Blokade Damai Embargo Perang.

bisa dikatakan sebagai tindakan ilegal adapun retorsi meliputi tindakan yang sifatnya balas dendam yang dapat dibenarkan dalam hukum. 80 Reprisal diartikan sebagai upaya paksa yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain, dengan maksud untuk menyelesaikan sengketa yang timbul karena negara yang dikenai reprisal telah melakukan tindakan yang ilegal atau tindakan yang tidak bisa dibenarkan. 81 a Pemboikotan barang Dengan demikian, reprisal sebenarnya merupakan tindakan permusuhan yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain sebagai upaya perlawanan untuk memaksa negara lain tersebut menghentikan tindakan ilegalnya. Wujud tindakan reprisal antara lain : b Embargo c Demostrasi angkatan laut d Pengeboman Pada tahun 1928, telah disepakati Perjanjian Paris atau perjanjian umum penghapusan perang yang menyerukan bahwa tindakan pembalasan menggunakan kekerasan adalah tidak sah berdasarkan hukum internasional. Negara-negara sepakat bahwa penyelesaian semua perselisihan, apa pun sifatnya atau apa pun asalnya tidak akan pernah tercapai kecuali dengan cara damai. 82 Blokade damai adalah blokade yang dilakukan pada waktu damai untuk memaksa negara yang diblokade agar memenuhi permintaan ganti rugi yang

3. Blokade Damai

80 J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional 2, edisi kesepuluh, Sinar Grafika, Jakarta.2007. Hal.680. 81 Sefriani,S.H.,M.Hum, Op.cit.Hal.350. 82 Ibid. diderita negara yang memblokade. Blokade damai sudah lebih dari reprisal namun masih di bawah perang. Beberapa penulis meragukan legalitas blokade damai, sebagai tindakan. Demikian halnya, tindakan unilateral blokade damai dipertanyakan keabsahannya ditinjau dari Piagam PBB. 83 Embargo merupakan prosedur lain untuk memperoleh ganti rugi dari negara lain. Embargo adalah larangan ekspor barang ke negara yang dikenai embargo. Selain itu embargo dapat diterapkan sebagai sanksi bagi negara yang banyak melakukan pelanggaran hukum internasional. Dibanding dengan reprisal atau blokade damai, embargo adalah kurang efektif, tetapi lebih sedikit resikonya untuk meningkat menjadi perang.

4. Embargo

84 Perang bertujuan untuk menaklukkan negara lawan sehingga negara yang kalah tidak memiliki alternatif lain kecuali menerima syarat-syarat penyelesaian yang ditentukan oleh negara pemenang perang. Dengan berakhirnya perang maka berarti sengketa telah diselesaikan.

5. Perang.

85 Pada awal perkembangan hukum internasional, penggunaan kekerasan use of force oleh negara diatur oleh Just War doctrine yang dikembangkan antara lain oleh St. Augustine dan Grotius. Doktrin ini menyatakan bahwa perang adalah ilegal kecuali jika dilakukan untuk suatu “just cause”. Kekerasan atau perang diizinkan sebagai suatu cara untuk menjamin hak suatu negara manakala 83 Ibid. 84 Ibid. 85 J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional 2.Op.cit.Hal.679. tidak ada cara lain yang efektif. Perang adil pada masa itu adalah suatu peperangan dengan menggunakan peralatan perang yang sederhana disertai dengan pernyataan perang oleh suatu pihak dan pihak lain yang akan diserang bersiap-siap untuk membela diri. 86 Piagam PBB tidak menggunakan istilah perang war, tetapi menggunakan istilah penggunaan kekerasan use of force. Perang adalah teknis dalam pandangan hukum internasional. Dalam praktik negara-negara sering mengingkari bahwa apa yang mereka lakukan adalah perang. Dengan demikian, istilah penggunaan kekerasan dalam piagam akan mencakup baik insiden kecil, short war, sampai ke operasi militer besar-besaran yang dilakukan para pihak bertikai. Dalam Piagam PBB, self defence merupakan perkecualian yang diakui sah bagi negara berdaulat menggunakan kekerasan terhadap negara lain. 87 Perkecualian yang terdapat dalam Piagam PBB untuk menggunakan kekerasan sepihak pada Pasal 2 ayat 4 harus diinterpretasikan untuk all force, all purposes, kecuali jika ketentuan khusus Piagam menentukan lain. Perkecualian Salah satu tujuan utama PBB sebagaimana tercantum dalam Piagam adalah untuk melenyapkan tindakan-tindakan agresi atau pelanggaran terhadap perdamaian yang lain. Dalam Pasal 2 ayat 4 ditetapkan bahwa semua anggota PBB harus menahan diri dari tindakan-tindakan mengancam atau menggunakan kekerasan terhadap integritas wilayah atau kemerdekaan politik suatu negara lain atau dengan cara apapun yang bertentangan dengan tujuan PBB. 86 Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Rajawali Press, Jakarta.1991. Hal 35. 87 Sefriani,S.H.,M.Hum, Op.cit.Hal.357. yang dimaksud hanyalah berdasar Pasal 51 tentang self defence right dan Pasal 107 tentang ex-enemy State. 88 Konsep self defence sebagai legal right tidak akan berarti bila tidak ada kewajiban menahan diri dari penggunaan kekerasan Pasal 2 ayat 4 harus dibaca bersama-sama dengan Pasal 51. Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa hak self defence yang diperoleh hanyalah yang berlandaskan Pasal 51, apabila serangan bersenjata terjadi dan tidak untuk tujuan yang lain. Dengan demikian, hak menggunakan kekerasan tidak untuk mengantisipasi suatu serangan atau ketika ancaman bukanlah kekerasan atau untuk melindungi apapun yang lain selain teritorial negara. 89

E. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Internasional terhadap Konflik Laut