 jam + siklus autoclaving- cooling 1 • Kadar amilosa • Daya cerna pati a. Pemanasan awal sebelum autoclaving 80,90 o C, 5 menit b. Jumlah siklus dan waktu 15, 30 menit pada 121 o C, 1, 3, 5 siklus • Kadar gula pereduksi • Kadar pati resisten • Daya cerna pati in vitro • Kadar gula pereduksi • Kadar pati resisten Tahap III: Perlakuan Modifikasi Pati Garut 1 Siklus autoclaving-cooling terpilih Tahap II.1 g • Derajat hidrolisis 3. Debranching pullulanase 1,3; 5,2; 10,4 Ug pati; 0, 16, 24, 40 jam • Kadar pati resisten • Daya cerna pati in vitro • Morfologi pati SEM • Distribusi amilosa dan amilopektin GPC • Distribusi panjang rantai amilopektin FACE • Kestabilan panas dan Perlakuan Modifikasi Pati Garut 1. Siklus autoclaving-cooling 1 2. Hidrolisis asam 2 + siklus autoclaving- cooling 2 3. Debranching + siklus autoclaving- cooling 3 4. Hidrolisis asam 2 + debranching 3 + ikl l i li p derajat retrogradasi pati DSC • Amorf dan kristalin FTIR, difraksi sinar X siklus autoclaving-cooling 5. Pati garut alami sebagai kontrol Gambar 19. Tahapan penelitian dalam proses modifikasi pati garut dan k kt i i 1 Siklus autoclaving-cooling terpilih Tahap II.1 2 Perlakuan hidrolisis asam terpilih Tahap II.2 3 Perlakuan debranching terpilih Tahap II.3 karakterisasinya LAMPIRAN 71

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Ekstraksi dan Karakterisasi Pati Garut 4.1.1. Ekstraksi Pati Garut Dalam penelitian ini, pati garut digunakan sebagai bahan baku untuk meng- hasilkan pati resisten tipe III RS3, dengan menguji pengaruh berbagai perlakuan modifikasi yang berbeda, yaitu autoclaving-cooling, hidrolisis asam, pemutusan ikatan percabangan amilopektin debranching dan atau kombinasi dari ketiga perlakuan tersebut. Pati garut yang digunakan dalam penelitian ini diekstraksi dari umbi garut kultivar creole. Sebagaimana telah dijelaskan di bagian metode penelitian, pati garut diekstraksi dengan cara basah. Ekstraksi pati garut cara basah terdiri atas tahapan pembersihan, pengupasan, pencucian, perendaman, dan penghancuran umbi garut, yang dilanjutkan dengan tahap proses pemisahan pati melalui penyaringan, peng- ayakan dan pengendapan, serta pencucian. Pati garut basah yang diperoleh kemu- dian dikeringkan, digiling, dan diayak. Proses ekstraksi cara basah tersebut meng- hasilkan rendemen pati garut kering sebanyak 15,69 dengan kadar air 11,48.

4.1.2. Komposisi Kimia

Komponen proksimat dari pati garut yang dihasilkan dari metode ekstraksi basah dapat dilihat pada Tabel 6. Pati garut mengandung kadar karbohidrat by difference yang tinggi, yaitu 98,74. Kadar protein, lemak dan abu mineral dari pati garut relatif rendah yang menunjukkan bahwa proses ekstraksi pati cara basah yang digunakan dapat menghasilkan kandungan pati yang tinggi sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku RS3. Selain itu, kadar lemak yang rendah juga diharapkan selama proses pembuatan RS3, karena lemak dapat menghambat proses pembentukan RS3. Kandungan lemak yang tinggi dapat membentuk kompleks dengan amilosa sehingga membentuk kompleks lemak- amilosa.