B. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Bangladesh-India Maritime Boundary.
Pada masa awal terjadinya sengketa sejak tahun 1974, pihak India maupun Bangladesh telah melakukan upaya penyelesaian sengketa terhadap delimitasi
batas maritim kedua negara tersebut, dan upaya yang ditempuh guna menyelesaikan sengketa tersebut adalah penyelesaian sengketa alternatif yakni
melalui jalur negosiasi. Proses negosiasi yang dilakukan antara India dan Bangladesh
dilangsungkan pada beberapa pertemuan sejak November 1974 sampai dengan Januari 1982. Selama periode tersebut, pihak India dan Bangladesh juga
melakukan negosiasi terkait hal kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh beberapa perusahaan internasional di wilayah maritim mereka. Kegiatan
negosiasi yang dilakukan oleh kedua negara tersebut diajukan oleh pemerintahan India melalui sebuah nota verbal kepada pemerintahan Bangladesh dan
disepakati pada tanggal 31 Oktober 1974.
131
Negosiasi pertama sekali diadakan di Dakka pada Tanggal 30 November sampai dengan 4 Desember 1974. Pada pertemuan ini, perwakilan dari
Bangladesh menjelaskan dasar dari mana menggambarkan garis pangkal, dan metode menentukan garis pantai yang telah mereka ajukan juga pada pertemuan di
Caracas, serta pembagian batas maritim antar kedua negara. Perwakilan India menyatakan bahwa; apa yang menjadi permintaan dari pihak Bangladesh tidak
mencerminkan prinsip Hukum Laut Internasional karena permintaan tersbut hanya bertujuan untuk memberikan keuntungan bagi pihak Bangladesh semata tanpa
131
www.pca-cpa.orgshowpage.asp?pag_id=1376, diakses pada tanggal 28 Maret 2015.
memperhatikan kepentingan dari pihak India. Pihak India menginginkan untuk menggunakan peraturan yang telah biasa digunakan dalam menetukan delimitasi
batas maritim baik antar negara yang berdampingan atau negara yang saling berhadapan. Perwakilan Bangladesh melanjutkan bahwa untuk menetukan batas
antar negara yang berdampingan , harus dipastikan bahwa garis batas sama untuk kedua pihak.
Selama pertemuan ini, perwakilan India juga membahas mengenai nota verbal yang dilakukan pada Tanggal 31 Oktober 1974 yakni mengenai perusahaan
minyak Ashland yang ditunjuk oleh pemerintah Bangladesh untuk melakukan eksploirasi lepas pantai. Dan dalam kegiatan eksploirasi inidiyakini oleh pihak
India bahwa telah melewati batas dan memasuki wilayah maritim India. Namun hal ini disangkal oleh pihak Bangladesh, yang mengatakan bahwa dalam nota
verbal yang dikirimkan oleh pemerintah Bangladesh pada Tanggal 13 Desember 1974 menyebutkan bahwa: “ Untuk menghormati pendapat dari pemerintah India
untuk menunda dan memberhentikan sementara waktu segala kegiatan eksplorasi pada perbatasan maritim kedua negara, dimana dalam hal ini belum adanya
kesepakatan kedua negara dalam menentukan delimitasi batas maritim, dan pemerintah Bangladesh menjamin untuk menunda segala kegiatan eksplorasi serta
segala kontrak yang berkenaan dengan kegiatan tersebut yang berada pada wilayah perbatasan kedua negara”. Kemudian pihak India menyatakan akan
melakukan penelusuran lebih lanjut mengenai hal ini, dan selanjutnya kedua
negara akan mengadakan pertemuan selanjutnya guna membahas masalah perbatasan kedua negara.
132
Pertemuan negosiasi kedua dilaksanakan di New Delhi, pada Tanggal 15 dan 17 Januari 1975. Pada pertemuan ini,perwakilan Bangladesh kembali
melanjutkan argumennya untuk menjawab keinginan dari pihak India yang ingin menggunakan garis equiditas dalam menarik garis pangkal batas antara India dan
Bangladesh. Perwakilan Bangladesh menyebutkan bahwa banyak metode ataupun cara yang digunakan untuk menggambar garis batas antar kedua negara, hal ini
harus disesuaikan dengan kondisi dan wilayah dari kedua negara tersebut. Dan mengenai penggunaan prinsip equiditas yang ditawarkan oleh India dalam hal
penarikan garis batas jika diadopsi dalam penarikan garis batas dengan Bangladesh, hal ini menjadi tidak adil bagi Bangladesh karena pantainya
menjorok jauh ke dalam dan akan menghasilkan wilayah yang tidak proporsional bagi Bangladesh.
