secara damai melalui jalur hukum di PCA. Sedangkan, dalam sengketa Laut Cina Selatan, Tiongkok menjadi satu-satunya kendala besar bagi tiap negara
yang menjadi pihak sengketa karena sangat tidak koorporatif dan keras kepala.
171
C. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Laut Cina Selatan.
Sengketa Laut Cina Selatan meliputi dua aspek, yaitu; klaim jurisdiksi yang tumpang tindih dan sengketa teritorial atas kelompok pulau-pulau yang
berada di tengah laut. Sengketa ini merupakan sengketa yang paling kompleks di wilayah Asia Timur ataupun dunia, dan merupakan sumber konflik berbahaya
yang dapat menimbulkan konflik internasional yang serius.
172
Sejak tahun 1974 telah dilakukan pula upaya penyelesaian sengketa secara damai melalui jalur diplomatik yakni dengan melakukan negosiasi antara negara-
negara yang bersengketa mengenai Laut Cina Selatan, namun tidak pernah menemukan kesepakatan antar negara-negara tersebut. Bahkan pada tahun 1995,
1996, 1998, 2000 dan 2001 telah menimbulkan kontak senjata antara negara- negara yang bersengketa dengan Tiongkok dan dalam kontak senjata ini memakan
korban jiwa.
173
Pada tanggal 4 November 2002, pertemuan ASEAN ke-8 dilaksanakan di Phnomphenh, Kamboja . Pada pertemuan ini ASEAN merumuskan suatu Code of
Conduct dengan pihak Tiongkok mengenai sengketa Laut Cina Selatan yang mana
171
Ibid.
172
http:www.asil.orgblogsdispute-settlement-system-united-nations-convention-law- sea-assessment-after-20-years. diakses pada tanggal 5 April 2015
173
Kolonel Karmin Suharna,SIP.,MA.Loc.Cit.
dilihat sebagai suatu langkah penting kontribusi ASEAN dalm mewujudkan perdamaian dan stabilitas di wilayahnya. Sebelumnya ASEAN sudah pernah
melakukan upaya yang sama pada tahun 1999 di pertemuan ke-6 ASEAN, namun perumusan Code of Conduct ini mengalami permasalahan pada negosiasi yang
rumit dan hambatan pada strategi politik. Dan Code of Conduct yang dilaksanakan pada tahun 2002 juga mengalami kegagalan.
174
Pendekatan melalui penyelesaian bilateral juga tidak dapat ditempuh dikarenakan Tiongkok tidak mau bekerjasama dalam mencari penyelesaian dari
sengketa Laut Cina Selatan yang mana Tiongkok tidak bisa mendapatkan wilayah strategis.
175
Pada bulan Desember 2014, akhirnya negara Filipina mengambil suatu langkah perdana untuk menyelesaikan sengketa Laut Cina Selatan ini melalui
jalur penyelesaian sengketa secara damai dengan jalur juridis yakni membawa sengketa ini ke PCA. Keputusan yang diambil oleh Filipina ini terinspirasi dari
penyelesaian sengketa Teluk Benggala antara Bangladesh-India yang diputuskan oleh PCA pada tanggal 7 Juli 2014. Tiongkok sempat menolak untuk menyetujui
kebijakan yang diambil oleh Filipina untuk membawa kasus ini ke hadapan PCA. Namun, kemudian Tiongkok menyetujuinya dan dalam memorialnya Tiongkok
menyatakan bahwa PCA tidak mempunyai hak atas jurisdiksi Laut Cina Selatan dan dalam waktu dekat Tiongkok berencana untuk melakukan negosiasi dengan
Filipina untuk menyelesaikan sengketa dengan menyatakan status wilayah yang
174
http:www.un.orgdeptslosnipponunnff_programme_homefellows_pagesfellows_p apersnguyen_0506_vietnam.pdf. diakses pada tanggal 5 April 2015.
175
Ibid.
mereka perbutkan seharusnya sesuai dengan Pasal 122 dan 123 UNCLOS 1982 mengenai laut tertutup dan atau laut semi tertutup. Yang mana ini merupakan
upaya paksa Tiongkok untuk menawarkan wilayah laut semi tertutup kepada Filipina.Hal ini dilakukan karena Tiongkok menyadari putusan PCA nantinya
tidak akan memberikan keuntungan pada negaranya dalam upaya menguasai Laut Cina Selatan. Dan dengan akan dilakukannya proses negosiasi antara Tiongkok
dan Filipina maka untuk sementara waktu pembahasan dan pemeriksaan oleh PCA ditangguhkan.
176
176
Mark E.Rosen,JD,LLM.Op.Cit.Hal.39
Namun apabila proses negosiasi tersebut tidak berjalan lancar maka Filipina dapat kembali mengajukan penanganan sengketa ini ke PCA
sesuai dengan Pasal 287 ayat 1 UNCLOS 1982 mengenai prosedur penyelesaian
sengketa, ANNEX VII, Pasal 2 ayat 3 Piagam PBB dan Pasal 33 Piagam PBB.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan