kita hanya mampu memiliki rata-rata kurang dari lima ekor per keluarga peternak. Peternak ini umumnya membentuk kelompok-kelompok ternak untuk
memudahkan dan membantu kelancaran dalam aktivitas usaha ternaknya, seperti penjualan susu, penyediaan konsentrat dan masuknya teknologi baru untuk
diaplikasikan dalam kegiatan usaha. Dalam Pratama 2010, usahaternak sapi perah berdasarkan pola
pemeliharaannya diklasifikasikan kedalam tiga kelompok, yaitu kelompok peternak rakyat, peternak semi komersil, dan peternak komersil. Menurut
Erwidodo 1998 menyatakan bahwa peternakan sapi perah di Indonesia umumnya merupakan usaha keluarga di pedesaan dalam usaha kecil, sedangkan
usaha skala besar masih sangat terbatas dan umumnya merupakan usaha sapi perah yang baru tumbuh. Komposisi peternak sapi perah diperkirakan terdiri dari
80 persen peternak kecil dengan kepemilikan sapi perah kurang dari empat ekor, 17 persen peternak skala menengah dengan kepemilikan sapi perah empat sampai
tujuh ekor. Hal itu menunjukkan bahwa sekitar 64 persen produksi susu nasional disumbangkan oleh usaha ternak sapi perah skala kecil, dan 28 pesen diproduksi
oleh usaha ternak sapi perah skala menengah serta sisanya delapan persen dihasilkan oleh usaha ternak sapi perah skala besar Swastika et,al. 2005.
2.2 Produksi Susu
Menurut Ditjennak 2006, susu adalah hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya yang dapat dimakan atau dapat digunakan sebagai bahan
makanan yang aman dan sehat serta tidak dikurangi komponen-komponennya atau ditambah bahan-bahan lain. Seekor sapi perah dewasa setelah melahirkan
anak akan mampu memproduksi air susu melalui kelenjar susu, yang secara anatomis disebut dengan ambing. Produksi air susu ini dimanfaatkan oleh
manusia sebagai sumber bahan pangan dengan kadar protein yang tinggi. Produksi susu adalah hasil produksi ternak betina berupa susu segar
dalam waktu tertentu dan wilayah tertentu termasuk diberikan kepada anaknya, rusak, diperdagangkan, dikonsumsi dan diberikan kepada orang lain Ditjennak,
2010. Kemampuan sapi perah dalam memproduksi susu ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu faktor genetik, lingkungan, dan pemberian pakan. Dalam
Siregar 2009 faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi susu diantaranya, umur, musim beranak, masa kering, masa kosong, besar sapi, manajemen
pemeliharaan dan pakan. Jumlah pakan dan kualitas pakan yang diberikan kepada sapi haruslah yang berkualitas tinggi karena pakan merupakan salah satu
faktor yang menentukan kemampuan berproduksi sapi perah. Apabila kualitas pakan rendah, maka jumlah pakan yang diberikan harus lebih banyak.
2.3 Konsep Daya Saing
Daya saing adalah kemampuan dari seseorangorganisasiinstitusi untuk menunjukan keunggulan dalam hal tertentu, dengan cara memperlihatkan situasi
dan kondisi yang paling menguntungkan, hasil kerja yang lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna dibandingkan dengan seseorangorganisasiinstitusi lainnya,
baik terhadap satu organisasi, Sebagian organisasi atau keseluruhan organisasi dalam suatu industri. Daya saing identik dengan produktivitas outputinput
berupa sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya kapital dalam
penggunaanya secara efisien Porter, 2009. Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan biaya yang cukup
rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan Simanjuntak, 1992. Pendekatan yang sering
digunakan untuk mengukur tingkat daya saing adalah indikator keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif suatu negara serta tingkat keuntungan yang
dihasilkan dari keuntungan privat dan keuntungan sosial.
2.4 Teori Keunggulan Kompetitif