Persamaan antara sengketa Laut Cina Selatan dengan sengketa Teluk Benggala Bangladesh-India adalah:
169
1. Sengketa ini sama-sama merupakan sengketa multilateral.
Sengketa Laut Cina Selatan merupakan sengketa dari beberapa negara yakni; Tiongkok, Vietnam, Filipina, Korea Selatan, Jepang, Malaysia,
Singapura, Indonesia, dan Brunei Darussalam. Untuk sengketa Teluk Benggala merupakan sengketa dari Myanmar, Bangladesh dan India. Dan
terlebih lagi sebagian besar negara sengketa tersebut adalah negara dunia ke-3.
2. Sengketa ini sama-sama menitikberatkan pada permasalahan Sumber
Daya Alam SDA.
Wilayah Laut Cina Selatan dan wilayah Teluk Benggala merupakan wilayah yang mengandung potensi SDA yang sangat besar, baik itu sumber
perikanan , ataupun mineral seperti gas alam dan minyak bumi.
3. Kepentingan politik pada sengketa ini tidak hanya muncul dari
masing-masing negara yang bersengketa namun juga terdapat adanya kepentingan negara lain terhadap wilayah tersebut.
Kepentingan nasional dari masing-masing negara terhadap wilayah sengketa pada Laut Cina Selatan ataupun Teluk Benggala adalah sama yakni
untuk menguasai wilayah tersebut sebagai teritorial kedaulatannya agar dapat memenuhi kebutuhan negaranya akan SDA dan juga kepentingan ekonomi
nasional.
169
http:www.ipcs.orgarticleindiaindia-bangladesh-unclos-and-the-sea-boundary- dispute-4557.html.Loc.Cit.
Untuk kepentingan negara lain atas wilayah sengketa Laut Cina Selatan dan juga wilayah sengketa Teluk Benggala adalah:
170
a. Tujuan dari Kebijakan Laut Amerika Serikat.
Meskipun Amerika Serikat bukan merupakan negara yang terlibat langsung dalam sengketa ini, namun hal ini bukan berarti pemerintahan resmi
Amerika Serikat tidak terlibat dalam penyelesaian sengketa Laut Cina Selatan. Pada tahun 1983 presiden Regan membuat sebuah pernyataan penting
mengenai peran pemerintahannya terkait Hukum Laut Internasional yaitu: “ Amerika Serikat telah lama menjadi pemimpin
dalam mengembangkan adat dan kebiasaan hukum laut. Tujuan kami secara konsisten adalah
menyediakan ketentuan hukum yang antara lain, memfasilitasi perdamaian, penggunaan laut secara
internasional dan menyediakan managemen yang adil dan efektif dalam konservasi sumber daya laut.
Amerika serikat juga mengetahui akan ketertarikan tiap-tiap negara akan isu tersebut.”
Pembuatan kebijakan Amerika Serikat dalam hal Laut tidak pernah menyimpang dari prinsip dasar ini dan mempunyai implikasi langsung dalam
konteks hubungan Tiongkok-Amerika. Pada pertemuan kongres baru-baru ini, Asisten Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Daniel Russel menegaskan
kembali prinsip-prinsip dasar Amerika Serikat :
170
Mark E.Rosen,JD,LLM Using International Law to Defuse Current Controversies in the South and East China Seas, CNA analysis solution, Washington.February 2015. Hal.33.
“ Kami sangat menentang perlakuan intimidasi, pemaksaan atau kekerasan dalam melakukan klaim
terhadap suatu teritorial. Kedua, kami mengambil posisi yang kuat bahwa klaim terhadap wilayah
maritim harus dilakukan sesuai dengan kebiasaan hukum internasional. Ini berarti bahwa seluruh klaim
terhadap wilayah maritim harus ditentukan dari fitur tanah dan sesuai dengan hukum laut internasional.
Jadi, untuk saat ini kami tidak berpihak terhadap pihak yang bersengketa manapun, kami percaya
bahwa klaim terhadap Laut Cina Selatan tidak ditentukan dari fundamental yang salah. Namun, pada
saat yang sama kami mendukung hak negara pengadu untuk menggunakan hak mereka untuk melaksanakan
penyelesaian sengketa secara damai. Untuk itu Filipina boleh kembali melakukan pengajuan kepada
PCA berdasarkan UNCLOS 1982 seperti yang dilakukan tahun lalu.”
