Status Keberlanjutan Perikanan Tangkap Ikan Pelagis Kecil dengan menggunakan

139

3. Aturan Representasi rule of representation

Di Kota Ambon, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di wilayah pesisir, mengacu pada aturan yang telah disahkan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah ataupun lembaga yang di tetapkan oleh kelompok masyarakat. Aturan yang selama ini dijadikan acuan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dapat dikelompokan menjadi: 1 Kelembagaan Formal Kelembagaan formal adalah aturan formal yang selama ini dijadikan acuan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di Kota Ambon dapat dikelompokkan menjadi : 1 Undang-undang yang terdiri dari UU No 9 tahun 1985 tentang perikanan yang kemudian direvisi dengan UU No 31 tahun 2004 tentan Perikanan, Undang-undang No 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. 2 Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 995KptsIK.210999 tentang potensi sumberdaya ikan dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan JTB di Wilayah Perikanan Republik Indonesia. 3 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.17MEN2006 Tentang Usaha Perikanan Tangkap 4 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Kep. 58Men2001 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Sistem Pengawasan Masyarakat Dalam Pengelolaan dan Pemanfatan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. 5 Keputusan Menteri Pertanian No. 123KptsUm1975 tentang Ketentuan Lebar Mata Jaring Purse seine untuk penangkapan ikan Kembung, Layang, Selar, Lemuru dan ikan pelagis sejenisnya. 6 Keputusan Menteri Pertanian No. 392KptsIk.120499 Tentang Jalur- Jalur Penangkapan ikan. 7 Perda Kota Ambon No. 1 Tahun 2008 tentang Tentang Retribusi Perizinan Bidang Perhubungan Laut Di Kota Ambon. Ketujuh aturan main tersebut secara formal mengatur penentuan jumlah tangkapan yang diperbolehkan, menjaga kelestarian sumberdaya ikan, pemantauan, pengawasan, pengendalian dan penegakan hukum, 140 perlindungan kepentingan nelayan, pengaturan izin penangkapan, pengaturan alat penangkapan ikan, pengaturan alat penangkapan ikan, pengaturan upaya penangkapan ikan, pengaturan jenis dan ukuran yang boleh ditangkap, pengaturan jalur dan zonasi penangkapan ikan, sanksi terhadap pelanggaran dan pungutan perikanan bagi setiap nelayan yang melanggar aturan tersebut. 2 Kelembagaan Informal Kelembagaan informal dalam hal ini adalah lembaga-lembaga yang dibentuk oleh nelayan yang ada di Kota Ambon, yaitu merupakan kesepakatan bersama oleh kelompok nelayan. Di dalam kesepakatan tersebut terdapat struktur kelembagaan yang cukup baik, guna mengelola dan mengurus berbagai kepentingan kelompok nelayan. Hal ini mendukung kegiatan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tengah, dalam memberikan paket bantuan kepada nelayan. Pemberian bantuan diharapkan dapat digunakan dengan baik oleh nelayan yang terdaftar sebagai anggota kelompok legal. Berdasarkan pembahasan tersebut di atas, maka desain kelembagaan yang direncanakan untuk diterapkan di Kota Ambon khususnya kelompok nelayan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan pelagis kecil terlihat pada Gambar 37. Pihak yang terlibat dalam desain ini dimulai dari pihak Dinas Kelautan dan Perikanan DKP Kota Ambon, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, Lembaga Swadaya Masyarakat LSM dan pihak Perbankan yang saling berkoordinasi untuk melaksanakan fungsi sesuai dengan kapasitasnya masing- masing yakni tenaga pendamping dari LSM untuk mendampingi pemerintah saat membentuk kelompok nelayan dan mendampingi nelayan dengan memberikan pelatihan guna pelaksanaan kegiatan penangkapan ikan, tenaga penyuluh dari Perbankan bertugas untuk memberikan pelatihan jika kegiatan yang akan dilakukan membutuhkan dana dari pemerintah dimana pihak pemerintah akan bekerjasama dengan pihak perbankan serta tenaga teknis dari LIPI dan DKP yang berfungsi untuk memberikan pelatihan tentang teknis pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan pelagis kecil yang optimal dan berkelanjutan.