b. Koefisien Proteksi Input Nominal NPCI
Koefisien Proteksi Input Nominal NPCI merupakan rasio untuk mengukur transfer input tradable. NPCI menunjukkan seberapa besar perbedaan
harga domestik dari input tradable dengan harga sosialnya. Nilai NPCI menunjukkan tingkat proteksi atau distorsi yang dibebankan pemerintah pada
input tradable bila dibandingkan tanpa adanya kebijakan. Nilai NPCI lebih besar dari satu NPCI 1 menjelaskan bahwa biaya input domestik lebih mahal
daripada biaya input pada tingkat harga dunia. Hal ini menunjukkan adanya proteksi pada produsen input yang dapat menyebabkan kerugian bagi sektor yang
menggunakan input tersebut karena biaya produksi menjadi lebih tinggi. Sebaliknya jika nilai NPCI kurang dari satu NPCI 1 menjelaskan bahwa biaya
input domestik lebih rendah dibandingkan dengan biaya input pada tingkat harga dunia. Hal ini menunjukkan adanya subsidi oleh kebijakan yang ada, sehingga
proses produksi pada usaha tani menggunakan input dalam negeri. Berdasarkan hasil analisis, nilai NPCI pada ketiga skala usaha bernilai
positif NPCI1 yaitu 1,24 untuk usahaternak skala kecil, untuk usahaternak skala menengah sebesar 1,09, dan 1,36 untuk usahaternak skala besar. NPCI yang
bernilai positif tersebut berarti ada kebijakan proteksi terhadap produsen input, sedangkan para peternak sapi perah pada ketiga skala usaha tersebut dirugikan
karena terjadi peningkatan biaya produksi dengan penggunaan input tersebut. Peternak pada skalausaha kecil, menengah dan besar harus membeli input
tradable pakan konsentrat dan obat-obatan dengan harga yang lebih mahal 24
persen, 9 persen dan 36 persen dari harga seharusnya. Sedangkan produsen input
tersebut diuntungkan sebesar kerugian yang diterima oleh peternak pada masing- masing skala usaha.
c. Transfer Faktor FT
Selain penggunakan input tradable, para peternak sapi perah juga menggunakan input non-tradable faktor domestik dalam pengusahaan ternak
sapi perah. Seluruh komponen input yang dinakan dalam penelitian ini termasuk kedalam input non-tradable faktor domestik. Penggunaan input non-tadable
faktor domestik meliputi pakan ternak hijauan dan ampas tahu, tenaga kerja, sewa lahan, peralatan, tata niaga, dan input domestik lainnya. Transfer faktor
disebabkan karena adanya perbedaan pada faktor domestik yang menyebabkan harga privat faktor domestik yang diterima peternak sapi perah di KUNAK, KPS
Bogor berbeda dengan harga sosialnya. Berdasarkan hasil Analisis Matriks Kebijakan menunjukkan bahwa nilai
transfer faktor pada usahaternak sapi perah skala kecil bernilai positif, yaitu Rp. 267,92 per liter susu. Nilai ini menunjukkan bahwa harga input non-tradable yang
dikeluarkan oleh pemeintah pada tingkat harga finansialnya lebih tinggi dibandingkan dengan harga input non-tradable pada tingkat harga sosialnya. Hal
ini merugikan bagi peternak karen membayar input domestik lebih tinggi dibandingkan harga sosialnya, akan tetapi produsen input domestik akan
mengalami keuntungan sebesar Rp. 267,92 per liter susu yang dihasilkan oleh peternak.
Pada usahaternak skala menengah dan sakal besar, nilai Transfer Faktor TF bernilai positif, yaitu Rp. 162,78 untuk usahaternak skala menengah dan Rp.
536,45 untuk usahaternak skala besar. Nilai TF yang positif menunjukkan bahwa peternak pada kedua skala usaha tersebut membayar input domestik lebih tinggi
dibandingkan dengan harga sosialnya. Selain itu, produsen input domestik mendapatkan tambahan keuntungan sebesar Rp. 162,78 yang berasal dari
usahaternak skala menengah dan Rp. 536,45 dari usahaternak skala besar untuk setiap satu liter susu yang dihasilkan.
Salah satu penyebab terjadinya transfer faktor pada usahaternak skala menengah dan skala besar adalah adanya kebijakan yang distorsif di pasar tenaga
kerja. Penilaian harga bayangan dari upah yang diterima oleh para pekerja adalah 80 persen dari tingkat upah yang berlaku di pasar Suryana, 1980. Hal ini
dikarenakan tenaga kerja yang digunakan dalam membantu usahaternak adalah tenaga kerja tidak tetap dan pada umumnya adalah tenaga kerja tidak terdidik.
Selain itu komponen pajak tidak diperhitungkan sebagai biaya pada analisis ekonomi, namun komponen tersebut tetap diperhitungkan pada analisis finansial.
5.1.3.2. Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Output
Kebijakan pemerintah tidak hanya diterapkan dan berlaku pada harga input, namun berlaku pula untuk output yang dihasilkan dari pengusahaan ternak
sapi perah. Dalam penelitian ini output yang dihasilkan adalah susu segar. Dampak kebijakan pemerintah terhadap output dapat dilihat dari nilai Transfer
Output OT dan Koefisien Proteksi Output Nominal NPCO. Bentuk distorsi pemerintah dapat berupa subsidi atau kebijakan hambatan perdagangan berupa
tarif dan pajak ekspor ataupun impor.
a. Transfer Output OT