Hal ini secara alami menunjukkan ketertarikan Amerika Serikat dalam menggunakan hukum laut internasional untuk memainkan peran dalam
memberikan pengaruh terhadap hubungan antar negara-negara. Juga mengingat kedudukan Tiongkok sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang
memiliki hak veto, Hal ini tentunya menjadi daya tarik politis bagi Amerika
Serikat melihat Tiongkok mempunyai peran kepemimpinan dalam hal pengimplementasian perjanjian internasional. Keputusan Tiongkok untuk
menggunakan mekanisme penyelesaian sengketa internasional akan menjadi sebuah langkah yang sangat positif dalam mengambil alih kepemimpinan dan
jelas akan sangat menguntungkan baginya. b.
Ketertarikan Tiongkok dalam atas Teluk Benggala dan Laut Cina Selatan. Dalam studinya mengenai “ Pandangann tentara nasional Tiongkok
terhadap keamanan nasional “, Nan Li meneliti wacana strategis Tentara Pembebasan Rakyat di era-pasca Mao dan menjelaskan bagaimana Tiongkok
memandang sengketa teritorial dengan tetangganya sebagai masalah “Ketahanan Nasional”. Dia melaporkan bahwa Tiongkok memandang Laut
Cina Selatan sebagai “wilayah baru” karena lokasinya yang strategis dan potensi pentingnya sebagai pemasok sumber pangan dan energi bagi wilayah
Tiongkok daratan. Pemikiran mengenai wilayah ini mempunyai komponen ekonomi dan politik bagi Tiongkok. Studi terbaru menunjukkan bagaimana
penurunan akses SDA akan menimbulkan konflik. Tiongkok seringkali menjadi tokoh sentral dalam analisis ini karena memiliki SDA yang sangat
sedikit dan juga dibandingkan terhadap perbandingan populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi.
Sebuah studi oleh Dewan Hubungan Ekonomi Luar Negeri Elisabeth mengenai: “ Bagaimana kebutuhan Sumber Daya Tiongkok mengubah seluruh
dunia” memperlihatkan bahwa Tiongkok melakukan pencarian SDA sampai ke Amerika Selatan, Afrika dan Asia Selatan. Tiongkok pada tahun 1993
menjadi negara pengimpor minyak bumi dan gas terbesar sebagian besar berasal dari Timur Tengah, dan saat ini survey menunjukkan bahwa
Tiongkok melakukan impor 79 minyak bumi dan gas alam untuk kepentingan nasionalnya dan konsumsinya setara dengan 22 kebutuhan
dunia. Para peneliti melihat bahwa pada saat ini Tiongkok juga berusaha melakukan kalim terhadap Kutub Utara , agar kebutuhannya akan SDA
ataupun sumber daya energi dapat terpenuhi. Tiongkok melancarkan strategi politik ekonomi agar ia memiliki banyak potensi sumber pasokan energi dan
SDA, jika salah satu usahanya tidak berhasil. Langkah Tiongkok umtuk melakukan klaim terhadap Laut Cina Selatan
dinilai terlambat dan saat ini berada pada kedudukan “low-tide elevation” yang mana akan memberikan keuntungan yang sangat sedikit nilainya.
Untuk sengketa Teluk Benggala, Tiongkok memiliki peranan dalam pembangunan pipa gas bawah laut yang menyalurkan gas alam dari pulau St.
Marty ke India dan kemudian ia akan melanjutkan pipa tersebut samapai ke perbatasan Tiongkok dan India. Dimana dalam hal ini, Tiongkok membuat
perjanjian dengan Myanmar dan India sehingga memicu konflik Myanmar dan India dengan Bangladesh di Teluk Benggala.
Mengenai perbedaan dalam sengketa Laut Cina Selatan dan sengketa Teluk Benggala India-Bangladesh adalah kerjasama para pihak yang
bersengketa dalam menyelesaikan sengketa tersebut. Dalam sengketa Teluk Benggala antara Bangladesh dan India , kedua pihak sangat koorporatif
sehingga dapat ditemukan solusi untuk sengketa tersebut dengan penyelesaian
secara damai melalui jalur hukum di PCA. Sedangkan, dalam sengketa Laut Cina Selatan, Tiongkok menjadi satu-satunya kendala besar bagi tiap negara
yang menjadi pihak sengketa karena sangat tidak koorporatif dan keras kepala.
171
C. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Laut Cina Selatan.