dapat diterapkan untuk setiap komoditi baik komoditi yang tradable maupun komoditi yang non tradable.
2.6.2. Kebijakan Pemerintah pada Harga Input
Kebijakan pemerintah juga diterapkan pada input yang dapat diperdagangkan tradable maupun input yang tidak dapat diperdagangkan non
tradable . Intervensi pemerintah berupa kebijakan subsidi baik positif maupun
negatif dapat mempengaruhi input tradable namun kebijakan hambatan perdagangan tidak diterapkan pada input domstik non tradable karena input
domestik non tradable hanya diterapkan pada komoditas yang diproduksi dan dikonsumsi di dalam negeri.
1. Kebijakan Input Tradable
P S
1
P S
S C
S
1
A C
A B
Pw Pw
B D
Q
2
Q
1
Q Q
1
Q
2
Q a
S - II b S + II
Keterangan :
S – II
= Pajak untuk Input Impor S + II
= Subsidi untuk Input Impor P
w
= Harga Pasar Dunia
Sumber : Monke and Pearson 1989
Gambar 2.1 Subsidi dan Pajak pada Input Tradable
Kebijakan subsidi atau pajak dan kebijakan perdagangan dapat diterapkan pada input tradable. Pengaruh subsidi dan pajak pada input tradable
dapat ditunjukkan oleh Gambar 2.1. Gambar 2.1 a menunjukkan adanya pengaruh pajak pada input tradable yang menyebabkan terjadinya peningkatan
biaya produksi sehingga pada tingkat harga output yang sama terjadi penurunan permintaan domestik dari Q
1
ke Q
2
dan kurva penawaran bergeser ke kiri atas. Efisiensi ekonomi yang hilang adalah sebesar ABC, yang merupakan perbedaan
antara nilai output yang hilang Q
1
CAQ
2
dengan biaya produksi untuk menghasilkan output tersebut sebesar Q
2
BCQ
1
. Gambar 2.1 b menunjukkan dampak subsidi pada input tradable yang
digunakan. Harga yang berlaku pada kondisi perdagangan bebas adalah sebesar Pw dengan tingkat produksi yang dihasilkan sebesar Q
1
. Adanya kebijakan subsidi pada input tradable menyebabkan harga input lebih murah dan biaya
produksi semakin rendah sehingga kurva penawaran bergeser ke kanan bawah yang menyebabkan terjadinya peningkatan produksi dari Q
1
menjadi Q
2.
Efisiensi produksi yang hilang dari produksi adalah sebesar ABC yang merupakan
pengaruh perbedaan antara biaya produksi setelah output meningkat yaitu Q
1
ACQ
2
dengan penerimaan output yang meningkat yaitu Q
1
ABQ
2
. 2.
Kebijakan Input Non Tradable Kebijakan pemerintah berupa kebijakan perdagangan tidak dapat
diterapkan pada input non tradable katena input non tradable hanya diproduksi dan dikonsumsi di dalam negeri. Kebijakan pemerintah yang diterapkan pada
input non tradable adalah kebijakan subsidi dan pajak. Kebijakan subsidi dan
pajak yang diterapkan pemerintah pada input non tradable dapat dilihat dari ilustrasi pada Gambar 2.2.
P C
S P
S P
c
P
p
C P
d
B A
P
d
A B
P
p
D P
c
E P
p
’ D
Q
3
Q
2
Q
1
Q Q
1
Q
2
Q a
S – N b S + N
Keterangan :
S – N
= Pajak untuk Barang Non Tradable S + N
= Subsidi untuk Barang Non Tradable
Sumber : Monke dan Pearson 1989
Gambar 2.2 Pajak dan Subsidi pada Input Non Tradable
Harga sebelum ditetapkannya pajak dan subsidi berada pada tingkat P
d
. Harga pada tingkat konsumen setelah diberlakukannya pajak dan subsidi adalah
sebesar P
c
sedangkan P
p
adalah harga pada tingkat produsen setelah diberlakukannya pajak dan subsidi. Pada gambar 2.2 a dapat dilihat bahwa
sebelum diberlakukan pajak terhadap input, harga dan jumlah keseimbangan dari permintaan dan penawaran input non tradable berada pada P
d
dan Q
1.
Harga di tingkat produsen turun menjadi P
p
dan harga yang diterima konsumen naik menjadi P
c
karena adanya pajak input non tradable. Dengan adanya pajak P
c
-P
d
menyebabkan produksi mengalami pnurunan menjadi Q
2.
Efisiensi ekonomi dari produsen yang hilang sebesar BEA dan dari konsumen yang hialng sebesar BCA.
Gambar 2.2 b menunjukkan bahwa sebelum diberlakukan subsidi terhadap input, harga dan jumlah keseimbangan dari perminaan dan penawaran,
input non tradable berada pada P
d
dan Q
1
. Produk yang dihasilkan mengalami peningkatan menjadi Q
2
akibat adanya kebijakan subsidi. Harga yang diterima produsen menjadi labih tinggi yaitu sebesar P
p
dan harga yang dibayarkan oleh konsumen menjadi lebih rendah yaitu sebesar P
c
. Efisiensi ekonomi yang hilang dari produsen sebesar ABC sedangkan dari konsumen sebesar ABE. Kehilangan
efisiensi dapat dilihat dari perbandingan antara peningkatan nilai output dengan meningkatnya ongkos produksi dan meningkatnya keinginan konsumen untuk
membayar.
2.7 Penentuan Harga Bayangan