133
Perwakilan India menyatakan Teluk Benggala sebagai wilayah maritim India, ini dikarenakan Teluk Benggala merupakan wilayah perpanjangan yang
natural dilihat dari wilayah daratan India, Bangladesh dan negara yang lainnya yang menyatakan pula Teluk Benggala sebagai wilayah maritimnya atau dalam
hal ini merupakan negara yang berdampingan dengan India, harus taat pada ketetapan yang ditentukan oleh negara yang menguasai teluk tersebut. Pihak India
juga memberikan argumen terhadap prinsip equiditas , yakni; peraturan mengenai prinsip equiditas tidak hanya apa yang tertera di dalam Konvensi mengenai
132
Ibid.
133
Ibid.
Landas Kontinen tahun 1958, namun ini juga merupakan suatu kebiasaan internasional yang telah diterapkan oleh lebih dari 50 negara serta telah diterapkan
dalam berbagai kasus mengenai permasalahan delimitasi batas maritim baik itu negara yang berdampingan atau berlawanan. Peraturan ini juga diterapkan oleh
India dalam perjanjian batas maritimnya dengan Indonesia dan Sri Lanka, yang mana setelah menetapkan batas antara kedua negara ini Bangladesh menjadi
negara selanjutnya. Hal ini juga akan berlaku bagi Bangladesh sebagai negara yang wilayah maritimnya berbatasan dengan India. Pihak India juga di dalam
negosiasi ini menyatakan kesalahan yang telah di perbuat oleh pihak Bangladesh dalam merespon permintaan India untuk menghentikan kegiatan eksplorasi pada
wilayah sengketa. Proses negosiasi kedua ini juga tidak menghasilkan adanya suatu penyelesaian dan kesepakatan bagi kedua belah pihak, untuk itu kedua belah
pihak sepakat untuk kembali mengadakan proses negosiasi selanjutnya dalam waktu 10 sampai dengan 15 hari kemudian untuk pembahasan yang lebih jauh
mengenai usaha untuk mempersempit perbedaan pandangan dari kedua negara yang bersengketa tersebut.
134
Pertemuan ketiga dari negosiasi dilaksanakan di Dakka pada Tanggal 8 sampai dengan 11 Febuari 1975 yang diwakili oleh menteri luar negeri masing-
masing negara. Pada pertemuan ketiga ini juga tidak ada kemajuan yang berarti bagi penyelesaian kasus ini. India berpendapat bahwa kesepakatan harus dicapai
dengan dasar sesuai dengan pengakuan para pihak. Sedangkan, Bangladesh tetap pada posisi awalnya yakni untuk tidak menyetujui perbatasan apapun yang
134
Ibid.
digambar dan hanya disetujui secara sepihak. Negosiasi ketiga ini juga tidak berakhir dengan adanya solusi, untuk itu kedua negara akan kembali mengadakan
pertemuan selanjutnya.
135
Proses negosiasi keempat diadakan pada Tanggal 1 sampai dengan 5 Maret 1975 di New Delhi yang juga diwakili oleh menteri luar negeri masing-
masing negara. Pada kesempatan ini terdapat bukti yang dapat membantu memperkecil jarak perbedaan pendapat dari kedua belah pihak. Sementara pihak
India mengemukakan beberapa saran untuk mencoba mencapai kompromi dan meningkatkan kemungkinan penyesuaian garis equiditas untuk mengamankan
perjanjian, Bangladesh tidak merespon secara positif dan tidak juga membuat proposal apapun yang mana secara signifikan mungkin dapat memperkecil
penyimpangan dari posisi awal untuk mempertahankan seluruh area yang dibangun oleh perusahaan minyak Ashland. Selama dilangsungkannya proses
negosiasi ini, kedua negara juga mendakan pertemuan secara terpisah yang mana ini diadakan oleh pihak India dengan tujuan untuk memberikan advis kepada
Bangladesh untuk komunikasi yang tepat yang ditujukan pada permasalahan perusahaan minyak Ashland, dan usaha untuk memastikan kegiatan eksplorasi
yang akan datang tidak menganggu di wilayah India. Bangladesh kemudian mengajukan permintaan, dengan didasarkan pada itikad baik pemerintah India
setuju untuk mengeluarkan surat penundaan terkait masalah perusahaan minyak Ashland. Kedua pihak setuju untuk menunda pembicaraan lebih lanjut mengenai
hal ini sampai pada waktu yang telah ditetapkan. Namun, sampai pada tenggang
135
K. Yhome.Op.Cit. Hal.9.
waktu yang telah ditetapkan guna menyelenggarakan pembicaraan lebih lanjut tentang masalah perusahaan minyak Ashland, pernyataan dari pemerintah
Bangladesh yang menyatakan bahwa pemerintah Bangladesh tidak lagi akan membahas mengenai permasalahan perusahaan minyak Ashland dengan
pemerintah India, karena tidak adanya bukti mengenai tuduhan pemerintah India terhadap Bangladesh terkait dengan kegiatan eksplorasi perusahaan minyak
Ashland yang disebutkan dilakukan di wilayah India. Hal ini membuat pihak India kehilangan pertahanan dan terpaksa juga menunda untuk membahas kembali
kasus ini hingga dikumpulkannya bukti yang akurat.
