23 yang kecil, banyak jenis yang hanya terdapat sekali saja walaupun dalam plot
yang luas Mackinnon 2000.
Gambar 3.1 ARKPB Gajah Hitam dan Taman Payau di KP Batubara Petak contoh berukuran 20 m x 100 m digunakan untuk memperoleh data
struktur tegakan hutan. Parameter yang diukur di lapangan adalah jumlah pohon, tinggi total h, dbh, tinggi bebas cabangheight of clear bole hcb, tinggi dari
tajuk terlebarheight of maximum crown width hmcw, dan lebar tajuk dari setiap pohon di dalam plot botani.
Diameter tajuk diukur dalam dua sumbu yang saling tegak lurus. Pengukuran diawali pada diameter tajuk maksimumtajuk yang terlebar, kemudian
diameter sumbu kedua diukur tegak lurus dengan sumbu pertama, rata-rata dari hasil pengukuran sumbu pertama dan kedua dinyatakan sebagai diameter tajuk.
Pengukuran proyeksi radius tajuk dilakukan pada delapan radius untuk mendapatkan prediksi yang lebih akurat. Parameter pengukuran untuk masing-
masing individu di dalam plot botani ditunjukkan oleh Gambar 3.2
Gambar 3.2 Parameter pengukuran a tinggi dan b radius tajuk pohon Harja dan Vincent 2008
24 Teknik pengumpulan data aktivitas manusia di KP Batubara menggunakan
studi dokumen. Pengumpulan data pengetahuan, persepsi, dan perilaku karyawankontraktor terkait orangutan yang hidup di KP Batubara menggunakan
metode survei dengan kuesioner. Jumlah responden adalah 37 orang dengan masa kerja minimal 1 tahun dan pendidikan minimal SLTP. Responden terdiri dari 17
orang operatorsupir, 4 orang pengawassupervisor, 3 orang mekanikelektrika, 8 orang karyawan kantor, 4 orang security satpam, 1 orang office boy.
3.2.3 Analisis Data
Analisis spasial dengan menggunakan sistem informasi geografis SIG dilakukan untuk menentukan karakteristik penutupan lahan di lokasi penelitian.
Klasifikasi visual dilakukan dengan mengelompokkan kenampakan homogen dan mengipterpretasikannya berdasarkan pada unsur-unsur yang terekam pada suatu
citra warna, rona, pola tekstur, bentuk, ukuran, maupun asosiasinya terhadap tutupan lahan lain. Analisis vegetasi digunakan untuk mengetahui komposisi
vegetasi, kelimpahan dan distribusi pohon tempat bersarang, kelimpahan dan distribusi pohon pakan dan sumber pakan lainnya, serta kehadiran liana.
Data hasil pengukuran vegetasi diolah untuk mendapatkan informasi mengenai jumlah jenis, kerapatan pohon per hektar, basal area per hektar.
Beberapa parameter yang berhubungan dengan analisis data komposisi vegetasi: 1 jumlah individu dan kerapatan individuhektar; 2 jumlah dan komposisi
jenis; 3 kahadiranfrekuensi; 4 luas bidang dasarLbd m
2
; 5 basal area m
2
ha; 5 Indeks Nilai Penting INP; 7 Indeks Keanekaragaman Jenis . Basal area m
2
ha, ditentukan dengan menjumlahkan Lbd pohon yang terdapat di dalam plot botani. Lbd per pohon dirumuskan dengan ¼ πd
2
, dengan d adalah dbh dan π adalah konstanta 3.1416.
INP adalah pola perhitungan yang digunakan untuk menentukan vegetasi yang dominan secara ekologi di tiap plot pengamatan. INP merupakan hasil
penjumlahan dari Kerapatan relatif KR, Frekuensi relatif FR, dan Basal area relatif BAR masing-masing jenis dengan rumus Curtis 1959: INP = KR +
FR+ BAR. KR adalah persentase jumlah individu suatu jenis terhadap jumlah individu seluruh jenis, FR adalah persentase frekuensi suatu jenis terhadap
frekuensi seluruh jenis, dan BAR adalah persentase basal area suatu jenis terhadap basal area seluruh jenis.
Koefisien kesamaan jenis vegetasi digunakan untuk membandingkan kesamaanketidaksamaan jenis tumbuhan pakan antara orangutan yang hidup di
KP Batubara dengan di habitat alami serta untuk membandingkan komposisi jenis pohon di kedua habitat. Kesamaan jenis ditentukan dengan menggunakan Index of
similarity S rensen ISs Curtis 1959. ISs = 2� + × 100 dengan A
= jumlah jenis tumbuhan pakan di KP Batubara, B = jumlah jenis tumbuhan pakan di Prevab TN Kutai, dan c = jumlah jenis tumbuhan pakan di kedua habitat.
Keanekaragaman jenis vegetasi ditentukan menggunakan rumus indeks Shanon Wiener Shanon dan Weaver 1949:
= ∑��� × ��. ���
dengan n
i
= jumlah individu tiap jenis, dan N = jumlah individu seluruh jenis. Analisis profil arsitektur tegakan digunakan untuk menggambarkan struktur
vertikal dan horizontal tegakan hutan, yaitu dengan cara memproyeksikan hasil pengukuran h, dbh, hcb, hmcw, lebar tajuk, dan posisi pohon di dalam plot botani.
Parameter hasil pengukuran diolah dengan bantuan Software SExI-FS Spatially
25 Explicit Individual-Based Forest Simulator versi 2.1.0 untuk menggambarkan
struktur vertikal dan horizontal dari tegakan hutan. Data aktivitas manusia, pengetahuan, persepsi, dan perilaku karyawan
terkait keberadaan orangutan di KP Batubara dianalisis secara deskriptif.
3.3 Hasil
Perbedaan karakteristik habitat orangutan antara KP Batubara dengan Prevab TN Kutai menggambarkan bagaimana habitat alami orangutan yang
semula berupa hutan hujan basah yang lebat berubah menjadi habitat yang sangat berbeda karena kegiatan pertambangan batubara.
3.3.1 Perbedaan Tipe Penutupan Lahan
Hasil interpretasi citra lansat peliputan 2014 menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 30 tahun habitat orangutan di KP Batubara telah mengalami
penyempitan dan fragmentasi. Kawasan hutan hujan basah yang semula utuh dan kompak terpecah-pecah menjadi patch-patch yang lebih kecil dan terisolasi akibat
kegiatan penambangan dan pembangunan infrastruktur pendukungnya. Dari 90 938 ha luas PKP2B PT KPC, total luas wilayah yang telah ditambang ±26 24
553.19 ha. Tutupan lahan pada 26 areal yang sudah ditambang di KP Batubara dapat dilihat pada Gambar 3.3 dan Tabel 3.1.
Gambar 3.3 Peta penutupan lahan areal PKP2B PT KPC tahun 2014