136
Pertemuan negosiasi kelima diadakan di New Delhi pada Tanggal 29 Maret sampai 2 April 1975, ini dilakukan selama kunjungan resmi Menteri Luar
Negeri Bangladesh atas undangan dari pemerintah India. Pada sebuah pemberitaan publik, Menteri Luar Negeri India dan Bangladesh menyatakan
bahwa negosiasi mengenai delimitasi batas maritim telah mengalami kemajuan pada tahap dimana kedua belah pihak yakin menemukan solusi yang memuaskan
secara mutual. Pembicaraan ini kemudian diikuti kembali dengan kunjungan lainnya dari Menteri Luar Negeri Bangladesh ke India pada Tanggal 16 Agustus
1975. Selama kunjungan kerja ini, isu tentang batas maritim kembali mencuat tetapi masih belum memungkinkan untuk menemukan konklusinya.
137
Selang jarak waktu 3 tahun, pertemuan negosiasi keenam kembali diadakan dengan bertempat di New Delhi pada Tanggal 22 sampai 23 Maret 1978.
Kebanyakan dari isu yang muncul antara kedua negara dan proses negosiasi yang
136
Ibid.
137
India’s Counter Memorial Vol.1. Hal.78
dilakukan berakhir dengan permintaan untuk setuju pada keinginan satu sama lain dan bekerja untuk mencapai suatu perjanjian yang bersifat mutual.
Pada pertemuan negosiasi ketujuh yang diadakan di New Delhi pada tanggal 1 sampai dengan 5 Desember 1980, India menyatakan berdasarkan
ketententuan Pasal 9 pada Undang-Undang India no.1976 yang mana mewajibkan pemerintah untuk mencoba mencapai kesepakatan bersama dalam hal batas
maritim, itu disimpulkan sebagai kesepakatan pada perjanjian delimitasi batas maritim antar negara dalam kawasan tersebut dan yang paling mencemaskan
adalah untuk mencapai kesuksesan yang sama yang dilakukan oleh India terhadap negara-negara yang berbatasan dengannya terhadap Bangladesh. Bangladesh
merespon hal ini secara politis bahwa mereka tidak dapat menerima hal saran- saran untuk mengganti posisi mereka dan menolak gambaran garis pantai yang
diajukan oleh India. Dalam hal ini Bangladesh menunjukkan tidak adanya fleksibilitas dan tetap teguh pada pendiriannya.
138
Pada kesempatan ini, Bangladesh juga memberikan bukti-bukti terkait dengan kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh beberapa perusahaan minyak
Pada tahun 1982, diadakan konsultasi antara Menteri Luar Negeri kedua negara. Mereka mendiskusikan isu bilateral yang penting termasuk salah satunya
perbatasan maritim kedua negara. Pada pertemuan ini, mereka kembali mengemukakan pandangan mereka tentang isu tersebut, namun mereka tidak
menemukan dasar dari pembicaraan dan memutuskan untuk melanjutkan pembicaraan untuk menemukan solusi yang lebih baik.
138
Ibid.
internasional termasuk perusahaan minyak Ashland, dengan memperlihatkan kontrak terkait eksplorasi minyak lepas pantai. Kontrak-kontrak yang
diperlihatkan tersebut termasuk juga mengenai pemetaan wilayah eksplorasi minyak di Teluk Benggala, dan data ini diambil dari website “PetroBangla”.
Bangladesh mengundang perwakilan dari perusahaan yang bersangkutan dalam hal ini untuk memberikan kesaksian dan pernyataan terkait kebijakan yang
diambil oleh pemerintah Bangladesh atas perusahaan tersebut. Pernyataan dari perwakilan perusahaan tersebut menyatakan adanya kebijakan dari pemerintah
Bangladesh untuk menghentikan sementara waktu kegiatan eksplorasi minyak lepas pantai dan penyertaan peta dalam pertemuan ini menunjukkan hal yang
dituduhkan terhadap Bangladesh mengenai kegiatan eksplorasi minyak lepas pantai adalah hal yang divesar-besarkan guna kepentingan untuk meguasai Teluk
Benggala.
139
Terkait dengan hal ini dijadikan suatu referensi singkat yang dialamatkan oleh perwakilan Bangladesh kepada Sidang Umum Ketiga Konferensi UNCLOS
pada 9 Desember 1982, sehari sebelum UNCLOS disimpulkan. Pernyataan, inter alia;
140
“ Kami mengerti bahwa tidak semua harapan- harapan kami dapat direalisasikan didalam
konvensi ini. Kami percaya bahwa keunikan dari kondisi geografis garis pantai kami dan kondisi
lainnya terkait dengan adanya perintah perlakuan
139
Ibid.
140
Ibid.
yang sama. Hal ini juga tidak mungkin untuk disetujui terkait dengan penaksiran wilayah oleh
beberapa pihak terhadap skema wilayah kami yang mana menerangkan bahwa di dalam
konvensi ini telah menentukan luas wilayah bagi negara lain yang terkait. Melihat konvensi masih
terdapat banyak ketidaksempurnaan, menawarkan seperangkat peraturan yang harus disepakati
secara keseluruhan dalam semangat kerjasama dan persahabatan.
......... Konvensi sebelumnya memuat banyak hal yang
tidak sempurna dari segi peraturan, tetapi dalam semangat kami untuk berkomitmen pada hukum
internasional, perdamaian dan itikad baik serta solidaritas untuk memajukan dunia dan tidak
berseteru antar negara Islam. Saya dipercaya oleh pemerintah saya untuk menandatangani konvensi
ini. Bagaimanapun, pada waktu yang tepat Bangladesh akan memberikan suatu pernyataan
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 310 UNCLOS untuk membuat suatu deklarasi
menyangkut kepentingan nasional yang vital oleh sebuah negara....”
Bangladesh sudah pasti siap untuk mengambil sebuah tindakan sebagaimana yang dinyatakan dalam surat yang ditujukan untuk presiden
UNCLOS pada tanggal 28 April 1982, yaitu;
141
141
Ibid.
“ .... keunikan konfigurasi dari garis pantai beserta dengan kondisi geomorfologis dan
geologis yang ganjil menghasilkan suatu kondisi pantai yang mengarah pada garis air-rendah
dengan fluktuasi yang tinggi dan area cekungan pantai yang dalam,....dengan latar belakang
kondisi geografis seperti ini, Bangladesh mengajukan sebuah formulasi atas kriteria
kedalaman dan pengukuran garis pantai untuk kepentingan penentuan batas maritim dan
pengaturan navigasi antara Bangladesh dengan negara-negara yang berbatasan.”
Meskipun klaim Bangladesh tersebut mendapat dukungan dari berbagai pihak, dukungan ini hanya sementara dan ini terjadi setelah India dan Myanmar
mengirimkan surat pada tanggal 30 April 1982 yang membantah dan sangat isinnya sangat kontradiktif dengan surat Bangladesh tersebut.
Setelah tahun1982, tidak lagi diadakan negosiasi antara India dan Bangladesh. Selang waktu 26 tahun, sampai pada tahun 2008 kembali
dilakukannya pembicaraan dalam level teknis antara India dan Bangladesh. Pertemuan ini diadakan pada tanggal 15-17 September 2008 dan 17-18 Maret
2009, perwakilan India dan Bangladesh mengulangi pandangan mereka sebagaimana posisi terdahulu.Pada akhir pertemuan ini, Bangladesh menyatakan
ketetapannya untuk tidak akan menyetujui pengaturan garis batas yang ditentukan oleh India.
142
Pada tanggal 8 Oktober 2009, Bangladesh mengajukan kepada India untuk menyelesaikan permasalahan delimitasi batas maritim antara kedua negara
tersebut dengan cara arbitrase. Penyelesaian dengan cara arbitrase yang diusulkan oleh Bangladesh terhadap India, ini terkait pula soal penyelesaian sengketa antara
Bangladesh dan Myanmar yang telah diserahkan kepada ITLOS untuk diselesaikan pada tahun 2008. Kemudian India baru menyatakan kesediaannya
untuk membawa sengketa ini ke PCA pada tahun 2009, dan sengketa ini mulai disidangkan pada tahun 2013.
143
142
Ibid.
143
Matt Kirtland danKate Huntler South Asia Maritime Disputes: Delimiting the maritime boundaries of India and Bangladesh; International arbitration report, Norton Rose
Fullbright.2014. Hal.2.
Gambar.1. Wilayah yang menjadi sengketa India-Bangladesh
Sumber : India’s Counter Memorial Vol.1.
C. Hasil Penyelesaian Sengketa Bangladesh-India Maritime Boundary.